Liputan6.com, Jakarta - Setelah hampir tiga tahun, China akhirnya membuka perbatasannya kembali untuk pelancong internasional di masa liburan Tahun Baru Imlek. Banyak orang diprediksi akan pulang kampung untuk berkumpul dengan keluarga, yang kemudian memicu kekhawatiran akan lonjakan kasus COVID-19 yang disebut sedang tinggi di Negeri Tirai Bambu.
Dora Wang, bukan nama sebenarnya, dalam laporan The Guardian, dikutip Senin (9/1/2023), ingin sekali bertemu keluarganya selama Imlek 2023. Meski pembatasan perjalanan akibat COVID-19 telah dicabut di seluruh China kemarin, Minggu, 8 Januari 2023, ia memutuskan tidak melakukan perjalanan sejauh 461 km dari Beijing ke kota asalnya, Dalian.
Advertisement
Baca Juga
"Saya sangat khawatir karena stasiun akan penuh sesak," kata ilustrator berusia 31 tahun yang sedang hamil lima bulan ini. Karena tidak divaksinasi, si calon ibu khawatir akan tertular COVID-19 selama perjalanan jauh.
Ia menyambung, "Walau orangtua saya sudah sembuh dari COVID-19, sekarang variannya banyak sekali di luar sana, saya khawatir saya akan tertular."
Musim perjalanan liburan dimulai sekitar pekan ini, dua minggu sebelum Tahun Baru Imlek. Mirip Lebaran, saat tahun baru, orang Tiongkok menurut tradisi kembali ke kota asal mereka untuk merayakannya bersama keluarga.
Tapi tahun ini, setelah China secara efektif meninggalkan kebijakan nol-COVID di tengah lonjakan jumlah kasus, ada kekhawatiran yang meluas bahwa serbuan perjalanan jelang Imlek dapat memicu penularan virus yang lebih cepat. Ini terutama di daerah pedesaan di mana fasilitas kesehatannya lebih terbatas.
Â
Enggan Bepergian
Sentimen Wang disepakati banyak penduduk Tiongkok, menurut The Guardian. Setelah bertahun-tahun keluarga berpisah di bawah penguncian dan pembatasan perjalanan internal yang ketat, banyak orang sangat ingin bersatu kembali dengan orang yang mereka cintai, tapi juga cemas akan tertular COVID-19.
"Tahun baru akan segera datang dan banyak yang mudik, tapi kami justru bersiap untuk lebih banyak kekacauan. Banyak yang demam. Rumah sakit dan apotek kewalahan. Para ahli mengatakan semua orang bisa pulang untuk tahun baru, tapi bagaimana kita bisa tidak bersiap menghadapi wabah besar lainnya?" satu orang menulis online.
Mereka yang tinggal di luar China daratan dilaporkan enggan pulang. Sementara, ekspatriat yang tinggal di Tiongkok menghindari mudik karena takut menyebarkan COVID-19 di kampung halaman mereka.
"Ada wabah besar di (China) daratan sekarang dan jika saya terinfeksi saat kembali ke rumah, saya tidak akan dapat kembali untuk semester baru," kata seorang mahasiswa China yang belajar di Hong Kong.
Advertisement
Perkiraan Korban Meninggal Dunia
Bagi sebagian orang, kesempatan untuk melihat keluarga setelah hampir tiga tahun berpisah sepadan dengan risikonya. "Saya tidak terlalu khawatir dengan risiko tertular COVID-19. Saya rasa ini hanya masalah waktu saja," kata Mei yang bekerja di Beijing dan telah memesan penerbangan kembali ke Taipei, Taiwan pada pertengahan bulan ini.
Mei juga sedang merencanakan perjalanan ke luar negeri dengan pasangannya, tapi mereka tengah berjuang karena banyak negara telah memberlakukan pembatasan atau persyaratan bagi wisatawan yang datang dari Tiongkok. "Kami harus menunggu dan melihat ke mana kami bisa pergi," tambah Mei.
Gelombang infeksi COVID-19 telah membanjiri rumah sakit dan unit perawatan intensif di banyak kota di China. Gelombang infeksi berikutnya kemungkinan besar akan melanda daerah pedesaan dan dapat memengaruhi lebih banyak orang daripada gelombang yang melanda kota-kota sekarang, perusahaan analitik kesehatan Inggris Airfinity telah memperingatkan.
Diperkirakan sekitar sembilan ribu orang per hari meninggal akibat COVID-19 di China dan angkanya bisa meningkat hingga 25 ribu per hari bulan ini. Sementara, total korban meninggal diperkirakan bisa mencapai 1,7 juta pada April 2023.
Orang Cina telah beralih ke internet untuk mencari tahu bagaimana menghindari terinfeksi. Beberapa ahli menyarankan mengemudi daripada menggunakan transportasi umum. Satu unggahan berisi daftar panjang "yang harus dilakukan" sebelum bepergian, termasuk memvaksinasi diri sendiri dan anggota keluarga, serta bepergian hanya setelah tes PCR negatif.
Â
Rekomendasi Perjalanan
Sementara, daftar barang yang "harus dibawa" meliputi persediaan masker N95, termometer dan oksimeter denyut, serta jaket tahan air dan kantong plastik untuk menjaga kebersihan tiket kereta api dan kartu ID. Unggahan tersebut juga menyarankan untuk sering mengganti masker, menghindari menunggu di tempat ramai, dan mendisinfeksi diri sendiri dan barang bawaan sebelum menyapa anggota keluarga.
Dalam wawancara video dengan Zeng Guang, mantan kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, ia menyarankan orang untuk menghindari bepergian dalam waktu dua minggu setelah pemulihan COVID-19 dan membatalkan perjalanan jika ada wabah di kota asal mereka.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di sisi lain, telah memperingatkan bahwa statistik resmi pemerintah China dianggap tidak menunjukkan dampak yang sebenarnya dari wabah, baru-baru ini. Kabinet China mengatakan pada pekan lalu bahwa pihaknya akan meningkatkan distribusi obat-obatan dan memenuhi permintaan dari institusi kesehatan, panti jompo, dan daerah pedesaan selama Tahun Baru Imlek, lapor media pemerintah.
China telah beralih ke definisi yang lebih sempit tentang kematian akibat COVID-19. Rumah duka dan rumah sakit mengatakan mereka kewalahan, tapi pihak berwenang telah melaporkan lima atau lebih sedikit kematian sehari sejak berakhirnya pembatasan nol-COVID.
Â
Advertisement