Liputan6.com, Jakarta - SM Entertainment dan pendirinya Lee Soo Man baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka siap memimpin "gerakan hijau" baru di industri K-Pop, dengan menanam pohon sebagai "langkah awal." Tidak butuh waktu lama untuk komitmen tersebut menghadapi reaksi keras dari para penggemar.
Berbicara dengan News Penguin, dikutip dari Koreaboo, Kamis (5/1/2023), perwakilan K-pop for Planet, platform aksi iklim berbasis penggemar, menuduh SM Entertainment melakukan "greenwashing." Lee Dayeon dari K-pop for Planet mengatakan, "Penanaman pohon sudah dilakukan secara sukarela oleh para penggemar sejak lama."
Advertisement
Baca Juga
"Daripada menyebutkan aktivitas yang sudah dilakukan, fokuslah pada apa yang hanya dapat diubah agensi sehingga benar-benar berdampak," imbuhnya. "Saat penggemar mengangkat masalah konsumsi album yang berlebihan dari beberapa tahun lalu, tidak ada tanggapan, dan (malah) berbicara tentang keberlanjutan dengan menanam pepohonan."
Banyak warganet Korea setuju dengan sentimen tersebut, menyinggung dorongan perusahaan selama bertahun-tahun untuk konsumsi album secara massal. Itu dinilai sebagai praktik yang berdampak besar pada lingkungan.
Salah satunya berkomentar, "Mereka perlu mengubah struktur penjualan album mereka dan untuk melakukannya secara mendasar, mereka harus menyingkirkan sistem acak terlebih dahulu." Sementara yang lain menulis, "Mereka perlu melarang album acak seperti yang mereka lakukan di Inggris Raya."
"Mereka harus mulai melarang photocard acak," kata yang lain, sementara yang lain beranggapan, "Mereka harus berhenti dengan (iming-iming) 'photocard yang belum dirilis.'"
"Jika ia benar-benar memikirkan (dampak_ lingkungan sebanyak itu, jangan merilis album fisik apa pun di masa mendatang," kata yang lain. "Sebelum berpikir untuk menanam pohon, pernahkah Anda berpikir untuk tidak menebangnya terlebih dulu."
Komitmen Lingkungan
Melansir Korea Times, pendiri dan produser eksekutif SM Entertainemt, Lee Soo Man, berkata, "Sebuah lagu bisa mengubah hidup seseorang. Dengan cara yang sama, satu pohon bisa mengubah dunia," dalam SM Sustainability Forum yang berlangsung online, Minggu, 1 Januari 2023.
"Menanam pohon dapat mengurangi emisi karbon dan mencegah deforestasi," jelasnya. "Jadi, gerakan penanaman pohon yang dipimpin K-pop dan hallyu (istilah gelombang budaya pop Korea) dapat jadi katalis untuk masa depan baru yang lebih baik."
"Pada 2021, Mongolia mengumumkan akan menanam satu miliar pohon pada 2030 dan Arab Saudi akan melakukannya (demi) mencapai emisi net-zero pada 2050, menanam 50 miliar pohon," ia menyambung.
"Jika festival K-pop bergabung dengan inisiatif ini, kami dapat membawa fandom dan kaum muda ke wilayah ini. Jika lebih banyak orang secara sukarela mengambil bagian dalam gerakan ini, ini akan meningkatkan misi kami dalam menyelamatkan Bumi kita, membuatnya lebih hijau," tuturnya.
Lee menambahkan bahwa ia ingin berkontribusi untuk membangun "kota baru yang futuristik"Â yang keberlanjutan dan kemanusiaan hidup berdampingan, dengan bantuan penggemar musik dan warga dunia.
Advertisement
Awal Baru
"Pohon akan menandai awal yang baru," tegas Lee. "Kota masa depan kita akan jadi kota hiburan pintar yang didorong aktivitas kreatif para prosumer, gabungan dari kata 'produser' dan 'konsumen,' dan kreator di seluruh dunia, di mana metaverse virtual dan fisik hidup berdampingan."
"Saya ingin berperan dalam membangun kota seperti itu dan membuat ekosistem budaya berdasarkan keberlanjutan dan kemanusiaan," imbuhnya.
Dua profesor sosiologi di Pennsylvania State University: Sam Richards dan Laurie Mulvey, muncul dalam sebuah video sebagai pembicara forum dan menggarisbawahi bahwa Korea, tempat kelahiran hallyu, dapat berperan lebih besar dalam memerangi tantangan krisis iklim.
"Dunia hiburan Korea dapat secara langsung berkontribusi pada masa depan yang berkelanjutan dengan memprioritaskan cerita dan tema yang berfokus pada energi terbarukan atau kelahiran kembali ekosistem yang dinamis," kata Mulvey. "Korea yang telah menarik perhatian orang di seluruh dunia (dengan konten budayanya), dapat jadi model bagi seluruh dunia."
Bukan Kasus Pertama
Singgungan album fisik K-pop yang dinilai tidak ramah lingkungan sebenarnya bukan kali pertama muncul. Pada November 2020, di salah satu komunitas daring terbesar Korea, seorang pengguna yang ayahnya diduga punya panti asuhan mengunggah sebuah permintaan pada para penggemar K-pop.
Di sana, ia mengungkap bagaimana organisasi non-profit terus menerima album idol K-pop sebagai donasi. "Saya sangat marah pada penggemar K-pop yang memberi salinan ekstra dari album yang mereka beli sehingga mereka dapat pergi ke pertemuan penggemar atau agar grup favorit mereka dapat memecahkan rekor. Yang kalian lakukan bukanlah menyumbang, tapi membuang sampah pada kami," tulisnya.
Pengguna itu menyebut fandom K-pop "membuang" puluhan ribu kopi album yang terbuka, tanpa photocard atau konten tambahan lain. Bahkan, sering kali sudah tergores di sana-sini. CD bekas ini dijelaskan hanya memakan ruang penyimpanan.
Tidak sedikit pengguna mengaku sebagai staf organisasi non-profit mengatakan, padahal begitu banyak orang yang menginginkan album bekas, tapi masih berkualitas baik itu. Mereka mengkritik donasi tersebut sebagai sisa yang pada akhirnya tidak berguna.
"Ketika saya bertanya pada anak-anak apakah mereka menginginkan album idol K-Pop, mereka berkata, 'Album lagi?' Mereka bertanya mengapa orang terus mengirimi mereka album. Apa yang harus saya sampaikan kepada mereka?" komentar salah satu pengguna.
Setelah menyadari sisi gelap dari donasi album idol K-pop, secara aktif para penggemar menyuarakan bahwa bukan hanya tekanan untuk membeli secara massal yang perlu diubah. Industri dianggap harus menggagas ide lebih ramah lingkungan dalam membuat album.
"(Industri) K-pop benar-benar perlu berkomitmen mengganti CD fisik. Itu sangat sia-sia. Donasi berasal dari industri yang membuat penggemar memecahkan rekor dengan cara ini," tulis salah satu pengguna.
Advertisement