Sukses

Filosofi 8 Varian Jamu Gendong, Kunyit Asam sampai Sinom

Urutan minum delapan varian jamu gendong ini menggambarkan fase kehidupan manusia.

Liputan6.com, Jakarta - Jamu, termasuk jamu gendong, tidak semata jadi minuman tradisional dengan segudang manfaat kesehatan. Mengingat eksistensi yang sudah lekat dengan kultur masyarakat Indonesia, urutan minum delapan varian jamu gendong pun ternyata memiliki filosofi.

Mengutip situs web Pemkot Surakarta, Sabtu, 25 Februari 2023, susunan minuman tradisional ini menggambarkan fase kehidupan manusia, yang dimulai dari rasa manis-asam, sedikit pedas-hangat, pedas, pahit, tawar, hingga akhirnya manis kembali. Secara berurut, berikut ulasannya:

  1. Kunyit asam dengan rasanya yang manis-asam merupakan simbol awal kehidupan manusia yang terasa manis, tepatnya saat bayi hingga pra-remaja.
  2. Beras kencur memiliki rasa sedikit pedas yang melambangkan fase kehidupan manusia yang perlahan-lahan mulai merasakan tantangan dalam keseharian.
  3. Berlanjut ke cabe puyang yang memiliki rasa pahit dan manis sebagai lambang kehidupan manusia pada usia 19--21 tahun ini. Saat ini, seseorang sudah mulai memasuki fase dewasa yang membuat pengalaman kehidupannnya sudah lebih beragam.
  4. Pahitan melambangkan bahwa hidup ini tidak hanya terasa manis saja. Namun, sekali pun rasanya pahit, itu tetap harus ditelan, atau dalam maknanya "dijalani."
  5. Kunci suruh memaknai bahwa kehidupan akan membaik setelah kepahitan. Selayaknya "kunci" yang merupakan bumbu penyedap makanan dan "suruh" yang memiliki banyak khasiat dalam mengobati penyakit, kesuksesan akan datang setelah banyak kesukaran yang terlewati.
  6. Kudu laos merupakan jamu penghangat yang memaknai bahwa dalam melewati fase kehidupan, seseorang harus mampu jadi penghangat dan pengayom bagi diri sendiri maupun orang di sekelilingnya.
  7. Uyup-uyup merupakan jamu penetral dan rehabilitatif yang bermakna pengabdian diri seutuhnya dan kepasrahan diri secara tulus pada Tuhan.
  8. Sinom, dengan rasanya yang manis, melambangkan bahwa jika manusia di awal dilahirkan dengan fitrah, ia juga seharusnya kembali pada Tuhan dalam keadaan fitrah.
2 dari 4 halaman

Sejarah Jamu Gendong

Dalam catatan sejarahnya, merujuk pada buku Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat yang ditulis Sukini, seperti ditkup 25 Januari 2023, jamu gendong adalah jamu hasil produksi rumahan dan dipasarkan dengan cara memasukkannya ke dalam botol-botol.

Botol-botol jamu itu kemudian disusun di dalam bakul. Penjual jamu menggendong bakul tersebut saat berjualan, yang kemudian melahirkan istilah jamu gendong. Penjual jamu gendong menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling setiap hari. Mereka kebanyakan adalah perempuan, lantaran dulu tenaga laki-laki lebih diperlukan untuk bertani.

Konsep berjualan dengan menggendong barang dagangan ini jadi sesuatu yang terbilang menarik. Penjual jamu gendong biasa menggendong bakul jamunya dengan kain panjang, baik kain batik maupun lurik, sebagai salah satu ciri khas perempuan Jawa ketika membawa sesuatu.

Disebutkan, tidak hanya penjual jamu gendong yang membawa dagangannya dengan cara digendong. Dulu, penjual aneka jajanan, seperti nasi pecel dan nasi liwet, juga berjualan dengan menggendong dagangannya.

3 dari 4 halaman

Makna Menggendong Sesuatu

Para perempuan Jawa, khusus pada zaman dahulu atau di daerah pedesaan, pun membawa aneka barang dengan cara digendong, termasuk ketika membawa kayu bakar, air di dalam jerigen, bahan-bahan pangan, dan hasil pertanian. Inilah yang jadi asal-usul jamu gendong di Indonesia.

Membawa sesuatu dengan cara digendong ini pun menyimpan makna tertentu. Menggendong identik dengan seorang ibu yang membuai bayinya dalam gendongan. Karena itu, para perempuan Jawa yang membawa barang dagangannya dengan cara digendong dimaknai membawa barang dagangan seperti halnya membawa anaknya sendiri.

Barang dagangan merupakan sarana mencari rezeki, sehingga harus dibawa dengan baik, ditawarkan dengan baik, dan disajikan dengan baik. Rezeki pun dicari dengan niat dan cara yang baik. Dengan demikian, usaha mencari rezeki dan apa yang didapat diharapkan memperoleh berkah dari Tuhan.

Diyakini bahwa tradisi meracik dan meminum jamu telah ada sejak ratusan tahun silam, tepatnya pada masa kerajaan Hindu dan Buddha. Seiring zaman, orang-orang keraton mulai mengenalkan jamu pada masyarakat luas.

 

4 dari 4 halaman

Pengenalan Jamu Keluar Keraton

Pengenalan jamu keluar keraton diperkirakan sudah terjadi di periode akhir Kerajaan Majapahit. Tradisi  meminum jamu kemudian berlanjut pada masa kerajaan-kerajaan setelahnya dan terus berjalan hingga periode Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Dulu, jamu hanya dibuat orang-orang yang dianggap mempunyai kekuatan spiritual, seperti wiku atau dukun. Pada masa itu, praktik-praktik pengobatan banyak dilakukan wiku. Para wiku ini umumnya mengobati pasiennya menggunakan ramuan jamu dan doa-doa.

Para wiku sering kali mengirimkan jamu racikannya pada orang-orang yang membutuhkan atau berdasarkan pesanan. Saat itu, jamu dikirimkan para laki-laki yang jadi utusan. Sementara, penjualan jamu dengan cara digendong diperkirakan telah dimulai pada masa Kerajaan Mataram Islam.

Seiring waktu, permintaan terhadap jamu kian meningkat sehingga pengiriman ke berbagai tempat dilakukan secara teratur. Sampai akhirnya, penjualan jamu ke desa-desa terus berkembang, dan banyak orang berjualan jamu secara berkeliling, baik laki-laki maupun perempuan.

Resep pembuatan jamu pun makin tersebar luas. Penjual jamu laki-laki membawa jamu dengan cara memikulnya dan kaum perempuan membawanya dengan cara digendong. Tapi, keluwesan dan keramahan kaum perempuan dirasakan lebih sesuai untuk menjajakan jamu.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.