Liputan6.com, Jakarta - Masjid Jami Al Anwar yang terletak di Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur, merupakan salah satu masjid bersejarah di Jakarta. Masjid ini merupakan salah satu yang tertua di Jakarta Timur, dan menjadi saksi adanya kawasan Rawabangke sebelum diubah menjadi Rawa Bunga.
Terletak di dalam gang, lokasinya tidak susah dicari karena di mulut gang terdapat gapura bertuliskan nama masjid. Dalam acara Wisata Religi bersama Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta, Minggu, 3 April 2023, Ustadz M. Rasyid Makdum, pengurus Masjid Jami Al Anwar menceritakan sejarah masjid tersebut. Berikut enam fakta menarik Masjid Jami Al Anwar yang dirangkum oleh Liputan6.com.
Baca Juga
1. Masjid Tertua di Jakarta Timur
Masjid Jami Al Anwar yang berlokasi di kawasan Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur, menjadi saksi bisu perkembangan agama Islam di DKI Jakarta. Meskipun tampak sederhana dan berada di tengah pemukiman padat penduduk, sedikit yang menyangka bahwa masjid tersebut sudah berdiri sejak abad 16. Tidak ada keterangan tentang tahun pastinya, namun diperkirakan didirikan pada tahun 1700-an.
Advertisement
"Zaman dulu tahun 1700-an masih sangat jarang masjid di sekitar sini. Umat yang datang ke masjid ini pun berasal dari banyak daerah di Jakarta hingga Bekasi," ujar Ustadz Rasyid. Dia mengklaim bahwa Masjid Jami Al Anwar adalah masjid tertua di Jakarta Timur.
Nama masjid "Anwar" diambil dari nama salah satu guru yang berperan dalam pendirian masjid yang bernama Anwar pada abad ke-19. "Al Anwar sendiri lebih kurang baru 100 tahun lalu. Itu ada seorang ulama namanya Al Anwar, itu gurunya KH Marzuki Bin Nirshod. Itu pendekar ulama Rawabangke," ujar Rasyid.
Masjid Jami Al Anwar menjadi tempat ibadah satu-satunya yang ada di Jatinegara pada masa keberadaannya di atas bukit. "Dulu, masjid ini berada di atas bukit. Bypass Jatinegara, Cipinang itu dulu di daerah bawah,” jelas Rasyid.
Masjid Jami Al Anwar telah sebelas kali direnovasi tetapi tidak banyak yang berubah. Pada 1938-1958, beberapa bagian masjid terus ditambah, termasuk menambah beberapa menara. Uang diperoleh dari infaq jariyah, dan sedekah murni. Kehadirannya menjadikan masjid ini sentral dakwah pertama di Jakarta Timur. Banyak ulama yang datang ke masjid ini untuk menyebarkan agama Islam.
2. Terdapat 12 Tiang Penanda 12 Desa
Salah satu keunikan masjid tersebut adalah keberadaan 12 tiang pondasi yang terbuat dari kayu jati asli Jawa Timur. "Tiang 12 ini asli. Jadi dulu satu desa urunan satu tiang. Itu kayu jati dari Jawa Timur. Jadi masjid ini sudah sangat tua sekali. Aslinya tiang 12, dibangun oleh 12 desa," ujar Rasyid.
Dua di antara desa itu adalah Kramatjati dan Klender. Dahulu, penduduk 12 desa itu selalu melaksanakan salat Jumat di Masjid Jami Al Anwar sehingga disebut sebagai “Masjid Kauman Betawi”.
Masjid Jami Al Anwar juga memiliki enam daun pintu di setiap sisi masjid yang merupakan simbol dari jumlah ayat dalam Al-Qur'an, yaitu 6666. Namun, hanya enam daun pintu di sisi kanan dan kiri masjid yang masih dipertahankan keasliannya, sedangkan daun pintu di bagian depan dan belakang telah berubah.
Masjid Jami Al Anwar juga memiliki mimbarnya yang sudah berumur ratusan tahun dan keasliannya masih dipertahankan meski masjid itu sudah dipugar 11 kali.
3. Terdapat Makam Pendiri Masjid
Di dalam Masjid Jami Al Anwar juga terdapat dua makam yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. Makam tersebut merupakan makam Datuk Ali bin Datuk Umar serta makam Datuk Umar bin Datuk Ibrahim. Datuk Umar merupakan perintis pertama masjid ini hadir di tengah masyarakat.
Dulunya, masjid ini bukanlah bernama Masjid Jami Al Anwar. Seiring banyaknya ulama yang datang untuk menyiarkan agama Islam di masjid, nama masjid akhirnya menjadi Masjid Jami Al Anwar.
Menurut Rasyid, silsilah Datuk Umar menyambung sampai Wali Songo bahkan hingga Kerajaan Mesir. Meski letaknya di dalam areal masjid, peziarah yang datang diakui juga berasal dari mancanegara.
Masjid ini juga bernilai sejarah tinggi karena menjadi tempat ibadah bagi orang-orang dari berbagai daerah di Jakarta. "Tahun 50-an enggak ada Jakarta Timur, adanya Jakarta Selatan Dua," kata Rasyid. Ia melanjutkan, "Sampai tahun 60-an orang dari mana-mana, seperti Cawang, Kayu Manis, Pulogadung salatnya di sini."
Advertisement
4. Saksi Daerah Rawabangke
Pada masa penjajahan Belanda, Rawabangke, nama daerah itu sebelum diganti jadi Rawa Bunga, merupakan lokasi para pribumi dipekerjakan paksa oleh Belanda. Banyak jenazah yang jatuh saat kerja rodi dan membangun rel kereta api di kawasan tersebut. Hal inilah yang menandai kemunculan nama Rawabangke.
Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi tempat berkumpulnya para pejuang dan ulama untuk mengatur strategi perang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. "Dulu almarhum H Darik, itu pejuang Betawi ada kepentingan di sini. Para pejuang menyusun strategi di masjid ini demi kemerdekaan," ujar Rasyid.
Meskipun banyak pemuda yang hijrah ke wilayah lain karena kawasan tersebut dicurigai Belanda pada tahun 1945-1947, banyak jemaah yang tetap berada dan menyiarkan ajaran Islam di masjid ini.
5. Masjid Ramah Anak
Masjid Jami Al Anwar Jatinegara adalah salah satu Masjid Ramah Anak yang didukung oleh Dewan Masjid Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sore itu, terlihat banyak anak-anak bermain di Masjid, yang tengah berkumpul mempersiapkan takjil. Masjid ini juga menyediakan rak berisi banyak buku perpustakaan untuk dibaca anak-anak. Bahkan, anak-anak dapat memindai plang yang menyediakan kode QR yang terhubung dengan aplikasi Perpustakaan Jakarta yang disediakan di masjid.
Masjid Ramah Anak adalah program pemerintah yang bertujuan untuk menjadikan tempat ibadah sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan positif bagi anak-anak, serta sebagai tempat pembelajaran dan pengembangan bakat dan minat anak-anak, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Program ini mendukung target nasional "SEMARAK 2030" (Sejuta Masjid Ramah Anak Tahun 2030) untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak pada 2030. Komponen GN MRA terdiri dari kebijakan MRA, kesepakatan anti kekerasan terhadap anak, persyaratan keselamatan dan persyaratan kesehatan untuk masjid.
6. Program Selama Ramadhan
Selama bulan Ramadhan, Masjid Jami Al Anwar menggelar berbagai kegiatan yang diharapkan dapat mempererat hubungan antara jemaah dan memperkuat iman serta ketakwaan. Salah satu program unggulan adalah pembagian sekitar 100 nasi box setiap harinya, dilengkapi dengan takjil yang menambah semangat berpuasa. Selain itu, jemaah juga diharapkan dapat mengikuti tadarus bersama yang diadakan setiap hari.
Meskipun tahun ini tidak ada pesantren kilat, Masjid Jami Al Anwar tetap memberikan pelayanan terbaik dengan menghadirkan dua orang imam rawatib yang siap memberikan panduan dan bimbingan dalam beribadah. Jemaah yang datang setiap hari mencapai hampir 4 hingga 5 shaf atau sekitar 200an orang. Saat salat Jumat, masjid ini dapat menampung hingga 14 shaf.
Pada setiap salat Idul Fitri dan Idul Adha, imam dan khatib yang diundang berasal dari luar daerah. Namun, tetap saja kehadiran jamaah dari Masjid Jami Al Anwar tetap memenuhi kapasitas masjid yang luasnya sekitar 600 meter persegi dan dapat menampung hingga 800 hingga 1000 orang. Saat Idul Fitri, jumlah jamaah yang hadir bisa mencapai 2000 orang.
Advertisement