Sukses

Bisnis Barang Bekas di Toko Loak Modern, Bisa Titip Jual Barang Tak Terpakai dan Tidak Terima Baju Bekas Impor

Dengan sistem titip jual, toko loak modern, Vintage Vibes Store, punya data pemilik sebelumnya dari barang bekas yang dijual. Satu yang tak diterima adalah baju bekas impor yang kini sedang disorot karena dianggap merusak pasar UMKM.

Liputan6.com, Jakarta - Tren thrifting alias membeli barang bekas belakangan semakin marak. Popularitasnya membuat praktik bisnis barang bekas seharusnya dilakukan dengan penuh kehati-hatian, jangan sampai Indonesia jadi "tempat sampah" barang bekas impor.

Menjaga perputaran barang di dalam negeri, kendati tidak semua item-nya berasal dari merek lokal, Vintage Vibes Store punya layanan titip jual barang yang sudah tidak terpakai. Toko loak modern yang berlokasi di The Flavor Bliss, Alam Sutera, Tangerang ini memang bermaksud memfasilitasi orang-orang yang bingung ke mana harus menyalurkan barang-barang tidak terpakai.

Tidak hanya produk fesyen, mereka juga menjual produk furnitur, bahkan belakangan sedang fokus dengan radio jadul. "Hampir semua barang ada, kecuali laptop dan handphone, karena itu elektronik," sebut Marketing & Store Head Vintage Vibes Store, Daniella Mega Lestari, saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis, 30 Maret 2023. 

Semua barang yang dijual rata-rata benda antik. Karena menerapkan sistem titip jual, dengan barang sebelumnya sudah lolos kurasi lebih dulu, pembeli bisa mengetahui siapa pemilik sebelumnya.

"Thrifting di Pasar Senen heboh banget, tapi kami mau jelasin kalau kami (yang juga) berkontribusi di (bisnis) thrifting jadi merasa bertanggung jawab. Kami tidak menerima baju bekas impor," sambungnya. 

Alih-alih barang fesyen, di Vintage Vibes Store, furnitur bekas justru mengalami perputaran penjualan yang jauh lebih cepat. Jenis produk ini biasanya didapat dari pemilik restoran yang mau tutup, lantaran bisnisnya tidak berkembang.

2 dari 4 halaman

Harga Barang Bersaing

Daniella bercerita bahwa akhir-akhir ini, banyak pelanggan yang mencari radio vintage hingga akhirnya mereka membuat acara pameran radio. "Jadi menyalurkan hobi dan buat komunitas radio vintage, bahkan ada vendor radio vintage yang bisa mereparasi radionya," jelasnya. 

Lebih jauh Daniella mengatakan, harga barang-barang bekas umumnya jauh lebih murah dari produk baru. Tapi, tren thrifting yang berkembang justru membuat harga beberapa barang bekas jadi "tidak masuk akal."

"Fesyen dan furnitur berani bersaing, untuk merek Zara saja start dari (Rp)30 ribu-an. Kami juga jual barang murah karena (didapat) dari pabrik konveksi yang harganya jauh dari marketplace, seperti gamis (Rp)49 ribu, tapi itu barang baru," paparnya.

Untuk furnitur bekas, harganya mulai dari ratusan ribu rupiah, menyebut "hampir tidak ada yang mahal." Satu set meja makan, misalnya, biasanya bisa didapat dengan harga beberapa juta saja.

Sementara untuk barang branded, ada jaminan bahwa barang tersebut asli, karena ada proses kurasi dan pengecekan sertifikat. "Segmen kita dari remaja, orang dewasa, bahkan orang tua," tambahnya. 

3 dari 4 halaman

Alasan Tidak Jual Barang Bekas Secara Online

Vintage Vibes Store tidak menjual barang-barangnya secara online, lantaran hanya ada satu dan sering kali jadi rebutan. "Kami sudah pernah coba ke arah sana, tapi karena hanya punya satu stok, jadi berebutan," ungkap Daniella.

Karena itu, mereka memilih fokus menjual barang-barang bekas terkurasi secara langsung di tokonya. Dengan cara tersebut, orang bisa langsung melihat kondisi barang incaran mereka.

Namun, bukan berarti Vintage Vibes Store sama sekali absen di dunia maya. Melalui akun media sosialnya, mereka biasanya berbagi beberapa barang yang dinilai unik, seperti brankas dari masa VOC yang harganya mencapai Rp80 juta. 

Bagi orang yang sedang menggilai thrifting, Daniella memberi sedikit tips agar tetap bisa mendapat barang berkualitas. Untuk produk fesyen, seperti baju, sebaiknya lihat dari jahitan, bahan, dan brand-nya.

Ia juga lebih menyarankan membeli produk fesyen dengan transparansi jelas, terutama tentang siapa pemilik sebelumnya. 

4 dari 4 halaman

Larangan Baju Bekas Impor

Mengutip kanal Bisnis Liputan6.com, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, terdapat 21 pengaduan mengenai aktivitas jual beli baju bekas impor usai pemerintah melarang thrifting. 

"Kemarin ada sekitar 21 laporan, tujuh laporan terverifikasi, empat pelaporan tanpa identitas tidak terverifikasi. Tidak terlalu banyak sebenarnya yang komplain," sebut Teten saat konferensi pers di kantor Kementerian Koperasi dan UKM.

Rinciannya, sebanyak enam laporan dari Jawa Barat, enam laporan dari DKI Jakarta, satu laporan dari Riau, satu laporan dari Yogyakarta, satu laporan dari Sulawesi Utara, dan satu laporan dari Banten. Laporan tersebut di antaranya mengadukan pedagang pakaian bekas impor pada platform digital e-commerce.

Laporan ini termasuk meminta solusi pemerintah atas dampak kebijakan melarang penjualan barang impor. Selain, juga meminta koneksi produsen tekstil sebagai pengganti larangan menjual barang bekas impor.

"Jadi ini sebenarnya yang positif ya, jadi kita ingin mereka sudah siap ganti jualan lah daripada jualan pakaian bekas ilegal," paparnya.