Sukses

Qatar Larang Konsumsi Serangga, Dianggap Tak Penuhi Syarat Makanan Halal

Qatar menegaskan kembali larangan agama untuk mengonsumsi serangga. Ketetapan diambil setelah Uni Eropa (UE) menambahkan produk baru itu ke dalam daftar makanan yang boleh dikonsumsi.

Liputan6.com, Jakarta - Qatar menegaskan kembali larangan agama untuk mengonsumsi serangga. Hal ini merupakan sebuah langkah yang diambil setelah Uni Eropa (UE) menambahkan produk baru itu ke dalam daftar makanan yang boleh dikonsumsi.

Dikutip dari The Star pada Kamis (2/3/2023), produk serangga tidak memenuhi "persyaratan peraturan teknis makanan halal", kata Menteri Kesehatan Qatar dalam sebuah pernyataan pada 3 Februari 2023.

Ia menambahkan, peraturan Dewan Kerja Sama Teluk atau Gulf Cooperation Council  'dan pendapat agama dari otoritas yang berwenang' melarang 'konsumsi serangga, atau protein dan suplemen yang diekstraksi dari serangga'. Pengumuman tersebut mengikuti 'keputusan beberapa negara untuk menyetujui penggunaan serangga dalam produksi pangan', kata Qatar.

UE tidak menjelaskan negara mana saja yang menyetujui konsumsi serangga. Tetapi, komisi Uni Eropa pada Januari 2023 menyetujui larva dari serangga bernama lesser mealworm, semacam kumbang, dan produk yang mengandung jangkrik rumah untuk digunakan dalam makanan.

Serangga telah lama menjadi sumber protein dalam beberapa komunitas di seluruh dunia. Tingkat konsumsinya meningkat seiring adanya tekanan untuk mencari alternatif selain daging dan makanan lain yang berdampak pada meningkatnya gas rumah kaca yang tinggi.

UE sekarang telah menyetujui empat serangga sebagai "makanan baru". Nantinya, semua produk yang mengandung serangga harus dilabeli dengan jelas.

Para akademisi mengatakan tidak ada aturan yang jelas dalam hukum Islam tentang apakah serangga boleh dimakan. Kebanyakan mengatakan belalang halal atau diperbolehkan, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.

2 dari 4 halaman

“Serangga Tidak Halal”

Sebuah pernyataan dikeluarkan pada 3 Februari 2023 oleh Kementerian Kesehatan Masyarakat Qatar melalui laman Twitter resminya. Bunyinya, "Mengacu pada apa yang beredar tentang keputusan beberapa negara untuk menyetujui penggunaan serangga dalam produksi makanan, Kementerian Kesehatan Masyarakat menekankan bahwa produk makanan yang mengandung serangga dilarang di pasar karena tidak memenuhi persyaratan regulasi teknis pangan halal."

Lebih lanjut, mereka mengumumkan bahwa akan mengawasi sumber protein yang digunakan dalam makanan secara ketat. "Kementerian Kesehatan Masyarakat mengawasi kepatuhan makanan dengan persyaratan halal melalui badan Islam yang diakreditasi oleh Kementerian, dan melalui laboratorium terakreditasi internasional untuk menentukan sumber protein yang terkandung dalam produk makanan secara akurat," tulisnya dalam pemberitahuan yang sama. 

Cuitan tersebut merespons penetapan mealworms atau ulat bambu sebagai 'makanan baru' atau ‘Novel Foods’, yaitu makanan yang belum banyak dikonsumsi oleh orang-orang di UE sebelum 15 Mei 1997, ketika Peraturan pertama tentang makanan baru mulai berlaku.  

Penilaian ilmiah yang ketat yang dilakukan oleh Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) membuat Negara-negara Anggota memberi izin kepada Komisi untuk mengizinkan operator bisnis makanan, yang telah mengajukan izin ini, untuk menempatkan produk serangga di pasar UE. Mengonsumsi serangga adalah hal yang sangat opsional, sehingga tidak akan ada paksaan atau dorongan dari UE. 

3 dari 4 halaman

Serangga Dapat Selamatkan Bumi

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), serangga sebagai makanan akan memainkan peran utama dalam menghadapi banyak masalah yang sedang dan akan terus kita hadapi di abad ke-21. Hal ini seiring dengan meningkatnya biaya protein hewani, kerawanan pangan, tekanan lingkungan, pertumbuhan populasi dan meningkatnya permintaan protein di kalangan kelas menengah.  

Berkat kelimpahan serangga di dunia kita, kandungan protein dan nutrisinya yang tinggi mewakili kurang dari 1 persen jejak karbon ternak dan merupakan alternatif pola makan yang ideal dan berkelanjutan, serta berdampak positif pada lingkungan. Menurut FAO, lebih dari 1900 spesies serangga dilaporkan telah digunakan sebagai makanan di dunia. 

Belum banyak penelitian yang meriset hubungan memakan serangga dengan upaya mengatasi kerusakan lingkungan. Tetapi, mengutip DW, penelitian yang diterbitkan pada 2021 menemukan bahwa protein dari ulat bambu menggunakan 70 persen lebih sedikit lahan dan memompa 23 persen lebih sedikit gas rumah kaca ke atmosfer, dengan jumlah protein yang dengan ayam broiler. Studi sebelumnya juga menemukan serangga lebih baik untuk lingkungan daripada daging, tetapi masih lebih buruk daripada tumbuhan.

4 dari 4 halaman

Banyak yang Merasa Jijik

Senada dengan ahli hukum Islam di Qatar yang menolak memakan serangga karena dianggap najis, masih banyak masyarakat di Eropa dan Amerika Serikat yang enggan mengonsumsi serangga karena merasa jijik. Tiga perempat konsumen Eropa tidak mau menukar daging dengan serangga dan 13 persen% lainnya tidak yakin, menurut laporan Organisasi Konsumen Eropa 2020, sebuah kelompok yang sebagian didanai oleh UE. 

"Perasaan jijik dipandang sebagai rintangan terbesar untuk masuknya serangga ke pasar makanan Barat," tulis para penulis.

Sebuah studi yang diterbitkan pada Desember 2022 menemukan orang lebih mau makan serangga setelah diberitahu tentang manfaat lingkungan. Meskipun banyak yang sangsi terhadap kebersihan dari serangga, EU memastikan mengonsumsi serangga dijamin aman. Pasalnya, “Novel Foods” hanya dapat disahkan jika tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia.

Lebih lanjut, EU memastikan untuk memberi label pada bahan makanan yang mengandung “Novel Foods”, termasuk serangga. Hal ini merupakan komitmen EU terhadap transparansi.