Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi yang diterbitkan di Jurnal BMJ Open Diabets Research and Care menyebutkan bahwa berada dalam hubungan jangka panjang, baik positif atau negatif, akan berdampak pada kadar gula seseorang. Penikahan kemungkinan sangat relevan dengan kesehatan orang dewasa yang lebih tua.
Studi tersebut mengeksplorasi hubungan antara status perkawinan dan kualitas pernikahan dengan kadar glikemik rata-rata pada orang dewasa yang lebih tua menggunakan data longitudinal. Melansir New York Post, 8 Februari 2023 memiliki pasangan yang romantis dapat membantu menjaga gula darah seseorang relatif rendah.
Advertisement
Baca Juga
Katherine Ford, penulis studi tersebut, menyebutkan bahwa pernikahan memerlukan investasi emosional tertentu, yang akhirnya akan memengaruhi kadar gula darah. Penelitian ini melibatkan 3.335 orang dewasa berusia 50 tahun hingga 89 tahun yang tidak didiagnosis diabetes dari tahun 2004 hingga 2013 untuk melihat apakah berada dalam suatu hubungan memengaruhi kadar gula darah mereka.
Dalam uji coba yang dilakukan, peserta juga bertemu dengan perawat setiap tahun untuk melakukan tes darah yang disebut Hemoglobin A1C (HbA1c) untuk mengukur kadar gula darah.
Peneliti menyimpulkan bahwa berada dalam suatu hubungan, apapun ketegangannya, cenderung membuat gula darah seseorang tetap rendah. “Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa hubungan perkawinan atau kohabitasi berbanding terbalik dengan kadar HbA1c, terlepas dari dimensi dukungan atau ketegangan pasangan," ujar peneliti.
Risiko Kesehatan
Lebih lanjut, peneliti menyebut bahwa hubungan dengan hasil tersebut memiliki perlindungan terhadap kadar HbA1c di atas ambang batas pra-diabetes, yaitu kondisi ketika terjadi peningkatan kadar gula darah, tapi belum cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai diabetes.
"Peningkatan dukungan untuk orang dewasa lebih tua yang mengalami kehilangan hubungan pernikahan atau kohabitasi melalui perceraian atau kehilangan (pasangan meninggal), serta pembongkaran stereotip negatif seputar hubungan romantis di kemudian hari, dapat jadi titik awal untuk mengatasi risiko kesehatan," tulis penelitian tersebut. Â
Hubungan kohabitasi dikaitkan dengan penurunan 0,21 persen kadar HbA1c pada kelompok ini. Demi mengontekstualisasikan hasil, para peneliti lain telah menyarankan bahwa penurunan 0,2 persen dalam nilai rata-rata HbA1c populasi akan menurunkan kematian sebesar 25 persen.
Pada studi ini, sebelumnya para peneliti telah menanyakan responden apakah sudah menikah atau belum untuk mengetahui bahwa mereka menikah atau sedang dalam hubugan kohabitasi. 76 persen responden menjawab telah menikah.
Advertisement
Kualitas Pernikahan
Studi lain dari Harvard juga menyebutkan keuntungan kesehatan dari pernikahan. Studi diuji terhadap 25 ribu orang di Inggris yang didiagnosis serangan jantung yang berlangsung antara Januari 2000 dan Maret 2013. Studi dilakukan Unit Studi Algorithm for Comorbidities, Associations, Length of stay and Mortality (ACALM). Algoritme tersebut telah menyusun satu juta data set pasien menggunakan data Hospital Episode Statistics (HES) dari Inggris utara.
Penelitian tersebut menemukan bahwa di antara orang yang mengalami serangan jantung, mereka yang menikah memiliki kemungkinan 14 persen lebih besar untuk bertahan hidup dan dapat meninggalkan rumah sakit dua hari lebih cepat daripada orang lajang yang mengalami serangan jantung.Â
Beberapa respons masyarakat terhadap penelitian ini mungkin membuat para lajang merasa lebih tertekan daripada sebelumnya untuk menemukan pasangan hidup. Peneliti berpikir itu akan sangat disayangkan, karena studi jenis ini hanya dapat menyimpulkan bahwa ada "hubungan" antara pernikahan dengan kesehatan seseorang.
Sementara, terkait hasil kesehatan yang lebih baik setelah serangan jantung, pihaknya tidak dapat menjamin bahwa pernikahan akan mendorong kondisi tersebut.
Cara Harmonis dalam Hubungan
Hubungan harmonis yang bertahan lama tentu jadi dambaan setiap pasangan. Namun, tak dapat dipungkiri, masalah pasti datang, entah kecil atau besar. Melansir kanal Citizen Liputan6.com, berikut adalah cara menjalani hubungan yang harmonis dalam pasangan.
1. Bicara dan diskusi tanpa berteriak
Masalah utama dari pertengkaran dan perselisihan adalah komunikasi yang buruk. Alih-alih meneriaki pasangan, lebih baik Anda bicara dan diskusikan tentang kesalahpahaman tersebut. Selain itu, Anda juga harus berhenti memperebutkan hal kecil, seperti kepuasan diri jika berhasil memegang kendali atas perselisihan.
2. Meminta maaf
Setiap pasangan disarankan meminta maaf jika merasa salah tanpa perlu berusaha membela diri dan lari dari tanggung jawab. Sedangkan bagi Anda yang merasa benar, tidak perlu membesar-besarkan masalah atau menuntut banyak hal pada orang yang dianggap salah.
3. Saling Menghargai
Bentuk komunikasi bukan hanya hal yang disampaikan, tapi juga tentang bagaimana Anda memaknai komunikasi tersebut. Pasangan yang jarang bertengkar biasanya memilih untuk saling mengutarakan rasa syukur dan berterima kasih pada satu sama lain.
Â
Advertisement