Liputan6.com, Jakarta - Perhiasan tak melulu bertugas sebagai aksesori pemanis penampilan, tetapi ada kisah dan makna yang tersimpan di baliknya. Sebut saja semangat pemanfaatan kembali material bekas yang melahirkan perhiasan daur ulang.
Tak sedikit jenama lokal yang melek akan isu keberlanjutan dan menumpuknya sampah di Indonesia. Kehadiran perhiasan daur ulang menjadi wujud spirit, kepedulian, dan kontribusi dalam menekan timbulan sampah dengan berkreasi.
Salah satunya adalah Kunang Jewelry, jenama perhiasan lokal yang berbasis di Bali. Founder dan desainer Kunang Jewelry Dian Suri menyampaikan bahwa pihaknya berfokus pada supply chain yang ada di industri perhiasan.
Advertisement
Baca Juga
"Kita selalu melihat kalau perhiasan itu sebagai sesuatu yang "wah", cuma mulai dari material itu diambil sampai hasilnya supply chainnya sebenarnya sarat dengan isu lingkungan, itu yang mau kita suarakan," kata Dian saat dihubungi Liputan6.com, Selasa, 14 Februari 2023.
Dian melanjutkan semangat tersebut tak dapat disuarakan bila masih menggunakan material dan membuat hal yang sama. Maka, pihaknya mulai merombak gagasan dan bereksperimen pada beberapa bahan.
"Kita fokusnya bagaimana bahan itu bisa diterima sebagai perhiasan, cuma dari pengambilan material itu kita membantu mengurangi sesuatu. Walaupun tidak mass produce, tapi kita juga tidak mau membuat barang yang sekali buat paling cuma lima paling banyak, bagaimana pun juga kita mencoba berada di tengah karena ini sebuah industri," tambahnya.
Beberapa jenis sampah telah dicoba Dian untuk dipadukan menjadi perhiasan, mulai dari plastik sampai kertas. Mempertimbangkan dari sisi ketahanan, kegunaan, fungsi, dan diterima sebagai perhiasan, hingga berujung pada opsi mengolah sampah logam.
"Akhirnya kita mulai eksperimen, gimana caranya sampah ini bisa kita naikkan nilainya," ungkap Dian.
Untuk menjawab supply chain tersebut, dikatakan Dian, harus jelas asal material, awal material, pihak mana yang membuat, hingga pengelolaan sampahnya. "Fokus dari keberlanjutan kita bukan hanya mengolah sampah, secara keseluruhannya terbuka dan dapat ditelusuri," tuturnya.
Material hingga Harga
Material logam yang digunakan adalah material berbahan dasar tembaga yang telah dipilah sebelumnya bekerja sama dengan tiga TPS di Denpasar. Cara kerjanya ada yang material yang dilebur, namun ada pula material yang digunakan kembali tanpa dilebur.
"Kita bikin cetakan habis itu baru kita serahkan ke perajin," kata Dian.
Perjalanan Kunang Jewelry sendiri dimulai dengan eksperimen pada 2017 dan baru dirilis pada akhir 2018 dalam sebuah fashion show. Namun, Dian menyebut pihaknya baru memasarkan perhiasan daur ulang ini pada 2019 dengan kendala yang turut menyertai.
"Kendala utamanya adalah edukasi, karena kita tidak hanya menjual produk. Bagaimana caranya sampah logam ini bisa diterima di masyarakat, juga biar customer mengerti apa yang kita lakukan. Biar edukasinya enggak ke mana-mana," jelasnya.
Bentuk edukasi itu diwujudkan lewat workshop dan bekerja sama dengan beberapa tur yang cukup privat. "10 orang sudah maksimal untuk workshop. Kita datang ke tempat mereka dan mereka bisa bikin perhiasannya sendiri, buat perhiasannya yang simpel," ungkap Dian.
Selain itu, Kunang Jewelry juga menyediakan layanan mendesain kembali perhiasan lama. Dikatakan Dian, logam adalah material yang sangat versatile, bisa didaur ulang terus menerus tanpa mengurangi kualitas.
"Terutama logam-logam yang termasuk logam mulia, mulai dari tembaga, kuningan, perak, emas. Sedangkan orang kadang beli habis itu bosan, nah gimana caranya biar beli, bosan, dan tidak dibuang," terangnya.
Kunang Jewelry menghadirkan ragam aksesori, mulai dari cincin, anting-anting, gelang, dan kalung. Harga perhiasan daur ulang ini berkisar Rp150 ribu--Rp750 ribu.
"Itu semua sudah lapis emas," kata Dian.
Advertisement
Rubysh Jewelry
Kisah inspiratif lainnya datang dari Rubysh Jewelry, jenama perhiasan lokal yang resmi diluncurkan pada 2019. Lahirnya jenama ini berangkat dari tugas kuliah sang pendiri untuk menyelesaikan program masternya di University of Twente, Belanda dengan penelitian yang dilakukan di Bandung.
"Judul penelitian saya dulu terkait dengan integrated waste management. Jadi, saya harus mengelola sampah di salah satu kelurahan dan harus semuanya diolah dalam skala rumah tangga," kata CEO Rubysh Jewelry Encep Amir saat dihubungi Liputan6.com, Selasa, 14 Februari 2023.
Misi dari penelitian Amir adalah agar sampah yang memang tidak bisa diproses lagi itu, sedikit yang berakhir di TPS. "Kayak bikin local recycling center dan salah satu produknya adalah perhiasan, terbuat dari bahan-bahan limbah plastik," lanjutnya.
Kemudian, satu non-governmental organization (NGO) Australia tertarik dengan penelitiannya dan memberikan seed funding ke timnya untuk melanjutkan produk perhiasan saja. "Sehingga keluarlah produk yang memang komersil, yaitu perhiasan," tutur Amir.
Meski dirilis pada 2019, prototipe sebenarnya dimulai pada 2016 untuk mengembangkan produk, website, hingga konsep. Selama tiga tahun itu, ada beberapa kendala yang dihadapi Amir dan tim.
"Kendalanya lebih kepada mencocokkan tren pasar dengan material yang ada, karena material ini yang sifatnya given, sehingga lebih banyak belajar meng-create produk yang bisa diterima market di tengah dinamismya tren fashion," terangnya.
Pria yang tergabung dalam komunitas kelurahan marjinal ini menyebut bahwa pengembangan gagasan bukan hanya untuk mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPS. Hal yang paling terasa adalah dampak terkait dengan pemberdayaan perempuan.
"Karena yang banyak aktif di kelurahan itu ibu-ibu. Sebagian besar partisipan saya pada waktu penelitian itu 90 persen ibu-ibu karena daily di rumah," kata Amir.
Bermakna
Adanya konsep produksi Rubysh yang melibatkan perempuan ini mendukung konsep keberlanjutan yang lain, yaitu gender equality. Ini mempromosikan kesetaraan gender, agar perempuan juga berkontribusi terhadap ekonomi keluarga.
"Kedua, reduced inequalities, kita mendorong agar mereka terlindungi dari segi finansial. Daripada mereka hanya mengelola sampah, kalau diproses lagi seperti jewelry, mungkin mereka punya income lebih dari sekadar menjual sampah plastik yang mentah," jelasnya.
Bicara soal produksi perhiasan daur ulang, ada beberapa material yang digunakan Amir dalam produksinya. "Awalnya memang plastik dulu yang kita olah, spesifiknya botol PET, yaitu botol kemasan minuman yang bening dan tanda recycling nomor 1. Kami banyak recycling botol PET, kita coba olah," tambah Amir.
Berjalannya waktu, tim desainnya mengeksplorasi ke material-material sampah yang lain, seperti botol HDPE (botol kosmetik, sampo, oli) dengan tanda recycling nomor 2. Lalu botol gelas, rongsok kuningan, juga sempat koleksi spesial mendaur ulang limbah karet dari industri mobil
"Sumber materialnya cukup beragam, awalnya dari warga lokal, lama kelamaan kami berjejaring dengan bank sampah karena sudah terpilah dan mudah proses ke tahap selanjutnya. Sekarang sudah kolaborasi dengan beberapa brand yang punya kebijakan pengembalian kemasan," tutur Amir.
Terkait proses produksi, Amir menyebut pihaknya melibatkan dua tipe komunitas. Pertama, komunitas marjinal yang membuat tidak terlalu banyak dan biasanya dihadirkan dalam kampanye khusus.
"Kedua, komunitas perajin yang memang sudah profesional, seperti yang mengolah logam, kami harus bekerja sama dengan industri yang sudah mature dan tahu QC-nya seperti apa. Kami mengombinasikan keduanya, sebagian dikerjakan di komunitas marjinal, sisanya di-finishing oleh komunitas artisan profesional," lanjutnya.
Rubysh Jewelry memiliki empat kategori aksesori, mulai dari cincin, gelang, kalung, dan anting. Harga produknya mulai dari Rp40ribu--Rp1,2 juta.
Advertisement