Sukses

Heboh 4 Influencer Indonesia Dituding Eksploitasi Primata demi Konten Media Sosial

Empat influencer Indonesia yang dituduh mengeksploitasi primata demi konten media sosial, yakni Alshad Ahmad, Irfan Hakim, Audrey, dan Rexie.

Liputan6.com, Jakarta - "Kenapa sih influencer Indonesia mengeksploitasi primata untuk penayangan dan like (konten media sosial)?!" tulis akun Instagram @primatesfromtheworld, baru-baru ini. Ada empat influencer Indonesia yang disorot perihal ini, yakni Alshad Ahmad, Irfan Hakim, Audrey, dan Rexie.

Akun itu menyambung, "Setelah influencer Indonesia @alshadahmad jadi viral karena berpose dan berinteraksi dengan orangutan di Safari World Bangkok yang kontroversial, saya melakukan penelitian lebih lanjut dan saya terkejut!"

"Banyak influencer Indonesia yang memiliki primata! Sebagian besar bayi kera. Orang-orang ini adalah pembeli satwa liar atau penjual satwa liar, menggunakan primata untuk konten media sosial," ia menuduh.

"Orang-orang ini BUKAN ahli, mereka bukan ahli primata, atau konservasionis," tuturnya. "Beberapa pertanyaan besarnya adalah mengapa pemerintah Indonesia membiarkan orang-orang ini membeli dan mengeksploitasi primata dengan cara yang tidak etis? Menjadi influencer terkenal, pasti mereka akan mempengaruhi orang untuk melakukan hal yang sama?"

"Akun ini didedikasikan untuk kera besar, tapi jangan lupakan jenis primata lain yang tidak dilindungi undang-undang dan masih banyak dieksploitasi," tutupnya seraya menandai akun empat figur tersebut: @alshadahmad, @irfanhakim75, @audreyaofficial, dan @rexie_vincie.

Tidak butuh waktu lama bagi unggahan ini menarik perhatian banyak warganet. Salah satunya menulis, "Yang menyedihkan adalah itu sebenarnya legal. Saya tidak tahu banyak tentang kasus-kasus lain, tapi terkait Irfan Hakim, saya cukup yakin ia memiliki izin (memelihara) satwa liar atau semacamnya dan secara hukum diperbolehkan baginya untuk memilikinya."

"Dia sebenarnya memiliki acara TV yang menampilkan hewan liarnya," ia menyambung. "Ini seperti didorong. Ini benar-benar sakit. Uang bisa memberi Anda hampir semua hal di sini."

2 dari 4 halaman

Ragam Komentar Warganet

Ada juga warganet yang menulis, "Sebenarnya, orang-orang ini tercantum dalam laporan Social Media Animal Cruelty Coalition berjudul, 'Hewan peliharaan liar di media sosial: Lingkaran setan penderitaan" (2022). Nama-nama mereka cukup dikenal para konservasionis dan primatolog global sebagai praktisi perdagangan satwa liar dan eksploitasi satwa liar."

"Sayangnya, orang-orang ini entah bagaimana dipandang sebagai 'ahli satwa liar'," imbuhnya. "Saya menyarankan untuk berhati-hati, karena mereka memiliki banyak pengikut dan sering kali Anda tidak dapat berargumen dengan pengikut mereka menggunakan logika dan sains."

"Ini mengerikan, dan yang lebih mengerikan lagi, adalah bahwa platform media sosial tidak melakukan apa pun untuk mengatur konten yang begitu buruk! Ini menyebalkan," sambung pengguna berbeda.

Kehebohan ini sekali lagi memunculkan pertanyaan bagaimana seseorang diizinkan memelihara hewan langka. Terkait ini, ada sederet syarat yang sudah ditetapkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), seperti dikutip dari situs web Pemerintah Indonesia, 29 April 2022.

Pertama, hewan langka yang dimanfaatkan untuk peliharaan atau diperjualbelikan harus didapatkan dari penangkaran, bukan dari alam. Hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2. Kategori F2 berisi hewan-hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Artinya, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara atau diperjualbelikan.

3 dari 4 halaman

Kategori Hewan Langka

Lebih lanjut dijelaskan bahwa hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkar hanya hewan dalam kategori Appendix II. Namun hewan langka kategori Appendix I, walau sudah ditangkarkan, tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun karena harus dikonservasi.

Hewan langka kategori Appendix II adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, jika sudah ditangkarkan, keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.

Contoh hewan yang masuk dalam kategori ini adalah elang, alap-alap, buaya muara, dan jalak bali. Sementara hewan langka Appendix I adalah hewan langka berjumlah kurang dari 800 individu di alam.

Meski sudah ditangkarkan, hewan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus tetap kembali ke kawasan konservasi. Hewan yang masuk dalam kategori ini antara lain anoa, badak bercula satu, harimau sumatra, macan dahan, dan orangutan.

Soal cara membuat surat izin memelihara hewan langka, pertama, pemohon mengajukan proposal izin menangkar atau memelihara hewan pada BKSDA. Wajib juga menyertakan salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk individu, serta akta notaris untuk badan usaha.

Pemohon juga harus melampirkan Surat Bebas Gangguan Usaha dari kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktivitas penangkaran dan pemeliharaan hewan tidak mengganggu lingkungan sekitar.

4 dari 4 halaman

Membuat Surat Izin Memelihara Hewan Langka

Soal cara membuat surat izin memelihara hewan langka, pertama, pemohon mengajukan proposal izin menangkar atau memelihara hewan pada BKSDA. Wajib juga menyertakan salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk individu, serta akta notaris untuk badan usaha.

Lebih lanjut, pemohon harus melampirkan Surat Bebas Gangguan Usaha dari kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktivitas penangkaran dan pemeliharaan hewan tidak mengganggu lingkungan sekitar.

Lalu, melampirkan bukti tertulis asal usul indukan. Bukti ini memuat syarat tentang indukan dari hewan yang dipelihara.

Indukan hewan dilindungi yang akan dipelihara harus berasal dari hewan yang telah didaftarkan sebagai hewan yang dipelihara atau ditangkarkan secara sah. Artinya, hewan hasil tangkapan liar dilarang untuk dipelihara karena tidak memenuhi syarat tersebut. 

BAP kesiapan teknis, mencakup kandang tempat penangkaran atau pemeliharaan hewan dilindungi, kesiapan pakan dalam memelihara hewan dilindungi, perlengkapan memelihara hewan, dan hal-hal serupa. Juga, surat rekomendasi dari kepala BKSDA setempat jika hewan berasal dari daerah lain.