Sukses

Upaya Hutan Hujan Tropis Sumatra Keluar dari Daftar Situs Warisan Dunia dalam Bahaya UNESCO

Ada empat poin dalam percepatan pengeluaran Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra (TRHS) dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya UNESCO.

Liputan6.com, Jakarta - Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra (TRHS) berupaya keluar dari daftar Situs Warisan Dunia UNESCO dengan status "dalam bahaya." Sebagaimana diketahui, TRHS terdiri dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas sekitar 2.595.125 hektare.

Kawasan ini ditetapkan sebagai situs warisan dunia dalam Sidang Warisan Dunia ke-29 tahun 2004 di Durban, Afrika Selatan. Ketiga taman nasional ditunjuk sebagai TRHS karena dianggap memenuhi kriteria nilai penting warisan alam dunia.

Dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, baru-baru ini, Plt. Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE), Bambang Hendroyono, memaparkan empat poin dalam percepatan pengeluaran TRHS dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya. "Pertama, penguatan koordinasi pengelolaan TRHS dengan skala prioritas pada tujuh indikator implementasi EAP, DSOCR, dan Corrective Measure," sebutnya.

Kemudian, penguatan rekaman, serta publikasi data dan informasi yang merepresentasikan upaya optimal pemerintah Indonesia dalam mengelola TRHS. Ia menyambung, "Ketiga, identifikasi dan perekaman riwayat dinamika kawasan sebagai pertimbangan dasar dalam pengeloaan TRHS."

Terakhir, pelaksanaan boundary modification dengan melibatkan stakeholders dan para pakar untuk memastikan eksistensi OUV dan integritas kawasan TRHS. Sementara itu, upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, yakni peningkatan dan pengembangan kegiatan pengelolaan TRHS.

Ini dilakukan dengan target pengendalian dan penanganan ancaman yang dirancang dalam "Emergency Action Plan (EAP), Desired State of Conservation for the Removal (DSOCR), serta Corrective Measure."

 

2 dari 4 halaman

7 Indikator

Sedangkan, tujuh indikator implementasi EAP, DSOCR, dan Corrective Measure adalah penurunan deforestasi dan peningkatan tutupan hutan. Lalu, stabilitas dan pertumbuhan populasi satwa kunci, memastikan tidak adanya pembangunan jalan baru, serta tidak adanya akivitas pertambangan.

Juga, pemeliharaan tata batas kawasan, pelaksanaan penegakan hukum, dan penerapan pengelolaan lanskap. Duta Besar RI untuk UNESCO, Prof. Ismunandar, pun mengapresiasi berbagai upaya yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengelola TRHS.

"Semoga kerja-kerja yang telah dilakukan Kementerian LHK, khususnya di ketiga taman nasional sebagai situs TRHS, dapat mengantarkan TRHS keluar dari daftar bahaya (situs warisan dunia UNESCO), mengingat keberadaan flora dan fauna asli Indonesia merupakan kebanggan kita bersama sebagai warisan untuk dunia," katanya.

Prof. Ismunandar menyebut, berbagai tantangan dalam mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya perlu diiringi publikasi upaya-upaya perlindungan kawasan TRHS di tingkat global, lobi terhadap negara-negara anggota komite, serta menjaga komitmen dan sinergi pihak-pihak terkait, seperti pemerintah, akademisi, LSM, masyarakat, dan badan usaha dalam melindungi kawasan TRHS.

 

3 dari 4 halaman

Kerja Nyata di Lapangan

 

Menteri LHK Siti Nurbaya menggarisbawahi pentingnya melihat kerja pemerintah dan masyarakat Indonesia secara nyata di lapangan dalam menangani kawasan konservasi dan situs warisan dunia di dalam negeri. Ia berkata, "Bukti lapangan jadi sangat penting, sehingga bukan hanya asal menilai dan salah, tidak sesuai kenyataan."

Bambang menyambung, dalam pertemuan, Prof. Ismunandar,  Menteri LHK, dan beberapa pejabat tinggi Kementerian LHK membahas perkembangan pengelolaan warisan alam dunia Indonesia. Mereka juga diklaim membangun strategi dan solusi dalam menghadapi tantangan pengelolaan situs warisan alam dunia, khususnya mengeluarkan TRHS dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya UNESCO.

Pihaknya juga disebut membahas isu-isu pengelolaan warisan dunia alam Indonesia lainnya, termasuk pembangunan sarana pendukung wisata alam di Taman Nasional Komodo dan keberadaan jalan di Taman Nasional Lorentz.

Lebih lanjut, Bambang menyebut bahwa pihaknya berharap semua pihak memahami dan bersama-sama menjaga kelestarian warisan alam dunia Indonesia sebagai bentuk komitmen Indonesia terhadap dunia internasional dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

4 dari 4 halaman

Upaya Konservasi di Taman Nasional Komodo

Di sisi lain, pemerintah telah membatalkan pemberlakuan tarif baru di Taman Nasional Komodo, termasuk di Pulau Komodo, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedianya, tarif baru berlaku pada 1 Agustus 2022, kemudian ditunda hingga 1 Januari 2023.

Tarif baru itu berupa penetapan kenaikan harga tiket masuk menuju Pulau Komodo dan Pulau Padar di dalam kawasan Taman Nasional (TN) Komodo sebesar Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun. Tarif ini berlaku untuk semua wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.

Namun demikian, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengklaim bahwa konservasi tetap jadi fokus utama di TN Komodo. "Selama ini penyelenggaraan konservasi di Taman Nasional Komodo sudah jadi perhatian dunia," katanya dalam The Weekly Brief With Sandi Uno yang digelar secara virtual, 19 Desember 2022.

Direktur Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Shana Fatina, menyambung bahwa keputusan pembatalan tarif baru merupakan hasil diskusi enam bulan terakhir. Meski kenaikan harga tiket dibatalkan, menurut Shana, akan ada penyesuaian terkait kepadatan kunjungan karena konservasi tetap jadi perhatian utama.