Sukses

Sejarah Kebaya Nyonya yang Dikenakan Transgender Thailand Nong Poy

Transgender Thailand Nong Poy mengenakan kebaya ketika menjalani ritual jelang pernikahan.

Liputan6.com, Jakarta - Nong Poy resmi menikah dengan pujaan hatinya Oak Phakwa Hongyok dalam upacara meriah pada Rabu, 1 Maret 2023. Ia yang dijuluki transgender tercantik di dunia ini mengikat janji suci di Phuket, Thailand, yang dihadiri oleh teman-teman dan keluarga.

Sebelumnya, pemilik nama asli Poyd Treechada ini menjalani ritual menjelang pernikahan berbalut kebaya putih. Dikutip dari Says, Minggu (5/3/2023), pada upacara pranikah itu, Nong Poy mengenakan kebaya Nyonya berwarna putih.

Ia memadukan kebaya tersebut dengan kain batik peranakan bernuansa pink bermotif bunga-bunga. Nong Poy menambahkan aksesori di bagian dada, gelang kaki keemasan, dan memakai sejumlah perhiasan bermata berlian saat memberi penghormatan pada leluhur.

Dikutip dari BBC, kebaya diyakini berasal dari Timur Tengah. Qaba, jaket yang konon berasal dari Turki, mengambil namanya dari kata Persia untuk "jubah kehormatan", dan bangsawan Jawa serta perempuan ditemukan mengenakan pakaian serupa dengan bagian depan terbuka ketika Portugis tiba di Jawa pada 1512, menurut profesor sejarah mode Amerika Linda Welters dan Abby Lillethun dalam buku Fashion History: A Global View.

Pakaian tersebut akhirnya mengambil nama dari kata Portugis "caba" atau "cabaya", yang berarti "tunik". Kebaya menjadi kata yang digunakan untuk jubah atau blus pria dan perempuan.

Namun sejak abad ke-19 dan seterusnya, kebaya menjadi sinonim di Asia Tenggara dengan blus perempuan yang dipasangkan dengan sarung batik. Gaya ini menjadi populer di kalangan perempuan Belanda pada masa Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Gaya tersebut juga diadopsi oleh perempuan di Asia Tenggara yang menganut Islam dan ingin berpakaian lebih sopan. Kebaya cocok untuk iklim tropis.

2 dari 4 halaman

Kebaya di Berbagai Wilayah

Selama bertahun-tahun, kebaya hadir dengan banyak bentuk. Pakaian awal termasuk kebaya panjang, blus bagian depan terbuka selutut yang diikat dengan bros dan berlengan panjang.

Saat ini versi yang paling terkenal termasuk kebaya kartini, yang populer di kalangan bangsawan Jawa; kebaya kutabaru, yang memiliki potongan bahan di bawahnya agar terlihat seperti kemben tiruan (kain dada); dan kebaya nyonya, yang terbuat dari sutra atau voile warna-warni dan dihiasi sulaman.

Ketika kebaya diadopsi oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan orang-orang biasa yang meniru bangsawan Jawa dan kota-kota pelabuhan kosmopolitan yang ingin merangkul mode baru, para perajin dari setiap pulau atau komunitas membubuhkan cap mereka sendiri di atasnya.

Pelancong ke Indonesia akan melihat perempuan Bali menutup kebaya mereka dengan bantuan selempang warna-warni yang kontras. Sementara di Jawa, banyak perempuan mengenakan kebaya versi putih dengan pinggiran renda Eropa, gaya yang dipopulerkan oleh Belanda pada masa kolonial.

Sedangkan di Kepulauan Riau, para perempuan memanjangkan keliman kebaya hingga jatuh ke lutut. Di negara Brunei, perempuan mengenakan kebaya yang terbuat dari kain songket yang ditenun dengan benang emas. Sementara di Malaka dan Penang Malaysia, beberapa perempuan Peranakan (keturunan pedagang Cina abad ke-14 yang menikah dengan perempuan lokal di Asia Tenggara) mungkin menyulam blus mereka dengan phoenix dan peony sebagai bentuk penghormatan pada warisan Cina mereka.

 
3 dari 4 halaman

Resmi Menikah

Seperti diwartakan Says, pernikahan Nong Poy dan Oak Phakwa Hongyok mengusung tema yang berpusat pada kebiasaan tradisional Peranakan Baba Nyonya, lapor China Press. Enam abad lalu, gelombang imigran Tionghoa pindah ke wilayah tersebut dan melahirkan budaya Baba Nyonya di Thailand, yang dipilih dengan tepat oleh pasangan tersebut sebagai tema pernikahan mereka.

Di hari pernikahannya, Nong Poy terlihat mengenakan gaun pengantin tradisional yang memukau. Penampilannya berhiaskan mahkota emas, kalung, gelang, anting, dan aksesori lainnya.

Dikutip dari Harper's Bazaar Thailand, memilih busana pengantin berdesain rumit, yang disebut sebagai "gaun baba Cina Peranakan vintage dari Museum Mesh." Gaun merah muda panjang itu terbuat dari sutra berhiaskan bulu kelinci dan disulam motif poppy emas.

Busana tersebut merupakan simbol kenangan, harapan, dan kedamaian untuk masa depan. Dalam gaya terinspirasi Art Deco pada 1910-an, detail kerah stand-up dan lengan lipit bermaterial sutra Prancis jadi pelengkap busana bervisual indah tersebut.

Bawahan yang dikenakan mempelai perempuan disebut sebagai "kain batik motif Jawa yang digunakan di keraton pada masa lalu." Sekilas, bawahan pelengkap gaun Nong Poy memang mirip dengan kain batik truntum dari Solo, Jawa Tengah.

Nama "Truntum" diambil dari kata bahasa Jawa, yaitu "Taruntum," yang artinya tumbuh kembali, bersemi kembali, atau semarak kembali. Truntum merupakan gambaran serupa kuntum, yaitu kembang di langit yang bentuknya disebut mirip kembang tanjung.

4 dari 4 halaman

Tampilan Mempelai

Motif batik yang kerap digunakan pengantin Jawa ini merupakan simbol harapan akan kesetiaan dan keharmonisan hubungan. Filosofi ini sering dinarasikan pula sebagai hubungan spiritual persona Jawa dengan Tuhannya.

Semua ansambel yang dipakai Nong Poy disebut sebagai milik nenek pengantin pria. Ia tercatat mengenakan rangkaian perhiasan emas dan batu mulia yang merupakan "barang antik berumur ratusan tahun."

Perpaduannya, yakni sepasang anting berlian dari keluarga Hongyok yang dulunya dimiliki keluarga Kerajaan Portugis dengan kalung berlian kuno Chao Chom Uan yang dianugerahkan oleh Raja Rama V. Terdapat pula tiga buah bros berlian atau jepitan logam sebagai pengganti kancing.

Tidak ketinggalan, mahkota bunga alias Hua Kuan yang dibuat ulang secara rumit menggunakan emas oleh Kelompok Kerajinan Kuno, Provinsi Ranong. Pembuatan mahkota yang dihiasi tali emas, serta disulam dengan berlian dan permata mutiara Phuket ini memakan waktu lebih dari tiga bulan.

Melengkapi penampilan Nong Poy, suaminya, Oak Phakwa, memilih setelan jas hitam klasik, lengkap dengan dasi kupu-kupu dan bros keemasan sebagai anggukan pada detail busana mempelai wanita. Ia juga memakai sepatu pantofel senada.

Pasangan itu telah bersama selama tiga tahun sebelum secara resmi menikah. Suami Nong Poy dikatakan berasal dari keluarga kaya di Phuket dan dia melanjutkan kesuksesan keluarganya dengan menjalankan banyak bisnis di Negeri Gajah Putih.