Liputan6.com, Jakarta - Ada yang unik ditawarkan oleh kedai Wiratea Spices Bar di Jogja. Tak sekadar ngeteh, pengunjung diajak untuk mengenal rempah-rempah dengan rasa kekinian. Fatta Sugiarto, pemilik sekaligus barista di kedai itu sengaja mengusung konsep tersebut untuk mendekatkan rempah-rempah pada anak muda.
"Untuk anak muda yang mau minum rempah, kita harus buat minuman jadi enak," ujar Fattah ketika diwawancara Liputan6.com secara daring pada Jumat, 23 Desember 2022.
Advertisement
Baca Juga
Fattah menerangkan nama kedainya memadukan dua bahasa, yakni wirati dan tea. Wirati dalam bahasa India berarti berserah diri, sedangkan dalam Jawa kuno bermakna istirahat. Potongan ti di belakang diganti dengan ejaan teh dalam bahasa Inggris.
Kedai ngeteh itu pun dibangun berlandaskan filosofi nama yang dipilihnya. Menurut dia, aroma dan rasa yang dihasilkan dari rempah dapat memberi kesan rileks karena mengandung anti-depresan. "Minuman ini cocok untuk mereka yang ingin melepas lelah setelah kerja, kuliah, atau mengerjakan tugas sebelum kembali pulang ke rumah," terangnya.
Kedai yang berlokasi di Jalan Perumnas, Yogyakarta ini memiliki Cinammon Choco Ginger sebagai menu andalan. Isinya merupakan perpaduan antara dark chocolate, jahe, kayu manis, dan gula jawa.
Menurutnya, ini adalah salah satu menu yang membuktikan bahwa orang mau minum jahe walaupun tidak suka. "Dengan minuman ini bisa mendekatkan orang, terutama generasi milenial bahwa jahe itu enak."
Menu andalan selanjutnya adalah Spices Mocktail yang memadukan rempah kunyit, bunga rosella, jus mangga, dan bunga pekak yang bercita rasa segar. Minuman ini paling cocok disajikan dingin.
Tempat Rehat
Bukan hanya minuman yang unik, Wiratea juga punya desain bangunan yang menarik. Kedai ini dibangun di sebuah pos satpam bekas dengan tanaman rambat yang menjalar di dinding di suatu kawasan Hotel Kampung Lawasan Heritage, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Fattah menyebutkan bahwa konsep yang ingin disajikan adalah rustic atau apa adanya dengan mengubah ruangan yang kecil dari pos satpam menjadi bar. Kesan lokal menjadi lebih kental lewat pemilihan aksesori untuk interior yang tepat, seperti kentungan dan rangka becak.
Tempat ini dipilih karena perpaduan ambience di hotel tersebut menurut Fattah sangat menyatu dengan rempah-rempah yang ada di kedainya. Kemudian, lokasi hotel tersebut juga termasuk strategis di kawasan Jogja.
Sesuai dengan makna wirati dalam bahasa Jawa kuno, yaitu istirahat, fasilitas yang diberikan pada kedai ini minimalis, seperti tidak ada colokan listrik dan wifi. "Ya memang seperti tempat istirahat setelah bekerja, jadi 15—20 menit orang bisa minum rempah untuk rileks kemudian kembali bekerja," ujarnya.
Advertisement
Terinsipirasi dari Ibu dan Klien
Fatta menuturkan inspirasi dari kedai tehnya berasal dari sosok ibunya yang merupakan seorang penjual jamu gendong. "Dulu saya ikut ibu jualan, jadi suka lihat cara ngeracik jamu," kata Fattah.
Karena kondisi dan umur sang Ibu sudah tidak prima, Fattah memiliki ide untuk membuat jamu racikan ibunya menjadi bentuk bubuk. Ibu Fattah pun belajar membuat jamu bubuk dari salah seorang kenalannya di awal pandemi. Jamu yang dihasilkan saat itu dijual dalam kemasan stoples di beberapa toko komersial dan laku keras saat awal pandemi. Bahkan, produk jamunya juga kerap dijadikan hampers untuk teman dan keluarga.
Ada dua jenis jamu yang diproduksinya, yaitu kristalisasi (bubuk) dan rempah kering, yang nantinya akan diseduh dengan metode manual brew. Dalam pembuatan tersebut, Fattah membeli bahan baku dari toko langganannya di Pasar Petanahan dan beberapa bahan yang dibeli dari sepupu dan tetangganya. Sementara, untuk gula kelapa asli organik, ia dapatkan dari tempat asalnya, Kebumen, Jawa Tengah.
Hal lain yang menginspirasi Fattah adalah ketika ia ditugaskan ke Jakarta untuk menangani salah satu klien, yaitu penjual minuman jamu dengan konsep open bar sehingga para pengunjung bisa melihat cara pembuatan minuman jamu. "Kayaknya ini bisa dibuka di Jogja dengan konsep rempah yang kita bikin sendiri," pikirnya.
Dari situ, ia mengembangkan rempah yang dibuat oleh Ibu dan mencampurkannya dengan berbaagai bahan, seperti latte, bunga, cokelat, dan mocktail.
Laboratorium Kreasi
Untuk rencana selanjutnya, kata Fattah, dia ingin memiliki salah satu brand yang berkembang setelah Wiratea. "Jadi, Wiratea sebagai laboratorium saja untuk berkreasi," ucapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa Wiratea Spicees Bar didirikan bukan untuk fokus pada komersil tetapi sebagai sarana untuk berbagi cerita, pengalaman, serta karya seni di Jogja yang belum pernah ada sebelumnya. Cerita yang ingin disampaikan pada pengunjung adalah bahwa rempah salah satu hal yang paling dekat dengan kita mulai dari masakan hingga minuman.
Apalagi bagi warga Jogja yang memiliki banyak angkringan, mereka sudah familiar dengan minuman berbahan rempah, seperti susu jahe. "Tapi, mereka nggak sadar kalau misalnya yang mereka minum adalah termasuk rempah-rempah," tuturnya.
Ke depan, ia berharap bisa mendirikan satu brand lagi untuk fokus pada aspek komersial yang juga menyasar segmen retail. Sementara dalam waktu dekat ini, pihaknya akan mengeluarkan beberapa menu baru yang terbuat dari rempah pilihan, di antaranya adalah pala dan kencur.
Advertisement