Liputan6.com, Jakarta - Serangkaian pembunuhan kucing menggegerkan sebuah kota di Jepang. Penemuan mengerikan pertama datang ketika seorang perempuan yang menemukan kepala dan cakar kucing berbintik cokelat yang terpenggal saat dia berjalan di sepanjang tepi Sungai Arakawa di Kota Saitama, Jepang.
Dikutip dari CNN, Minggu, 5 Maret 2023, beberapa hari kemudian, apa yang diyakini polisi adalah sisa tubuh kucing ditemukan di halaman sebuah sekolah dasar. Dalam 10 hari, pada akhir Februari 2023, masyarakat telah menemukan dua lagi bangkai kucing yang dimutilasi, satu di lapangan dan satu lagi di pinggir jalan kota kecil.
Advertisement
Baca Juga
Sekolah setempat meminta guru untuk mengantar anak-anak pulang dan menasihati mereka untuk berjalan dalam kelompok besar. Polisi telah meningkatkan patroli, menurut penyiar publik Jepang NHK.
Pembunuhan itu telah menimbulkan kenangan tidak nyaman di Saitama. Kota tersebut baru-baru ini memenjarakan seorang pembunuh kucing yang menyiksa beberapa hewan dan mengunggah video tindakannya secara online.
Mereka juga mengangkat kembali momok pembunuhan anak-anak Kota Kobe pada 1990-an. Ketika itu, seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dengan riwayat bertindak kekejaman terhadap hewan membunuh dua anak, usia 10 dan 11 tahun, dan melukai tiga lainnya.
Sementara, pembunuhan kucing tersebut juga terjadi pada saat yang membingungkan bagi sekolah-sekolah di daerah tersebut. Awal pekan ini, seorang guru di sekolah menengah pertama di Toda, Jepang dilaporkan ditikam oleh seorang siswa, yang memicu evakuasi.
Diselidiki
Seorang juru bicara polisi Saitama mengatakan kepada CNN bahwa mereka telah meluncurkan investigasi kekejaman terhadap hewan. Pihaknya juga sedang menyelidiki apakah berbagai pembunuhan kucing terkait.
Adalah sebuah kejahatan untuk membunuh atau melukai hewan di Jepang. Tindakan tersebut dapat dihukum dengan hukuman penjara hingga lima tahun atau denda sekitar 5 juta yen atau sekitar Rp562 juta.
Seorang perempuan berusia 80-an mengatakan kepada NHK bahwa dia merasa "takut dan tidak nyaman" saat mendengar berita tentang pembunuhan kucing. Namun, kekhawatirannya melampaui kekhawatiran tentang kesejahteraan hewan.
Setelah pembunuhan tersebut, berbagai ahli telah memperingatkan bahwa dalam beberapa pikiran kekejaman terhadap hewan dapat bertindak sebagai pintu gerbang menuju kejahatan yang lebih keji. "Biasanya, tindakan kriminal dan kekejaman disembunyikan, tetapi menampilkannya secara online mungkin merupakan bentuk ekspresi diri," kata Kenji Omata, seorang profesor psikologi dari Surugadai University, kepada NHK.
Omata merujuk kedua kasus pembunuh kucing sebelumnya di prefektur Saitama. Ia menyebut "ada juga pelecehan hewan dalam kasus pembunuhan berantai anak di Kota Kobe."
Advertisement
Dampak Serius
"Saya sangat prihatin berapa lama insiden serupa akan berlanjut dan apakah orang akan dirugikan," kata Omata.
Kim J. McCoy, seorang pengacara yang mendirikan Organisasi Hukum dan Perlindungan Hewan Hong Kong, memperingatkan bahwa beberapa kasus kekejaman terhadap hewan "berkembang menjadi pelanggaran yang lebih serius terhadap manusia."
"Ada bukti empiris yang mendukung korelasi langsung antara mereka yang melakukan kekerasan terhadap hewan dan mereka yang melakukan kejahatan lain yang lebih kejam terhadap manusia," kata McCoy.
Bahkan ketika kekerasan terbatas pada hewan, masih ada kebutuhan untuk bertindak, tambah McCoy. "Hewan rentan," kata McCoy. "Mereka pantas dan membutuhkan perlindungan yang tepat dari bahaya."
Selain teror mutilasi kucing, Saitama juga dihebohkan dengan kasus remaja yang diduga menikam guru di sebuah sekolah menengah pertama di dekat Tokyo. Dikutip dari Japan Times, Minggu (5/3/2023), remaja itu mengatakan kepada polisi bahwa dia ingin melihat "apa yang akan terjadi jika seseorang terbunuh", kata sumber investigasi pada Kamis, 2 Maret 2023.
Remaja Diduga Tikam Guru
Pria berusia 17 tahun itu juga mengatakan dia memilih untuk memasuki halaman SMP Misasa sekitar tengah hari karena akan ada sesi kelas pada waktu itu, menurut sumber tersebut. Ia memiliki setidaknya tiga pisau yang dimilikinya selama insiden di Toda, Prefektur Saitama.
Remaja tersebut, seorang siswa sekolah menengah dari kota tetangga Saitama, tidak mengetahui guru yang telah dia serang. Namanya dirahasiakan karena masih di bawah umur.
Menurut Polisi Prefektur Saitama, tersangka penyerang mencoba memasuki ruang kelas di lantai tiga SMP Misasa melalui pintu belakang sekitar pukul 12.20 pada Rabu, 1 Maret 2023 saat siswa mengikuti ujian akhir semester. Seorang guru berusia 60 tahun yang bertindak sebagai pengawas ujian terlibat perkelahian dengan siswa tersebut.
Ia menderita banyak luka di lengan dan tubuh bagian bawahnya, termasuk luka tusukan yang dalam di perutnya. 28 siswa di kelas pada saat itu dievakuasi dengan aman. Tersangka ditahan oleh guru yang bergegas ke tempat kejadian, dan dia ditangkap karena dicurigai melakukan percobaan pembunuhan.
Advertisement