Liputan6.com, Jakarta - Hari Raya Nyepi merupakan perayaan khusus yang diadakan di Bali, Indonesia. Pulau yang terkenal sebagai destinasi pariwisata dunia ini, memiliki hari libur untuk bumi selama 24 jam dalam setahun. Pulau ini menjadi benar-benar sepi minim aktivitas selama sehari penuh melaksanakan Nyepi, yang tahun ini jatuh pada Rabu (22/3/2023).
Â
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar pada 2022 menemukan dampak positif Hari Raya Nyepi terhadap lingkungan. Nyepi, yang berasal dari kata Sepi, diam, dilakukan dengan aturan Catur Brata Penyepian, yaitu Amati Geni yang tidak menyalakan api atau lampu; Amati Karya, yang berarti tidak beraktivitas atau bekerja; Amati Lelungan yang berarti tidak bepergian; dan Amati Lelanguan, yaitu larangan untuk bersenang-senang atau membuat kebisingan.Â
Advertisement
Baca Juga
Umat Hindu Bali juga memiliki konsep yang mulia yaitu Tri Hita Karana, tiga hal yang saling berhubungan dan membawa kebahagiaan, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan sesama manusia. Selain itu, masyarakat Hindu Bali juga memiliki konsep Sad-Kerthih, yaitu enam upaya untuk menjaga keseimbangan alam semesta.
Penghentian aktivitas selama 24 jam memungkinkan adanya penghematan energi. Perayaan Nyepi di Bali telah menginspirasi Hari Diam Sedunia dan bisa menjadi contoh dalam aktualisasi pembangunan berkelanjutan.
Selama empat tahun hingga 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa Hari Raya Nyepi di Bali mengurangi emisi karbon sekitar 12-14 ribu ton setiap harinya. Hal itu bisa terwujud karena lingkungan menjadi bebas dari intervensi manusia, baik dari kegiatan perkantoran, transportasi, maupun industri.
Kualitas Udara Jauh Lebih Baik
Penurunan emisi gas rumah kaca ini menyebabkan peningkatan kualitas udara yang lebih sehat. Selama Nyepi, hubungan antara konsentrasi karbon monoksida (CO) dan suhu udara cenderung konsisten dalam bentuk hubungan positif, sedangkan pada hari di luar Hari Nyepi, hubungan antara CO dan suhu udara cenderung tidak konsisten.Â
Berdasarkan data dari Institute for Essential Services Reform (IESR) yang diterbitkan pada 2020, selama perayaan Nyepi setahun sebelumnya, pulau Bali berhasil mengurangi emisinya menjadi 5.462,74 ton CO2 dalam satu hari. Selain itu, Hari Nyepi juga berhasil mengurangi polusi dari emisi gas karbon dioksida (CO2) ke udara lewat penurunan emisi 23,9 ribu ton gas CO2.
Implementasi Nyepi juga dikatakan dapat mengurangi efek gas metana sebagai pemicu dampak gas rumah kaca. Untuk mengurangi emisi CO2 dan gas lainnya, pelaksanaan Nyepi dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan listrik, transportasi, limbah, sampah, dan bahan bakar kayu.
Pusat Riset dan Pengembangan BMKG mengukur kualitas udara pada Hari Raya Nyepi 2022. Hasil pengukuran menunjukkan penurunan signifikan, sekitar 47,07 persen, dalam konsentrasi partikel debu di udara dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Nyepi, sebagai ritual keagamaan, berkontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas udara.
Advertisement
Menghemat Energi Listrik dan Bahan Bakar
Pelaksanaan Catur Brata Penyepian secara langsung mengurangi konsumsi listrik dan bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Penggunaan listrik sehari sebelum Nyepi biasanya sedikit meningkat tetapi kemudian menurun drastis pada hari Nyepi. Pada hari-hari biasa, penggunaan listrik mencapai 21.121 MWh. Sementara pada Nyepi 2019, penggunaan listrik mencapai 13.427 MWh.Â
Peringatan Hari Nyepi yang ditandai dengan penghentian semua aktivitas di Pulau Bali, terbukti dapat menghemat energi listrik. Rata-rata, Bali dapat menghemat listrik sebesar 60 persen selama Nyepi. Ini setara dengan penghematan sebesar 4 miliar atau 290 megawatt.
Data dari PT PLN Distribusi menyatakan bahwa puncak beban konsumsi listrik di Bali biasanya mencapai 850 megawatt (MW). Kebutuhan energi listrik di Provinsi Bali dilihat dari puncak beban mencapai 684 MW, dengan 81 persen di antaranya dipasok oleh pembangkit listrik berbahan bakar. Rata-rata konsumsi bahan bakar untuk menghasilkan listrik mencapai 2,5 juta liter per hari.Â
PT PLN mencatat penghematan bahan bakar diesel untuk pembangkit listrik sebesar Rp3 miliar selama Nyepi. Penghentian aktivitas masyarakat pada Hari Nyepi di Bali membuat dua pembangkit listrik di Bali juga berhenti beroperasi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas Pemaron (PLTGU) yang biasanya menghasilkan 80 MW listrik, dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Gilimanuk (PLTG) yang biasanya menghasilkan 130 MW listrik. Dua pembangkit listrik lainnya juga berhasil menghemat 500.000 liter bahan bakar diesel, atau setara dengan Rp3 miliar.
Memperlambat Perubahan Iklim
Saat ini, transportasi dan industri lainnya di Bali masih sepenuhnya bergantung pada bahan bakar, dengan total konsumsi sebesar 5,2 juta liter per hari. Bahan bakar ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan 360 ribu mobil, 2,4 juta sepeda motor, industri, transportasi laut, dan nelayan.
Hari Nyepi menjadi momen penghematan bahan bakar untuk transportasi terbesar karena hampir tidak ada kendaraan yang beroperasi selama 24 jam. Pemerintah dapat menghemat subsidi bahan bakar premium dan diesel sebesar Rp12 miliar dan menghemat devisa Rp52 miliar pada satu hari.
Dengan demikian, Nyepi berdampak nyata untuk penyelamatan lingkungan, dari mulai penghematan listrik, pengurangan emisi gas karbon dioksida, penghematan bahan bakar, dan perbaikan kualitas udara akibat penghentian semua aktivitas transportasi manusia. Langit Bali juga menjadi lebih bersih sehingga manusia bisa melihat bintang-bintang tanpa tercemar polusi cahaya.
Perayaan Hari Raya Nyepi di Bali menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Secara kolektif, masyarakat Bali dan pulau Bali telah mengurangi jejak karbon mereka dengan menghentikan semua aktivitas selama 24 jam dalam setahun. Gerakan ini diharapkan dapat mengurangi aktivitas yang merusak bumi, seperti pemanasan global dan perubahan iklim.
Advertisement