Liputan6.com, Jakarta - Ramon Y. Tungka, aktor dan penjelajah, mengaku mengadopsi gaya hidup zero waste sejak beberapa tahun lalu. Mantan VJ MTV itu berusaha untuk tidak menghasilkan sampah, terutama ketika sedang berpetualang.
Setiap kali bepergian, Ramon sebisa mungkin tidak membawa barang yang menjadi sampah. "Saya selalu membawa lap, kain yang memang saya bisa gunakan berkali-kali," ujarnya dalam acara Reach For A Greener Tomorrow: Kolaborasi Wujudkan Gaya Hidup Zero Waste untuk Bumi yang digelar di Salihara Arts Center, Pasar Minggu, Selasa, 21 Maret 2023.
Advertisement
Baca Juga
"Karena mudah dibersihkan. Ketika mengelap sepatu kotor, mengelap barang-barang saya, jadi saya nggak perlu pakai tisu lagi."
Selain membawa lap, Ramon juga selalu membawa wadah beserta peralatan makan seperti sendok, garpu, dan pisau untuk menghindari penggunaan alat makan sekali pakai, baik terbuat dari plastik, kertas, atau pun styrofoam. Ia juga menerapkan gaya hidup minim sampah itu di rumahnya.
Ramon menggunakan eco enzyme – cairan hasil fermentasi limbah sampah organik seperti ampas buah atau sayuran, gula, dan air – untuk membersihkan lantai. "Kulit-kulit jeruk, kulit buah naga bisa menjadi eco enzyme, kita pada akhirnya nggak perlu lagi membeli cairan pembersih lantai," tuturnya.
Menurut aktor berusia 38 tahun itu, gaya hidup minim sampah membuatnya lebih hemat. "Benefit paling besarnya apa? Irit, bos," ucapnya.
Kebiasaan menggunakan dan membawa barang-barang yang bisa digunakan berkali-kali sudah diterapkan Ramon dalam keseharian. Ia selalu membawa botol minum untuk menghindari membeli minuman kemasan, dan selalu memakai masker yang tidak sekali pakai.
Kelola Sampah Mandiri
Namun, Ramon mengakui ia tak bisa tak menghasilkan sampah sama sekali. Tetapi, ia berusaha mengelola dan membuangnya secara bijak. Misalnya, jika menggunakan masker yang sekali pakai, ia harus membersihkan dan mengguntingnya dahulu sebelum dibuang.
Jenis sampah lain yang dihasilkannya adalah puntung rokok. "Saya perokok. Tapi (sampahnya) nggak serta merta dibuang sembarangan. Dibungkus dulu, baru cari tempat sampah."
Tas plastik juga masih digunakan Ramon, tetapi hanya untuk membungkus sepatu dan sendal. Jika sudah selesai, tas plastik dapat dicuci dengan air, kemudian dilipat kembali.
Selain menghindari kemasan dan barang sekali pakai, Ramon menyuarakan pentingnya menghabiskan makanan agar tidak menjadi limbah makanan atau food waste.
"Jangan salah, kita beli makan walau dengan tempat makan sendiri, pertanyaannya, kalau nggak dihabisin gimana?" tanyanya kepada penonton yang memenuhi ruangan teater Salihara. "Jadi food waste. Sisa makanan itu sebenarnya penyumbang emisi terbesar. Itu ketika di TPA, wah itu panasnya naudzubillah."
Advertisement
Gaya Hidup yang Menantang
Ketika ditanya tentang kesulitan dalam hal mengedukasi kebiasaan minim sampah kepada sesama kalangan selebriti, Ramon menjawab ia kesulitan. "Nggak usah public figure, tetangga sendiri aja kadang kita susah."
Turut menjadi narasumber dalam sesi 'Kolaborasi Wujudkan Gaya Hidup Zero Waste untuk Bumi', penjelajah dan penggagas gerakan ekspedisi nol sampah Siska Nirmala juga menceritakan tantangan yang ia hadapi saat memulai kebiasaan minim sampah.
"Kalo namanya sulit mah, pasti ya. Yang namanya transisi itu pasti selalu nggak mudah," ungkap Siska yang juga merupakan pendiri Toko Nol Sampah, toko kelontong yang menerapkan konsep zero waste di Bandung.
Siska membutuhkan waktu satu hingga dua tahun untuk beradaptasi dengan gaya hidup nol sampah. Ia harus berusaha keras untuk tidak berbelanja di minimarket lagi karena hampir semua barang yang dijual menggunakan kemasan sekali pakai.
"Saranku adalah jalanin aja yang menurut temen-temen paling mudah. Mau nolak sampah di awal dengan membawa tumbler sendiri itu sudah sangat bagus," ucapnya. "Ketika sesuatu udah jadi kebiasaan, temen-temen melakukannya udah nggak dengan berat hati tapi memang dengan penuh kesadaran."
Ramon menambahkan bahwa perubahan gaya hidup ini harus dilakukan secara kolektif. Ia bersyukur semakin banyak masyarakat, terutama anak muda, yang semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah. "Zero waste bukan lagi menjadi minoritas. Tapi sudah menjadi kebutuhan untuk terus sustain," ungkapnya.
Dimulai Dari Diri Sendiri
Salah satu tantangan mengadopsi gaya hidup yang lebih hijau adalah membeli produk tanpa kemasan. Pasalnya, hampir semua barang yang dijual di toko sudah dikemas dengan plastik oleh industri.
"Kalau memang masih ada demand-nya ya, produsen pasti akan produksi terus," ujar Roy Hendrata Gozalie, Head of Marketing Great Eastern Life Indonesia yang juga turut mengisi acara. Namun, ia meyakini setiap individu memiliki kekuatan untuk mengubah sistem yang sudah terlanjur tercipta ini.
Sejalan dengan hal itu, Ramon menyatakan bahwa masing-masing dari kita bisa memimpin dengan menjadi contoh. Contohnya, jika karyawan-karyawan di sebuah kantor biasa memilah sampah, membawa wadah dari rumah, menggunakan transportasi umum, bukan tidak mungkin perusahaan mengakomodasi kebutuhan tersebut. Misalnya dengan menyediakan dispenser, tong sampah terkategorisasi, dan memberi insentif pada para karyawan yang datang ke kantor dengan sepeda atau transportasi umum.
"Perilakunya karyawan yang akhirnya menggoyang sebuah kebijakan baru," ujarnya.
Sementara, Siska menekankan pentingnya menyuarakan gerakan zero waste melalui media sosial masing-masing. Salah satunya dengan mengapresiasi pihak yang sudah menerapkan kebiasaan zero waste, seperti penjual minuman yang memperbolehkan mengisi minuman dengan botol minum sendiri.
"Jangan malu untuk mengapresiasi produsen-produsen yang sudah melakukan inisiatif-inisiatif untuk perubahan lingkungan." Hal ini, menurutnya, akan membuat industri merasa lebih dihargai dan ingin melanjutkan kebiasaan yang baik untuk lingkungan.
Advertisement