Liputan6.com, Jakarta - Banyak jalan diupayakan demi menekan sampah kemasan. Salah satunya dengan kembali menerapkan pola transaksi jual beli isi ulang, seperti yang diuji coba Nestle dengan menjual sereal dan susu bubuk di vending machine. Pihak perusahaan menggandeng Qyos untuk merancang mesin penjual otomatis yang sesuai kebutuhan mereka.
"Ini proyek (berjalan) empat sampai enam bulan. Kita lakukan studi di dua toko, Naga Swalayan Simatupang dan Farmers Market Summarecon Mall Serpong, dimulai dari 15 Maret 2023," kata Prawitya Soemadijo, Direktur Sustainability PT Nestlé Indonesia, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, 9 Maret 2023.
Advertisement
Ia menjelaskan uji coba itu merupakan proyek kedua setelah proyek WOW di 2019. Di tahap pertama, Nestle menggandeng Siklus menjajakan beberapa produknya langsung ke konsumen di perumahan. Produk diwadahi dalam dispenser sehingga konsumen cukup membawa wadah sendiri sebagai tempat menaruh produk.
Sementara, proyek ini menyasar konsumen yang berbelanja di pasar ritel modern. Dua lokasi tempat uji coba dipilih untuk melihat minat konsumen terhadap cara transaksi berbeda dari produk yang biasa dikemas sekali pakai.
"Ini adalah studi pasar kemasan isi ulang. Seperti selayaknya program yang lalu, tujuannya untuk mendapatkan insight, penerimaan dari konsumen. Satu, konsepnya, kemudian sebagai konsumen, terbantu enggak, karena banyak fitur-fitur. (Harganya) agak sedikit lebih murah dari yang ada kemasan," perempuan yang akrab disapa Esi itu menjelaskan.
Setelah uji coba selesai, pihaknya akan mengevaluasi data-data yang terkumpul. Diharapkan penerimaan pasar bisa positif sehingga pola penjualan isi ulang produk itu bisa dilanjutkan dan direplikasi ke berbagai tempat secara masif.
"Keinginannya, studi kelayakan ini mudah-mudahan didukung untuk menambah unit. Yang penting keberlanjutannya, step by step," ia menambahkan.
Â
Target Kurangi Sampah Kemasan yang Tak Bisa Didaur Ulang
Esi menjelaskan target utama kedua proyek itu adalah mengatasi 15 persen sampah kemasan yang tidak bisa didaur ulang. Saat ini, Nestle mengklaim sudah mampu mendaur ulang sekitar 85 persen kemasan mereka.
Hal itu diapresiasi Ujang Solihin Sidik, Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK. Ia menerangkan pola bisnis itu potensial berkembang di masa depan. Ia mengutip data riset yang menyebut nilai bisnis isi ulang saat ini mencapai 10 juta dolar AS.
"Ini langkah konkret yang ramah lingkungan, benar-benar ramah lingkungan karena tidak ada sampah kemasan yang dihasilkan. Kita kembali ke pola hidup lama. Generasi kolonial pernah merasakan beli produk bawa kemasan sendiri, bawa sendiri. Milk man business, mengantarkan susu dengan kemasan gelas," ia menjelaskan.
Ia juga mengingatkan bahwa setiap produsen atau pemilik label berkewajiban untuk berkontribusi mengatasi persoalan sampah, khususnya sampah kemasan. Terlebih, pemerintah lewat KLHK menargetkan emisi nol dari sampah.Â
"Di dalam peraturan (PermenLHK 75/2019), setiap produsen/brand owner memiliki kewajiban, semacam peta jalan, mengurangi sampah dari produk atau kemasan produk yang dihasilkan. Setiap produsen diminta menyusun dokumen dan sampaikan ke kami. Road map ini bisa jadi peta jalan10 tahunan," ia menjelaskan.
Â
Advertisement
Bantu Ubah Perilakuk Konsumen Lewat Konsep Isi Ulang
Sementara, Darina Maulana, Zero Waste Living Lab Indonesia Program Lead, meyakini bahwa kolaborasi yang berlangsung bisa menciptakan perubahan perilaku konsumen di Indonesia. Meski begitu, ia menyebut hal tersebut memerlukan waktu.
"Produk-produk yang kita konsumsi selama ini sangat linear. Habis dipakai, langsung ke landfill. Kalau sampah tidak ada, kita pakai guna ulang, akan signifikan kurangi sampahnya," ucapnya.
Ada tantangan yang dihadapi dalam menyiapkan proyek uji coba tersebut. Mengingat produknya masuk kategori makanan dan minuman, kualitas dan keamanan produk jadi prioritas yang harus dijaga. Tidak sekadar memastikan mesin terjaga kebersihannya, tetapi juga distribusi produk sejak dari pabrik hingga sampai ke tangan konsumen.
"Bersama-sama kita udah tes dan compliance dengan standar industri keamanan makanan... Kita bisa nge-track keamanan, ada datanya," ujarnya.
Saat uji coba dimulai, konsumen bisa langsung membawa wadah kedap udara sendiri atau membeli wadah isi ulang dengan harga Rp15 ribu. Satu wadah itu bisa diisi dengan 100--150 gram sereal atau 300--400 gram susu bubuk. Seorang petugas akan melayani transaksi dan memastikan sanitasi dan higienitas terjaga, mulai dari wadah yang dipakai sampai tempat menaruh wadah isi ulang.
Â
Tak Buka TPA Baru di 2030
Sekretaris Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) KLHK, Sayid Muhadhar, menguraikan salah satu aksi mitigasi yang akan dilakukan secara bertahap dan komprehensi adalah pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan metode lahan urug saniter. Pemerintah menargetkan metode itu diterapkan di seluruh TPA pada 2025.
"Kami ingin daerah dapat merasakan manfaat dari gerakan bersih sampah. Kami di KLHK memiliki target zero emission dari sektor sampah. Komitmen kami di pusat ini kami tunjukkan dengan mendorong kabupaten/kota mulai dari gerakan bersih sampah seperti yang telah kita laksanakan tadi," kata Sayid di Bank Sampah Bersinar, Kecamatan Baleendah, Bandung, Sabtu, 18 Februari 2023, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Minggu, 19 Februari 2023.
Berdasarkan buku Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi, metode lahan urug saniter yang dikenal pula dengan sebutan sanitary landfill adalah pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah. Kemudian, sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah sebagai lapisan penutup, lalu dipadatkan.
Cara tersebut memerlukan sejumlah persyaratan, di antaranya tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, dan alat-alat besar guna menimbun tanah. Metode ini bermaksud menggantikan open dumping yang diterapkan di TPA saat ini. Sistem itu hanya membuang sampah secara terbuka dan terbukti menimbulkan beragam masalah lingkungan, seperti bau, tidak estetis, dan jadi sumber penularan penyakit.
Advertisement