Liputan6.com, Jakarta - Para ahli ekonomi memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stabil pada 2023. Senior Economist DBS Bank Radhika Rao dan Maynard Arif mempresentasikan tantangan dan peluang ekonomi Indonesia pada Selasa, 28 Maret 2023. Mereka memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tak akan seperti tahun lalu yang mencapai 5,31 persen dan akan sedikit menurun.
"Kami pikir akan mencapai sekitar 5 persen tahun ini dan angka itu sebenarnya adalah rata-rata lima tahun sebelum pandemi Covid-19," ucap Radhika dalam Group Discussion Bank DBS, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi. Menurut Maynard, salah satu alasan mengapa konsumsi bisa meningkat pada Ramadhan. "Salah satu alasannya kenapa konsumsi bisa membaik di bulan Ramadhan ini karena ada THR," ujar Maynard.
Advertisement
Ini akan memperkuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Konsumsi masyarakat akan tumbuh sekitar 4,8 sampai 5 persen pada kuartal II 2023 dibandingkan kuartal sebelumnya di tengah Ramadhan dan Idul Fitri 2023.
Namun, dampak dari inflasi tinggi dan kenaikan harga BBM pada September 2022 akan memengaruhi pola konsumsi masyarakat pada 2023 dan menjelang Hari Raya. Meskipun begitu, dukungan pemerintah pada pemilihan presiden dan wakil rakyat yang lebih cepat dari biasanya memberikan dampak positif pada perekonomian.
"Kalau biasanya pemilihan presiden dan wakil rakyat diadakan pada bulan April, namun pada pemilihan presiden dan wakil rakyat 2024 akan diadakan pada bulan Februari, maka hal ini juga memberikan dampak positif pada perekonomian," ujar Maynard.
Inflasi Menjadi Perhatian Terbesar Masyarakat
Perusahaan konsumer juga berusaha membantu pertumbuhan ekonomi dengan meluncurkan produk baru yang dapat meningkatkan penjualan. DBS Bank menyurvei pada November 2022 terhadap 722 responden selama dua minggu. Hasil survei menunjukkan bahwa inflasi menjadi faktor yang penting di mata konsumen.Â
"Hampir 60 persen menyatakan concern terbesar mereka adalah inflasi. Terutama ini didorong oleh kenaikan harga BBM di bulan September, pemerintah juga bahkan melakukan pembatasan bahan bakar bersubsidi, yang berdampak negatif terhadap konsumsi dan inflasi," jelas Maynard.
Menariknya, konsumen yang disurvei mengatakan bahwa inflasi yang mereka rasakan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan data yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan, kenaikan harga mencapai lebih dari 10 persen, yang jauh melebihi rata-rata inflasi sekitar 5--6 persen.
Responden juga menyatakan bahwa bahan pokok dan Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan dua hal yang dirasakan mengalami inflasi tinggi. Maynard menjelaskan, "Hampir 90 persen mengatakan bahwa tren inflasi ini akan berlanjut sampai 2023."Â
Hal ini mengakibatkan masyarakat harus mengubah pola konsumsi. Dua pertiga responden telah mengubah cara penggunaan uang mereka untuk menghadapi inflasi yang tinggi dan menghadapi bulan Ramadhan.
Dampak pandemi COVID-19 juga masih terasa pada bisnis di Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa 70 persen bisnis cenderung mengurangi pengeluaran dan mencari bahan yang lebih murah.
Advertisement
Perjalanan dan Perayaan Selama Ramadhan Akan Menguatkan Konsumsi
Dengan tren inflasi yang tinggi, kebanyakan responden tetap memilih barang yang lebih murah untuk kebutuhan penting dan mengurangi kebutuhan sekunder mereka. Namun, konsumsi masyarakat tetap stabil meskipun mengalami perubahan dalam memilih barang yang dikonsumsi. Kelas atas juga tidak mengubah pilihannya menjadi barang yang lebih murah, tetapi mengurangi frekuensi belanja mereka.
Lebih dari dua pertiga responden mengubah cara belanja mereka dalam enam bulan ke depan, terutama pada kelas menengah ke bawah. Sementara itu, kelas atas tidak terdampak inflasi secara signifikan dan tidak mengubah cara belanja mereka.
Responden memprioritaskan transportasi, bahan bakar, dan kebutuhan rumah tangga untuk dibelanjakan. Ada tiga kategori pembelanjaan yang diperkirakan akan menurun, yaitu makan keluar, referensi, dan belanja baku. Kelas bawah lebih fokus pada kebutuhan pokok dan perumahan, sedangkan kelas atas lebih fokus pada personal care dan kecantikan, serta menabung untuk rekreasi.Â
Walau pada jangka panjang baju dan travel merupakan prioritas terendah, tapi di tahun ini akan banyak belanja untuk hal itu sehingga ekonomi bisa tumbuh lebih baik lagi. "Pada kuartal ini, akan ada banyak perjalanan dan perayaan yang juga mulai dibelanjakan di awal Ramadhan. Jadi akan ada penguatan musiman di angka pertumbuhan konsumsi masyarakat," kata Maynard.
Inflasi Diperkirakan Terjadi Hingga 6 Bulan ke Depan
Meski pemerintah mengklaim inflasi di Indonesia masih terkendali, namun kenyataannya masyarakat merasakan inflasi yang lebih tinggi dari data yang disampaikan pemerintah. Dampak dari inflasi berbeda-beda bagi kelas menengah ke bawah dan atas. Kelas menengah ke bawah lebih terdampak karena kenaikan harga kebutuhan pokok, sedangkan kelas atas masih dapat menghindari dampak ini.
Tren inflasi ini masih bisa berlanjut setelah bulan Ramadan dan diperkirakan akan berlangsung selama enam bulan ke depan. Sementara itu, kenaikan konsumsi masyarakat akan meningkat akibat adanya Tunjangan Hari Raya dan kebijakan pemerintah yang longgar dibandingkan dengan 2022, terutama saat mudik.
Di sisi lain, pertumbuhan penjualan di masa pandemi sudah tidak lagi terbatas. Masyarakat lebih fokus pada inflasi karena kenaikan BBM dan barang pokok yang semakin meningkat menjelang bulan Ramadan. Selama beberapa tahun terakhir, harga-harga akan cenderung naik menjelang lebaran.Â
Secara keseluruhan, perbankan Indonesia terbilang sehat dan lebih terisolasi. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan sektor perbankan di negara barat, karena masalah yang terjadi di Eropa atau Amerika Serikat tidak terjadi di Indonesia. Â
Advertisement