Liputan6.com, Jakarta - Momen libur Lebaran 2023 diprediksi tidak hanya dimanfaatkan untuk pulang kampung, tapi juga liburan. Jika Anda sedang berencana liburan sehat dengan berburu ragam jamu khas, jangan sampai melewatkan kunjungan ke Desa Wisata Rejowinangun.
Mengutip Indonesia Travel, Sabtu, 8 April 2023, Jamu Gendong Rejowinangun alias J'GER adalah salah satu produk unggulan desa wisata di Kecamatan Kotagede, Yogyakarta tersebut. Di Desa Wisata Rejowinangun, khususnya di Klaster Kampung Herbal, terdapat ramuan jamu sudah diwariskan secara turun-temurun.
"Jamu yang disajikan pun tidak sembarangan, (karena) terbuat dari rempah yang ditanam sendiri oleh warga dan memiliki aroma, serta rasa yang menggugah selera," begitu bunyi keteranga lanjutan tentang J'GER.
Advertisement
Kampung Herbal dijelaskan berada di RW 08 dan 09 Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta. Desa Wisata Rejowinangun memang dikenal dengan berbagai klaster, selain Klaster Herbal, terdapat pula Klaster Budaya, Klaster Kerajinan, Klaster Kuliner, dan Klaster Agro.
Dua jamu andalan J’GER adalah kunyit asam dan beras kencur. Aneka rempah yang digunakan sebagai racikan jamu, termasuk kunyit, asam, jeruk nipis, gula merah, gula pasir, kencur, cabai, dawong, cengkih, dan kayu manis.
Tidak hanya berkunjung dan menikmati jamu, pelancong juga akan mendapatkan pengalaman dan edukasi langsung mengenai tanaman herbal. Berawal dari menjual jamu gendong yang pembuatannya masih menggunakan alat tradisional, J’GER kini sudah diproduksi secara masal dengan alat-alat modern.
Industri Jamu yang Berkembang di Desa Wisata
Seiring berjalannya waktu, industri jamu di Desa Wisata Rejowinangun Yogyakarta disebut semakin berkembang. "Yang tadinya hanya dua orang, saat ini sudah ada lebih dari 50 pembuat jamu terlatih dan memiliki edukasi cukup untuk memasarkan produk (jamu)," papar pihaknya.
Masih di Yogyakarta, Anda juga bisa bertandang ke Desa Wisata Jamu Kiringan. Berawal dari kebiasaan warganya menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di pekarangan rumah, Dusun Kiringan akhirnya membentuk citra baru sebagai Desa Wisata Jamu Kiringan.
Sesuai namanya, potensi desa wisata yang berlokasi di Kiringan, Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta ini adalah jamu tradisionalnya. Melansir laman Jadesta Kemenparekraf, 3 Maret 2023, awalnya, penanaman tanaman obat tersebut hanya bertujuan mempermudah perolehan bahan baku jamu tradisional warga setempat.
Namun, seiring waktu, produk jamu Dusun Kiringan mulai dikenal di daerah sekitar, membuat permintaan minuman tradisional itu makin tinggi. Akhirnya, Desa Wisata Jamu Kiringan diresmikan pada 2016.
Di sini, pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan jamu tradisional, mulai dari memilih empon-empon, sampai diracik jadi jamu. Setelahnya, pengunjung boleh meminum jamu racikan mereka sendiri memakai bathok atau dibawa pulang.
Advertisement
Jamu Kreasi Buruh Batik di Kota Yogyakarta
Pengunjung juga bisa berinteraksi langsung dengan ibu-ibu penjual jamu yang sudah selama puluhan tahun menjual jamu dari kampung ke kampung. Selain dalam bentuk konvensional, pihaknya juga mengkreasikan jamu instan bubuk, supaya "lebih higienis, serta mudah dibawa dan dikirimkan ke seluruh wilayah Indonesia."
Selain itu, batas konsumsi produk tersebut juga lebih lama daripada jamu tradisional yang cair. Dalam catatan sejarahnya, jamu kiringan merupakan kreasi buruh batik di Kota Yogyakarta yang diarahkan abdi salem Keraton Yogyakarta untuk alih profesi ketika Belanda hendak hengkang dari Nusantara.
Perempuan diketahui bernama Joparto ini kemudian jadi peramu sekaligus penjual jamu. Dari situ, pendapatnya disebut lebih baik dibandingkan dengan saat ia jadi buruh batik. Karena menjualnya dengan cara digendong, awalnya disebut "jamu gendong."
Berawal dari dua tetangganya yang ikut berjualan, kini ada 132 penjual jamu gendong di Desa Kiringan. Di samping mengenal serba-serbi jamu kiringan, pengunjung juga bisa bermalam di homestay di Desa Wisata Jamu Kiringan. Aktivitas ini akan memungkinkan pengunjung merasakan langsung kehidupan di desa, termasuk makan makanan khas setempat.
Dalam catatan sejarahnya, merujuk pada buku Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat yang ditulis Sukini, seperti ditkup 25 Januari 2023, jamu gendong adalah jamu hasil produksi rumahan dan dipasarkan dengan cara memasukkannya ke dalam botol-botol.
Filosofi Menjual Jamu dengan Cara Digendong
Botol-botol jamu itu kemudian disusun di dalam bakul. Penjual jamu menggendong bakul tersebut saat berjualan, yang kemudian melahirkan istilah jamu gendong. Penjual jamu gendong menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling setiap hari. Mereka kebanyakan adalah perempuan, lantaran dulu tenaga laki-laki lebih diperlukan untuk bertani.
Disebutkan, tidak hanya penjual jamu gendong yang membawa dagangannya dengan cara digendong. Dulu, penjual aneka jajanan, seperti nasi pecel dan nasi liwet, juga berjualan dengan menggendong dagangannya.
Para perempuan Jawa, khusus pada zaman dahulu atau di daerah pedesaan, pun membawa aneka barang dengan cara digendong, termasuk ketika membawa kayu bakar, air di dalam jerigen, bahan-bahan pangan, dan hasil pertanian. Inilah yang jadi asal-usul jamu gendong di Indonesia.
Membawa sesuatu dengan cara digendong ini pun menyimpan makna tertentu. Menggendong identik dengan seorang ibu yang membuai bayinya dalam gendongan. Karena itu, para perempuan Jawa yang membawa barang dagangannya dengan cara digendong dimaknai membawa barang dagangan seperti halnya membawa anaknya sendiri.
Barang dagangan merupakan sarana mencari rezeki, sehingga harus dibawa dengan baik, ditawarkan dengan baik, dan disajikan dengan baik. Rezeki pun dicari dengan niat dan cara yang baik. Dengan demikian, usaha mencari rezeki dan apa yang didapat diharapkan memperoleh berkah dari Tuhan.
Â
Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.
Advertisement