Sukses

Seminar di 6 Kota untuk Tingkatkan Penggunaan Fitofarmaka

Pengembangan Fitofarmaka sekaligus mendukung program pemerintah untuk mencapai kemandirian farmasi.

Liputan6.com, Jakarta - Obat dari bahan alam yang telah teruji klinis, Fitofarmaka bisa menjadi kunci utama kemandirian farmasi nasional, namun masih belum banyak dokter yang meresepkannya kepada pasien. Oleh karena itu PB Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan PT Dexa Medica dan menyelenggarakan Seminar Series bertajuk "Seminar Fitofarmaka: Peran Dokter dalam Pemanfaatan Fitofarmaka Untuk Pelayanan Kesehatan".

Seminar dibuka oleh sambutan Ketua IDI Wilayah Jawa Barat dr. Eka Mulyana, SpOT(K)., FICS., M.Kes., SH., MH.Kes. dan dilanjutkan dengan keynote speech dari Ketua Umum PB IDI Dr. dr. Adib Khumaidi, SpOT.

Menurut dr. Eka, pengembangan Fitofarmaka sekaligus mendukung program pemerintah untuk mencapai kemandirian farmasi. Dokter sebagai profesi medis, kata dr. Eka, harus memahami bahwa fitofarmaka dapat diresepkan sesuai kondisi pasien. Senada, dr. Adib menegaskan bahwa dokter memiliki peran penting agar Fitofarmaka semakin banyak digunakan.

“Yang paling penting adalah dukungan dari dokter Indonesia sendiri untuk kemudian kalau itu teruji klinis maka bisa diresepkan. Kalau sudah diresepkan, maka seharusnya dapat masuk fornas BPJS Kesehatan,” tutur dr. Adib Khumaidi di sela Seminar Series Fitofarmaka. Ia menambahkan bahwa pengembangan OMAI Fitofarmaka harus berbasis riset dan juga melibatkan kemitraan pentahelix.

Seminar ini dihadiri oleh para dokter yang tergabung dalam IDI Wilayah Jawa Barat dengan narasumber, termasuk Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Ditjen Farmalkes Kemenkes Dr. dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., Dr Agusdini mengawali paparan dengan kilas balik awal pandemi COVID-19 di Indonesia, saat stok bahan baku obat yang tersedia hanya cukup untuk kebutuhan 4-5 bulan.

Kondisi tersebut kemudian menyadarkan pemerintah untuk mendorong kemandirian farmasi di Indonesia, salah satunya melalui pengembangan OMAI Fitofarmaka. “Sedihnya, baru 22 item yang mempunyai izin edar Fitofarmaka,” ungkap Dr Agusdini.

Mengenai peluang pengembangan Fitofarmaka, menurut dr. Slamet sangat besar potensinya. Saat ini pun sudah banyak regulasi yang mendukung pengembangan Fitofarmaka. Dr Agusdini juga menyampaikan agar dokter tak perlu ragu meresepkan OMAI ke pasien. Hal ini karena Kemenkes telah merilis Formularium Fitofarmaka.

"Pada Mei 2022, Wakil Menteri Kesehatan dan Sekjen Kemenkes me-launching Formularium Fitofarmaka. Pembiayaannya bisa menggunakan dana kapitasi JKN, kemudian menggunakan Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum. Fitofarmaka juga sudah masuk dalam katalog elektronik pemerintah," ungkap Dr Agusdini.

 

2 dari 2 halaman

Komitmen IDI

Ia juga meyakinkan para dokter bahwa OMAI Fitofarmaka dapat diresepkan kepada pasien. Peresepan Fitofarmaka untuk pasien harus merujuk pada Formularium Fitofarmaka.

Ketum PB IDI dr. Adib juga mengamini bahwa banyak sejawat dokter yang belum mengenal Fitofarmaka. Hal itu membuat IDI berkomitmen untuk melakukan sosialisasi secara massif mengenai Fitofarmaka ke dokter-dokter di seluruh Indonesia.

Director of Research and Business Development Dexa Group, Prof. Raymond memaparkan tentang Kejayaan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). Menurut Prof Raymond, obat berbahan alam harus memiliki standar dan teruji baik secara klinis maupun pra-klinis. Dexa Group, kata Prof Raymond, telah menerapkan teknologi modern dalam pengembangan OMAI.

"Kita harus memastikan aspek keamanan OMAI. Badan POM sudah memiliki pharmacovigillance sehingga bisa memonitor aspek keamanan dari OMAI," jelas Prof. Raymond.

Ia kemudian mengambil contoh produk OMAI Redacid yang mampu membantu mengatasi masalah lambung. Redacid juga masuk dalam Formularium Fitofarmaka yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada 2022.