Sukses

Gunung Sampah di India Terbakar, 600 Ribu Warga Kota Terancam Hirup Gas Metan Berbahaya

Kebakaran di salah satu gunung sampah India menghasilkan emisi gas metan yang beracun dan memaksa ratusan ribu warga kota Kochi, negara bagian Kerala, berdiam diri di rumah.

Liputan6.com, Jakarta - Petugas pemadam kebakaran berjibaku memadamkan api di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Brahmapuram di Kota Kochi, negara bagian Kerala, India. Salah satu gunung sampah di TPA itu terbakar sejak Kamis, 2 Maret 2023, dan menghasilkan asap beracun yang membahayakan warga sekitar.

Itu menjadi kasus kebakaran gunung sampah di India yang menimbulkan panas berbahaya dan emisi gas metan, dan menambah tantangan pengendalian krisis iklim di negara itu. Otoritas setempat menyarankan sekitar 600 ribu warga kota untuk tetap berada di dalam ruangan atau menggunakan masker N95 ketika terpaksa ke luar ruang. Kebakaran gunung sampah itu juga memaksa sekolah-sekolah di kota itu ditutup pada Senin, 6 Maret 2023, sebagai akibat polusi udara. 

Petugas pemadam kebakaran Kerala hingga saat ini belum menentukan penyebab pasti kebakaran di TPA Brahmapuram, tetapi api mudah dipicu oleh gas yang mudah terbakar dari sampah yang membusuk. Gambar dan video yang dirilis oleh pejabat menunjukkan para pekerja berlomba untuk memadamkan api yang mengepul yang menyebabkan asap tebal beracun membumbung tinggi ke langit.

Api saat ini telah dipadamkan sebagian. Asap tebal dan gas metana terus menutupi area tersebut, mengurangi jarak pandang dan kualitas udara kota, sambil mengeluarkan bau menyengat yang bertahan lama.

Sejumlah petugas pemadam kebakaran pingsan karena asap, kata departemen pemadam kebakaran. Dikutip dari CNN, Rabu (8/3/2023), Pengadilan Tinggi Kerala mengatakan akan menangani kasus tersebut pada Selasa, 7 Maret 2023.

TPA-TPA di India menghasilkan lebih banyak gas metan daripada negara lain, menurut GHGSat yang memonitor emisi via satelit. Metana atau metan adalah gas rumah kaca terbanyak kedua setelah karbon dioksida, tetapi penyumbang krisis iklim yang lebih kuat karena memerangkap lebih banyak panas.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

3.000 TPA

Brahmapuram hanyalah satu dari 3.000 TPA yang kelebihan beban oleh sampah yang membusuk dan gas beracun yang dihasilkan. Dioperasikan apda 2008, TPA itu menempati lahan 16 hektare menurut laporan International Urban Cooperation pada 2020, sebuah program Uni Eropa.

Laporan juga menyebutkan TPA itu menerima sekitar 100 metrik ton sampah plastik setiap hari, hanya sekitar satu persen yang cocok untuk didaur ulang. Sebanyak 99 persen sisanya dibuang sebagai tumpukan di lokasi, kata studi tersebut, menyebutnya sebagai "ancaman bagi perusahaan kota."

"Tempat sampah plastik di Brahmapuram semakin hari semakin bertambah," katanya. "Kami telah melihat beberapa kebakaran selama beberapa tahun terakhir, sehingga mencemari udara dan lingkungan."

Meskipun ukuran dan ancamannya semakin besar, TPA tersebut bukanlah yang terbesar di India. Tempat pembuangan sampah Deonar di kota pesisir barat Mumbai, yang gunungan sampahnya setinggi 18 lantai diklaim menduduki tempat teratas.

Deonar juga menyaksikan kebakaran sporadis terjadi, menyelimuti sekitar satu juta penduduk di pinggiran Chembur, Govandi dan Mankhurd di dekatnya. Tidak ada pengolahan limbah secara formal di sebagian besar kota di India, menurut Badan Pencemaran Pusat pemerintah.

 

 

3 dari 4 halaman

Terjadi Berulang Kali

Pemulung dari daerah kumuh terdekat sering mendaki gundukan yang menjulang tinggi dan menjelajahi sampah untuk beberapa sen per hari, tetapi mereka tidak terlatih untuk memisahkannya dengan benar. Dalam beberapa kasus, sampah dibakar begitu saja di tempat pembuangan terbuka di jalan.

Insiden kebakaran di tempat pembuangan sampah bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Pada tahun lalu, petugas pemadam kebakaran bekerja selama berhari-hari untuk memadamkan api setelah kebakaran terjadi di TPA Ghazipur Delhi yang terbesar di ibu kota.

Berdiri setinggi 65 meter (213 kaki), hampir setinggi Taj Mahal yang bersejarah, menjadi tengara tersendiri dan merusak pemandangan yang menjulang di atas rumah-rumah di sekitarnya, yang memengaruhi kesehatan orang-orang yang tinggal di sana. Emisi gas metana bukan satu-satunya bahaya yang berasal dari TPA.

Selama beberapa dekade, racun berbahaya telah merembes ke dalam tanah, mencemari pasokan air bagi ribuan orang yang tinggal di sekitarnya. Di Bhalswa, salah satu tempat pembuangan sampah besar lainnya di Delhi, penduduk mengeluhkan luka kulit yang dalam dan menyakitkan serta masalah pernapasan karena bertahun-tahun tinggal di dekat gundukan berbahaya.

4 dari 4 halaman

Clean India

 

Untuk mengatasi krisis iklim, India meluncurkan inisiatif Clean India. Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan sejumlah upaya dilakukan untuk menghilangkan gunung-gunung sampah dan mengubahnya menjadi zona hijau. Bila tercapai, target itu bisa melegakan penderitaan sejumlah warga yang tinggal dibayang-bayangi TPA begitu banyak, sekaligus membantu dunia menurunkan emisi gas rumah kaca.

Meski berupaya menekan buangan metan, negara itu tidak bergabung bersama 150 negara lain yang menandatangani Ikrar Metana Global, sebuah pakta untuk secara kolektif memangkas emisi global setidaknya 30 persen dari tingkat 2020 pada 2030. Para ilmuwan memperkirakan pengurangan tersebut dapat memangkas kenaikan suhu global sebesar 0,2 persen – dan membantu dunia mencapai target menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celcius .

India mengatakan tidak akan bergabung dalam pakta itu karena sebagian besar emisi metananya berasal dari pertanian. Terdiri dari sekitar 74 persen dari hewan ternak dan sawah kurang dari 15 persen dari TPA.

Pada 2021, Menteri Lingkungan India Ashwini Choubey menyatakan mengurangi produksi gas metan total negara itu dapat mengancam mata pencaharian petani dan berdampak pada ekonomi. Tetapi, para pecinta lingkungan mengingatkan bahwa negara itu menghadapi tantangan iklim yang mengerikan dari gundukan sampahnya yang mengepul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.