Sukses

Jo Mersa, Cucu Penyanyi Reggae Bob Marley Meninggal di Usia 31 Tahun

Jo Mersa mengikuti jejak ayahnya Stephen Marley dan kakeknya Bob Marley berkarier di dunia musik reggae.

Liputan6.com, Jakarta - Joseph 'Jo Mersa' Marley, cucu penyanyi reggae legendaris Bob Marley, meninggal dunia di usia 31 tahun. Pria yang juga berprofesi sebagai musisi itu dikabarkan ditemukan tak sadarkan diri di dalam kendaraan.

Hal itu disampaikan lewat cuitan jurnalis Abka Fitz-Henley pada Selasa, 27 Desember 2022. Stasiun radio Florida selatan, WZP mengunggah informasi bahwa mereka telah mengonfirmasi kematian Jo Mersa.

Pihaknya mengatakan, musisi berdarah Jamaika-Amerika itu meninggal karena serangan asma meski tidak menyebutkan lokasi kejadiannya. Jo Mersa diketahui meninggalkan seorang istri dan anak perempuan.

Dikutip dari NY Post, Rabu (28/12/2022), Jo Mersa menghabiskan masa kecilnya di Jamaika sebelum akhirnya pindah ke Florida untuk meneruskan masa SMA-nya. Dia melanjutkan kuliah di Miami Dade College dengan mengambil jurusan teknik studio, menurut artikel Jamaica Observer yang terbit pada 2014.

Dia merilis mini album perdana bertajuk Comfortable pada 2014 yang menyertakan lagu utama bergenre reggae. Dalam wawancara pada 2021 dengan Jamaica Gleaner, bertepatan dengan perilisan mini album keduanya Eternal, yang menampilkan Melii, Black-Am-I, Busy Signal, dan Kabaka Pyramid, Jo Mersa berbagi tentang proses penulisan lagunya.

"Sejujurnya, itu tergantung pada getarannya karena terkadang Anda memiliki nada atau ide, seperti seluruh nada ada di kepala Anda, tapi tidak ada ketukan, dan di lain waktu, Anda memiliki ketukan dan tidak ada nada," katanya. "Itu menurut saya, tentu saja. Saya tidak bisa berbicara untuk semua orang. Beberapa lagu bisa saya selesaikan dalam semalam, dan beberapa membutuhkan waktu lebih lama."

2 dari 4 halaman

Perasaan Jadi Penerus Bob Marley

Jo Mersa merupakan anak dari musisi Stephen Marley, salah seorang dari 11 anak Bob Marley. Pada 2014, ia pernah mengaku kepada Jamaica Observer bahwa keputusannya untuk mengikuti jejak karier sang ayah dinilainya menantang.

"Ayah saya telah menciptakan warisan dengan mengeluarkan lagu-lagu yang bermakna," katanya. "Itu adalah sesuatu yang harus saya terima."

Namun, dia mengklaim dalam wawancara lain bahwa 'tidak ada tekanan' terkait nama belakang yang disandangnya. "Ada hal-hal yang harus Anda atasi dan hal-hal yang harus Anda lakukan dan begitulah adanya. Kita harus menjalani hidup, Anda tahu? Tidak ada tekanan bagi saya," katanya kepada situs hiburan The Pier pada tahun yang sama.

"Saya bersyukur telah menjadi seorang Marley. Saya sangat menghargai dan bersyukur bahwa saya dilahirkan di mana saya dilahirkan dan ditempatkan di mana Tuhan telah memutuskan. Saya sangat berterima kasih tentang itu dan bangga," imbuhnya.

 

3 dari 4 halaman

Profil Sang Kakek

Jo Mersa juga mengungkap pandangannya terkait warisan yang ditinggalkan kakeknya. Pada 2021 kepada Reggaeville, ia mengatakan bahwa keluarganya sering mengenangnya dari tahun ke tahun pada peringatan kematiannya.

"Kami selalu mendengar refleksi itu, berbicara tentang hal-hal itu, tentang peran yang dia mainkan tidak hanya sebagai anggota keluarga dan ayah, tetapi juga di dunia dan pengaruhnya terhadap komunitas Reggae dan budaya Reggae, akarnya, memajukan pesan Rastafari dan cinta, di atas semua cinta," tuturnya.

Bob Marley dikenal sebagai pelopor musik reggae dan dikenal lewat banyak lagu, termasuk Everything's Gonna Be Alright, Get Up, Stand Up, Is This Love, I Shot the Sheriff, dan No Woman, No Cry. Sang legenda yang konsisten dengan gaya rambut gimbalnya itu lahir pada 6 Februari 1945 dengan nama asli Robert Nesta Marley.

Pria Jamaika itu juga meninggal dalam usia terbilang muda pada 1981, yakni di usia 36 tahun karena melanoma. Dia memiliki 11 anak dari tujuh perempuan berbeda, termasuk Stephen, musisi Ziggy Marley, dan pengusaha Rohan Marley.

4 dari 4 halaman

Perjuangan Sosial

Bob Marley tak hanya dikenal sebagai musisi, tetapi juga seorang revolusioner. Dikutip dari kanal Showbiz Liputan6.com, ia menggunakan reggae sebagai senjata perlawanannya terhadap ketidakadilan, rasialisme, kemiskinan, kolonialisme, dan imperialisme.

Salah satunya lewat lagu Redemption Song. Lagu ini merupakan salah satu masterpiece dari Bob Marley yang diciptakan pada 1980.

Lagu ini sarat akan perlawanan. Sampai-sampai Bono, vokalis U2, mengaku sering membawakan lagu ini saat bertemu dengan politikus, perdana menteri, bahkan presiden. Redemption Song juga terinspirasi dari seruan Garvey untuk rakyat Afrika agar mereka membebaskan diri dari segala bentuk belenggu perbudakan. Tidak hanya secara fisik, tapi juga mentalitas.

Bob Marley menciptakan lagu Africa Unite yang terlihat sangat dipengaruhi oleh Garvey yang merupakan seorang politikus Jamaika sekaligus pendiri Universal Negro Improvement Association (UNIA). Di lagu Africa Unite, yang muncul di album Survival pada 1979, Bob terang-terang menyokong Pan-Afrikanisme. Ia meyakini, pembebasan penuh rakyat Afrika hanya mungkin bila seluruh benua Afrika terbebaskan dari kaum babylon (penindas).