Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengunjung Kawah Ratu, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, buka suara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. Di unggahan Instagram-nya, baru-baru ini, Irene menyebut seseorang, yang awalnya dianggap petugas, di kawasan wisata itu memotret pantatnya ketika ia berkunjung pada Minggu, 22 Januari 2023.
"Hingga hari ini (Selasa, 24/1/2023), belum ada permintaan maaf resmi yang disampaikan langsung pelaku," katanya pada Liputan6.com melalui DM Instagram, Selasa siang, (24/1/2023). "Karesnya (kepala resort) memang sudah meminta maaf pada kami saat pertemuan setelah kejadian. Namun, setelah itu belum ada info dari karesnya."
Advertisement
Baca Juga
Sampai saat ini, Irene belum tahu apakah perkara ini akan dibawanya ke pihak berwajib karena pihaknya "masih menunggu itikad baik (pelaku)". "Karena pun pasti akan melewati proses yang panjang. Yang terpenting sekarang adalah itikad baik dari pelaku pada kami," tuntutnya.
Korban menegaskan, "Yang harus meminta maaf adalah oknum, bukan kares. Pihak TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) sudah mediasi dengan pihak korban, dan meminta maaf. Namun, harapan korban adalah oknum sendiri yang meminta maaf dan dilakukan pemecatan."
"Jika belum ada permohonan maaf secara langsung pada korban, dinyatakan kasus belum damai oleh korban," tuturnya, "Yang harus jadi consent di sini adalah korban, yang mana korban lah yang mengalami kekerasan non-fisik dan trauma."
Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) juga sudah merilis pernyataan terkait kasus dugaan pelecehan seksual tersebut di akun Instagram mereka, Selasa (24/1/2023). "Tindakan tidak terpuji berupa pengambilan foto pengunjung wisata tanpa izin terjadi di area camping ground Pasir Reungit," tulis mereka mengawali keterangan unggahan.
Klarifikasi TNGHS
TNGHS menyebut, aksi pelecehan seksual itu dilakukan "masyarakat setempat binaan pemegang Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam di lokasi tersebut atas nama Koperasi Satria Rimba Athalla." "Dalam menjalankan usahanya, koperasi ini memiliki beberapa orang masyarakat binaan sebagai perbantuan," imbuh mereka.
"Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan pelaku telah membuat korban dan teman-temannya jadi marah, serta diduga sempat melakukan pengeroyokan dan merusak motor pelaku," pengelola taman nasional itu menyambung.
Pihaknya melanjutkan, "Menindaklanjuti kegiatan tersebut, Sukiman sebagai Kepala Resort PTNW Gunung Salak II telah melakukan mediasi antara pelaku dan korban di Bumi Perkemahan Sukamantri di hari kejadian, yakni Minggu, 22 Januari 2023 pukul 15.00 WIB."
Saat mediasi, kata mereka, foto-foto korban telah dihapus. Hasil medianya disebut, satu, menyelesaikan kejadian ini secara damai dan kekeluargaan. Kemudian, menghapus semua dokumentasi kejadian tersebut.
"Tiga, menghentikan aktivitas perbantuan pelaku sebagai personel binaan pihak pengelola objek wisata, dan terakhir, menghentikan penyebaran atau publikasi foto-foto korban," tandasnya.
Advertisement
Tanggapan Korban
Namun demikian, klarifikasi ini, menurut korban, "dibuat secara sepihak." "Semuanya (seolah) menutup-nutupi dan membuat narasi sendiri-sendiri," katanya menanggapi pernyataan TNGHS.
Ia juga mempertanyakan pernyataan "pengeroyokan" yang disertakan dalam klarifikasi tersebut. "Pengeroyokan yang dimaksud tuh yang seperti apa? Buktinya pelakunya aja bisa kabur saat kejadian," sebutnya.
"Kalau diinformasikan ada pemukulan memang benar, namun itu bentuk dari emosi dan cara menjaga nama baik keluarga korban yang sudah dilecehkan," ucapnya, menambahkan bahwa ia punya foto tersangka setelah kejadian dengan wajah "baik-baik saja."
Korban menyebut, "Perusakan motor juga betul, karena pelaku kabur. Jika dituntut mengganti rugi, kami akan ganti kerugian motor pelaku. Namun sekali lagi, di sini belum ada permintaan maaf sama sekali. Saat pelaku kabur, ia juga sempat memukul adik kami di bagian bibir dan mata."
Motor, kata Irene, juga merupakan jaminan agar pelaku datang menemui korban. "Karena saat di lokasi, pelaku melarikan diri dibantu petugas koperasi di sana," tuduhnya. "Bahkan, koordinator lapangan Pasir Reungit membolehkan kami menahan motornya sebagai jaminan agar orang tersebut tidak kabur."
Jelaskan Pernyataan Mediasi
Korban juga mengatakan bahwa mediasi yang dilakukan TNGHS bukan antara pelaku dengan korban, namun pihak taman nasional. "Setelah kabur, pelaku kembali ke tempat kejadian saat kami sudah pulang, jadi cuma mediasi dengan pihak TNGHS," sebutnya.
Cerita Irene awalnya diunggah ulang akun Instagram @mountnesia. Di kolom komentar unggahan itu, Irene menambahkan, "Saya sebagai korban di sini belum menerima permintaan maaf secara resmi dari pelaku."
"Saya informasikan, memang ada pertemuan antara kami dengan kares di sana saat kejadian," imbuhnya. "Namun, pertemuan tersebut tidak dihadiri pelaku. Pada pertemuan tersebut, memang kares meminta maaf atas kejadian ini dan akan menindaklanjuti kasus ini."
"Per tadi sore (Senin, 23 Januari 2023), ada informasi bahwa pelaku sudah dipecat, namun sekali lagi, belum ada permintaan maaf secara terbuka atau surat resmi pemecatan yang dikeluarkan atau ditunjukkan pada kami," katanya lagi.
"Saat hari H kejadian, pelaku datang ke tempat yang sama saat kami sudah pulang. Terima kasih," tandasnya.
Advertisement