Liputan6.com, Jakarta - Sebuah alirat sesat bernama Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara muncul di Dusun Pape, Desa Mattirowalie, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Ada banyak kejanggalan dari ajaran yang didirikan oleh Grento Walinono alias Puang Nene, asal Soppeng. Sementara untuk di Wilayah Bone dipimpin oleh Hasang alias Acang.
Dalam ajarannya, para pengikut aliran sesat ini tidak wajib menjalankan salat lima waktu, tapi cukup membayar sejumlah uang kepada pemimpin aliran sesat tersebut. Uang tersebut nantinya akan sebagai uang beli kursi hari akhir.
Belum diketahui pasti berapa jumlah pengikut Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara. Namun polisi memastikan bawa aliran yang diduga sesat itu rutin menggelar pertemuan setiap akhir tahun dengan membebankan pembayaran Rp750 ribu kepada setiap pengikutnya.
Advertisement
Melansir kanal Surabaya Liputan6.com, Satuan Reserse Kriminal Polres Bone pun kini tengah turun tangan menyelidiki keberadaan aliran sesat tersebut. Pasalnya sejumlah warga yang berada di Kabupaten Bone sudah mulai dibuat resah dengan kemunculan aliran sesat itu.
"Iya sementara masih diselidiki dulu dugaan aliran sesat ini," kata Kasubsi PIDM Sihumas Polres Bone, Ipda Rayendra, Rabu, 22 Maret 2023.
Sementara itu, Kabupaten Bone yang beribu kota di Watampone posisinya strategis dalam perdagangan barang dan jasa di kawasan Indonesia Timur karena berada di pesisir timur Pulau Sulawesi. Bone merupakan kabupaten terluas ketiga di Sulawesi Selatan dengan wilayah mencapai 4.559 kilometer persegi, atau 9,78 persen dari luas Provinsi Sulawesi Selatan.
Melansir berbagai sumber, Kabupaten Bone memiliki semboyan Sumange Tealara. Sumange berarti penggabungan antara jiwa dan raga, sedangkan Tealara berarti tidak terpisah yang menggambarkan keyakinan diri.
Cerita Kerajaan Bone
Dengan begitu, semboyan itu berarti penggabungan jiwa dan raga untuk mewujudkan keteguhan dan keyakinan diri yang berawal dari niat, tergambarkan dalam perilaku dan perbuatan untuk menghadapi tantangan kehidupan secara bersama-sama.
Menurut sejarah, Raja Bone ke-15, Arung Palakka mengucapkan sumpah untuk membebaskan rakyat Bone dan Bugis dari ketertindasan daerah lainnya. Sumpah tersebut diucapkannya sebelum melakukan perjalanan panjang ke Kerajaan Buton, yang dilanjutkan perjalanan ke Batavia hingga ke Pariaman, Sumatera Barat.
Perjalanan ini terjadi pada abad ke-17 ketika Arung Palakka dan pengikutnya dikejar oleh pasukan Kerajaan Gowa. Karena itu, Bone juga dikenal dengan sebutan Bumi Arung Palakka. Ia memimpin kerajaannya merdeka dari Kesultanan Gowa pada 1666 saat masih bergelar pangeran. Arung Palakka bekerja sama dengan Belanda untuk melawan Sultan Hasanuddin merebut Makassar.
Kerajaan Bone dikenal sebagai salah satu kerajaan besar di Nusantara yang berdiri pada 1330 Masehi. Pada masa pemerintahannya di abad ke-17, Kerajaan Bone mencapai puncak kejayaannya.
Kabupate Bone punya sejumlah tempat wisata menarik. Salah satunya adalah Air Terjun Barutting'e yang berada di Desa Cani Sirenreng, Kecamatan Ulaweng. Pemandangan sekitar air terjun menyajikan pepohonan yang hijau. Tempat ini menjadi destinasi menarik bagi para wisatawan.
Ketinggian Air Terjun Barutting’e mencapai 20 meter. Jika ingin mencapai dasar air terjun, harus menuruni 1000 anak tangga dan harus dalam kondisi yang prima. Di dekat air terjun ini terdapat Coppo’ Cempa, yakni lokasi perkemahan umum.
Advertisement
Tradisi dan Kuliner Bone
Selain itu ada Tanjung Pallette yang terletak di Kelurahan Pallette, Kecamatan Tanete Riattang Timur. Tempat ini menyuguhkan pemandangan bukit karang di tepi laut Teluk Bone. Pengunjung bisa menikmati pemandangan laut biru dengan ombak yang mengantar perahu nelayan melaut.
Tanjung ini diyakini warga sebagai lokasi pelaksanaan tradisi maladdung. Tradisi itu dilaksanakan dengan menenggelamkan warga yang bersalah secara adat, seperti berbuat asusila, ke dasar laut.
Bone yang banyak dihuni suku Bugis punya kue tradisional khas yang bernama Kue Bolu Cukke. Kue ini terbuat dari tepung beras dan gula merah sebagai bahan utama. Pada bagian atas kue ditaburi dengan gula putih.
Kue Bolu Cukke memiliki rasa yang manis dengan tekstur yang lebih kering dari kue bolu peca dari Makassar, karena dalam proses pembuatannya dipanggang di atas cetakan tanah liat yang menggunakan kayu bakar. Masyarakat setempat juga mengenal kue ini dengan sebutan bolu cungkil karena untuk mengangkat kue yang sudah matang dengan cara dicungkil.
Rumah Adat Bone
Kabupaten Bone juga punya rumah adat yang disebut Rumah Adat Bola Soba yang terletak di Kecamatan Watampone. Dalam Bahasa Indonesia, rumah itu berarti rumah besar atau rumah persahabatan (dalam bahasa Bugis Sao Madduppa to Pole).
Bangunan ini berdiri pada masa pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri, Raja ke-31 Bone (1895-1905). Mulanya, bangunan ini difungsikan sebagai tempat tinggal raja sehingga disebut sebagai Saoraja. Kemudian, putranya, Baso Pangilingi Abdul Hamid yang diangkat menjadi Petta Ponggawae (panglima perang) menempati rumah itu.
Saat ditempati oleh Petta Ponggawae, bubungan rumah (timpa’ raja) yang sebelumnya lima singkap menjadi empat singkap. Pada tata kehidupan masyarakat Bugis, lima singkap timpa’ laja diperuntukkan untuk rumah raja dan empat singkap untuk putra raja.
Rumah ini juga pernah difungsikan sebagai markas tentara Belanda ketika menguasai Nusantara. Pada 1912, difungsikan sebagai penginapan bagi para tamu Belanda. Sayangnya, pada Maret 2021, rumah ini habis dilahap si jago merah.
Advertisement