Liputan6.com, Jakarta - Jamu yang kini dikenal sebagai minuman herbal dan obat, sehari-hari masih dikonsumsi masyarakat dengan bentuk lebih modern. Jauh sebelum itu berabad-abad lalu, kisah jamu telah tertuang dalam relief di Candi Borobudur.
Mengutip dari laman Kemendikbud, Jumat (20/1/2023), ada pendapat bahwa pengetahuan mengenai obat-obatan di Indonesia telah ada sebelum masuknya pengaruh India. Pendapat tersebut mengatakan sebelum orang-orang Indonesia dapat membaca dan menulis, sudah ada seorang pemimpin yang didampingi pendeta untuk upacara-upacara dan seorang dukun untuk hal magis dan obat-obatan.
Advertisement
Baca Juga
Data relief, prasasti, dan naskah kesusasteraan pada zaman kuno juga menunjukkan adanya profesi dibidang kesehatan. Menurut data relief yang bisa diamati pada relief Karmawibhangga Candi Borobudur terdapat panil yang menggambarkan adegan pertolongan terhadap orang sakit, rasa bersyukur kesembuhan sakit, pun proses kelahiran yang dilakukan dukun beranak.
Data artefaktual mengenai pengobatan di masa Jawa kuno pada relief mempunyai maksud dan peranan penting dalam seni bangunan candi, lantaran relief merupakan media visual yang memiliki beberapa fungsi salah satunya edukatif. Inti filosofi penggambaran relief Candi Borobudur juga berisikan tuntunan atau pendidikan moral bagi kehidupan manusia.
Ungkapan unsur-unsur pada relief bisa memberikan petunjuk mengenai perkembangan budaya, teknik, seni, religi, keadaan sosial masa lalu, bahkan mengenai kesehatan masyarakat Jawa kuno. Relief Karmawibhangga panil 18 menggambarkan seorang laki-laki mendapat perawatan beberapa wanita, ada yang memijat kepalanya, memegang tangan dan kakinya. Orang-orang di sekitarnya terlihat bersedih.
Kemudian ada kelanjutan adegan pada panil 19 beberapa orang sedang memberikan pertolongan pada laki-laki yang sedang sakit. Ada yang memijat kepalanya, menggosok perut serta dadanya, juga ada seseorang yang membawa obat. Di sampingnya terdapat adegan yang memperlihatkan suasana bersyukur atas kesembuhan seseorang.
Adegan Penyembuhan di Relief
Pada panil 78 juga terdapat adegan yang sama yaitu seorang wanita sedang memegang lengan laki-laki yang sedang sakit, sementara adegan yang lain beberapa orang sedang mengobati dua orang laki-laki sakit kepala dengan cara memegang kepalanya. Sementara pada panil 3 terdapat adegan proses kelahiran, tampak seorang wanita hamil sedang dibantu beberapa wanita, di antaranya seorang dukun beranak.
Relief kelahiran juga terdapat di Candi Brahma kompleks Candi Prambanan. Proses kelahiran tersebut digambarkan dibantu seorang wanita yang dianggap sebagai dukun beranak. Data prasasti tidak langsung menyebut tentang masalah kesehatan, melainkan hanya nama-nama profesi yang dapat dihubungkan dengan kesehatan.
Dari data prasasti yang dikeluarkan pada sekitar abad 14 Masehi, terdapat nama-nama yang berhubungan dengan profesi kesehatan. Prasasti tersebut yaitu prasasti Balawi, Sidoteka, Bendosari, Biluluk, dan Madhawapura. Salah satunya, Prasasti Madhawapura yang tidak berangka tahun, tetapi dari gaya bahasanya dapat diketahui dari masa kerajaan Majapahit. Kutipan dari bagian prasasti tersebut menggambarkan profesi yang ada saat itu seperti pembuat pakaian disebut abhasana, angawari sebagai pembuat kuali dan acaraki yang merupakan penjual jamu.
Advertisement
Naskah Kesusastraan
Naskah kesusastraan periode Jawa Timur pada abad 14 hingga 15 Masehi ikut menempatkan kutipan pada bagian cerita yang menunjukkan kegiatan dibidang kesehatan yaitu kitab Agama, Sarasamuccaya, Rajapatigundala, Korawacrama, dan Pararaton. Dalam Kitab Sarasamuccaya, salah satu kitab hukum pada masa Majapahit, kutipannya berbunyi, "Sebaliknya obat yang berempah-rempah, minyak, gulika, akar, dipergunakan mengobati sakitnya badan, lenyap karenanya, kekuatan ilmu melebihi kekuatan badan, kesaktian tubuh”.
Dari jenis-jenis penyakit yang ada digambarkan pada relief penyembuhan atau pengobatan agar penyakit tersebut hilang. Proses penyembuhan bisa dibedakan menjadi empat cara yaitu cara magis, keagamaan, fisik, dan obat-obatan.
Pengobatan dengan cara magis dilaksanakan dengan menggunakan mantera-mantera, cara keagamaan yaitu mengadakan upacara ritual. Sementara cara fisik dengan memijat atau mengurut, dan cara obat-obatan menggunakan khasiat bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang.
Pengobatan dengan cara magis dan ritual keagamaan biasanya untuk jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh perantara atau kuasa supranatural. Kemudian pengobatan dengan cara fisik dan obat-obatan dilakukan khusus jenis-jenis penyakit karena ketidakseimbangan dalam tubuh manusia.
Menceritakan Profesi Pengobatan
Dari data arkeologi yang ada, terdapat banyak profesi yang berhubungan dengan proses penyembuhan dalam masyarakat Jawa kuno. Profesi kesehatan tersebut antara lain walyan, kdi, tuha nambi, wli tamba, janggan, padadah, mamimami, dan acaraki.
Pengobatan secara magis di zaman kuno dilakukan dengan membaca mantera-mantera yang dianggap mempunyai kekuatan qaib. Pembacaan mantera-mantera ini ditujukan kepada kekuatan dewa-dewa atau kekuatan lainnya yang menguasai dunia.
Pengobatan secara keagamaan biasanya dalam bentuk upacara ritual dengan melarung sesajian di laut diikuti dengan doa-doa agar penyakit yang diderita seseorang sembuh dengan memberikan sesajian di laut. Pengobatan secara fisik dengan melakukan pemijatan atau pengurutan yang dilakukan oleh padadah.
Sebagai seorang penyembuh, padadah menggunakan sarana pemijatan. Pengobatan dengan bentuk pijat biasanya menggunakan ramuan yang dilumatkan kemudian dioleskan pada anggota badan yang salah uratnya.
Dalam melakukan pemijatan tersebut menggunakan minyak atau ramuan lainnya untuk memudahkan proses pemijatan. Pengobatan dengan cara memberikan obat-obatan yang dibuat dari bahan alami terutama tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat tertentu untuk mengembalikan keseimbangan dalam tubuh.
Advertisement