Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) sedang bersiap untuk melonggarkan pembatasan tes COVID-19 untuk pelancong dari China yang akan berlaku paling cepat pada Jumat, 8 Maret 2023. Hal itu seiring membaiknya situasi lantaran penurunan kasus rawat inap hingga angka kematian di China.
Informasi pertama kali diketahui dari orang dalam di pemerintahan Biden. Melansir dari The Guardian, Rabu (8/3/2023), The Washington Post pertama kali melaporkan pada Selasa tentang pelonggaran persyaratan tes COVID-19.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, Amerika Serikat memberlakukan pengetatan kunjungan bagi turis China pada dua bulan lalu. Kebijakan itu merespons lonjakan kasus Covid-19 di negara itu hingga membuat rumah sakit dan krematorium kewalahan setelah negara itu mendadak mengakhiri berakhirnya kebijakan "nol Covid".
Saat itu, pejabat AS juga mengatakan kurangnya transparansi dari pemerintah China tentang besarnya lonjakan atau varian yang beredar. Sebagai bagian dari tanggapannya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) memperluas pengawasan genomik di beberapa bandara AS, mengumpulkan sampel sukarela dari penumpang pada ratusan penerbangan mingguan dari Tiongkok, dan menguji air limbah dari pesawat. Program Pengawasan Genomic Berbasis Pelancong akan terus memantau pelancong dari Tiongkok dan lebih dari 30 negara lainnya.Â
Aturan yang diberlakukan pada Januari 2023 mengharuskan orang yang bepergian langsung atau melalui negara lain ke AS dari China, Hong Kong, dan Makau, untuk melakukan tes COVID-19, tidak lebih dari dua hari sebelum perjalanan dan memberikan tes negatif sebelum naik ke pesawat mereka. Mereka juga dapat menunjukkan dokumentasi telah tertular dan sembuh dari Covid.
Perdebatan Asal-usul COVID-19
China mengalami lonjakan infeksi dan kematian setelah mereda dari strategi nol-Covid pada awal Desember 2022. Ada protes publik yang jarang terjadi terhadap kebijakan yang mengurung jutaan orang di rumah mereka dan memancing protes dan tuntutan supaya Presiden Xi Jinping mengundurkan diri.
Mengutip dari kanal Global Liputan6.com, 4 Maret 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak semua negara untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui mengenai asal-usul COVID-19. Hal itu terjadi usai klaim dari beberapa lembaga pemerintah AS tentang kebocoran laboratorium China di balik penyakit itu dibantah keras Beijing.
"Jika ada negara yang memiliki informasi tentang asal-usul pandemi, informasi tersebut harus dibagikan kepada WHO dan komunitas ilmiah internasional," sebut direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Jumat 2 Maret 2023 dikutip dari The Guardian.
Direktur FBI, Christopher Wray, sempat mengatakan kepada Fox News, Selasa, 28 Februari 2023, agensinya sekarang menilai sumber pandemi COVID-19 adalah "kemungkinan besar potensi insiden laboratorium di Wuhan". Infeksi pertama dari Virus Corona tercatat di akhir 2019 di salah satu kota di China, yang menampung laboratorium penelitian virus. Pejabat China membantah klaim FBI, menyebutnya sebagai kampanye kotor terhadap Beijing.Â
Â
Advertisement
Hasil Hipotesis Wabah COVID-19
Tedros menekankan bahwa WHO tidak ingin menyalahkan, tetapi ingin "memajukan pemahaman kita tentang bagaimana pandemi ini dimulai sehingga kita bisa mencegah, mempersiapkan, dan menanggapi epidemi dan pandemi di masa depan". Dia mengatakan politisasi penelitian asal-usul virus membuat karya ilmiah lebih sulit dan akibatnya dunia menjadi kurang aman.
Pada 2021, Badan Kesehatan PBB (WHO) membentuk Scientific Advisory Group for the Origins of Novel Pathogens (Sago) untuk menyelidiki asal muasal pandemi. Namun hingga kini belum ada hasil pasti terkait asal virus tersebut.
"WHO terus meminta China untuk transparan dalam berbagi data dan untuk melakukan penyelidikan yang diperlukan dan membagikan hasilnya," kata Tedros, menambahkan bahwa dia telah menulis dan berbicara dengan para pemimpin China pada beberapa kesempatan.
Ia menyambung "Hingga saat itu, semua hipotesis mengenai asal-usul virus tetap ada." Adapun komentar dari Direktur FBI, Christopher Wray muncul usai laporan awal yang mengatakan Departemen Energi AS sudah menetapkan tentang kebocoran laboratorium China kemungkinan besar jadi penyebab wabah COVID-19. Tapi, penilaian ini dilakukan dengan "keyakinan rendah".
Â
Keharusan Pengungkapan Awal Pandemi COVID-19 Terjadi
Dilaporkan AP News, Rabu, 1 Maret 2023, Kementerian Energi AS sebetulnya tidak sepenuhnya percaya diri dengan teori bocornya COVID-19 dari laboratorium kembali beredar di Amerika Serikat (AS). Lembaga-lembaga AS juga belum sepakat tentang asal virus tersebut.
Sementara itu, badan-badan lain di komunitas intelijen AS memercayai virus itu muncul secara alami. Maria Van Kerkhove, kepala teknis COVID-19 WHO, mengungkapkan organisasi tersebut sudah menghubungi misi AS di Jenewa untuk informasi lebih lanjut. "Tapi sejauh ini, mereka tak memiliki akses ke data yang menjadi dasar laporan AS," sebut Van Kerkhove.
"Tetap penting bahwa informasi itu dibagikan untuk membantu memajukan studi ilmiah," tambahnya.
Kepala WHO, Tedros ikut mengatakan ada keharusan moral untuk mengetahui bagaimana pandemi dimulai, demi jutaan orang yang kehilangan nyawa sebab COVID-19 dan mereka yang hidup dengan COVID lama. Lebih dari 6,8 juta kematian akibat COVID-19 dan lebih dari 758 juta kasus yang dikonfirmasi telah dicatat oleh WHO. Organisasi ini mengakui jumlah korban sebenarnya jauh lebih banyak.
Advertisement