Liputan6.com, Jakarta - Tsunami sampah di sebuah saluran irigasi yang berada di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menuai perhatian media internasional. Cuplikan video dan potongan gambar yang menunjukkan saluran irigasi yang semestinya hanya berisi air, dipenuhi sampah yang didominasi oleh sampah plastik.Â
"Ini adalah tsunami sampah di Indonesia dan semuanya akan berakhir di lautan," kata aktivis kebersihan lingkungan Gary Benchegib yang mengunggah video tersebut di akun Instagramnya, dikutip oleh NY Post, Minggu, 9 April 2023.
"Kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap gelombang plastik ini," sambung dia.Â
Advertisement
Unggahan itu segera mendapat perhatian dari warganet. Salah satunya berkomentar, "Dunia membutuhkan kita melakukan lebih."
"Sampah bukanlah masalahnya. Itu (masalahnya) adalah manusia. Bila mereka tidak membuang sampah sejak dari awal, tetap akan akan ada sampah tanpi mungkin dikelola dengan lebih baik," warganet lain menambahkan.
Yang lain menyuarakan pendekatan yang lebih konstruktif daripada mempermalukan orang-orang yang menyebabkan sampah. Warganet berbeda menyerukan pendekatan yang lebih konstruktif daripada mempermalukan orang-orang yang telah berkontribusi pada sampah.
"Saya heran membaca beberapa jawaban di sini. Setiap satu dari kita yang mengunggah komentar di sini. KITA SEMUA MENGGUNAKAN PLASTIK. Karena itu, kita adalah bagian dari masalah ini," tulis seorang komentator, mengumpulkan lebih dari 200 suka.
"Video ini dan polusi saat ini karena kita menggunakan plastik sekali pakai. Mulailah dengan mengubah kebiasaan (menggunakan) plastik Anda. Kita semua bisa melakukannya bersama-sama."
Â
Â
Penyebab Tsunami Sampah di Saluran Irigasi Polewali Mandar
Berdasarkan penelusuran, tsunami sampah di saluran irigasi itu berlokasi di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Segera setelah pintu irigasi dibuka, lautan sampah mengalir di tengah kota pada Selasa, 4 April 2023.
Terlihat tumpukan sampah yang mengalir ini jumlahnya diperkirakan berton-ton dan menjadi pemandangan yang biasa. Sampah yang mengalir tersebut diketahui berasal dari berbagai tempat, mengingat sampah tersebut selama ini menumpuk di sepanjang sungai kecil yang sengaja dibuang warga.
Warga Polewali Mandar (Polman), khususnya di Kecamatan Wonomulyo, diketahui sudah tak memiliki lagi tempat penampungan sampah sementara maupun tempat pembuangan akhir (TPA). Unggahan itu pun mendapat beragam respons dari warganet yang sebagian besar mempertanyakan pengelolaan sampah di Polman.
"Berawal dari warga kembalikan lg ke warga," komentar seorang warganet. "Aman dr banjir, kalau banjir tinggal nyalahin pemerintah,"Â komentar warganet lainnya.
"Adab kita dalam menjaga alam, bermasyarakat ngga jalan, mestinya kesalehan dalam beragama yg diikuti dengan perilakunya juga," tulis warganet lainnya.
Advertisement
6 Faktor Penyebab Darurat Sampah di Polewali Mandar
Sampah menjadi problem serius di berbagai tempat. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan konsumsi plastik oleh warga yang terus meningkat dari masa ke masa, jumlah sampah yang dihasilkan menjadi tak terkendali, termasuk di Kabupaten Polewali Mandar.Â
Perkembangan manajemen sampah di sana tidak sebanding dengan laju timbunan sampah. Sedikitnya ada enam masalah dari hulu ke hilir menjadi bukti potret buruk tata kelola persampahan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga UPTD TPA Binuang di Polman. Padahal, kabupaten itu memiliki julukan Polman Berhias yang merupakan akronim dari bersih, rapi, indah, aman dan asri.
Dikutip dari kanal Regional Liputan6.com, pertama, belum adanya tindakan prioritas yang saling memperkuat memerangi sampah pada skala lingkungan desa, kecamatan hingga perbatasan wilayah. Kedua, belum adanya inisiatif pengomposan tingkat masyarakat desa yang dimulai dari rumah tangga.
Ketiga, tidak optimalnya kampanye sanitasi dimulai pada tingkat rumah tangga, khususnya di pedesaan terkait pemahaman masyarakat tentang sampah, perilaku sehat, dan mengurangi praktik membuang sampah di sembarang tempat. Keempat, belum optimalnya upaya pencegahan sampah yang dimulai dari sumbernya dengan mempertimbangkan pengurangan barang-barang berbahan plastik.
Kelima, belum adanya peran aktif masyarakat secara berkelanjutan terhadap upaya pemantauan dan pengelolaan sampah secara sistematis. Keenam, tidak adanya pengolahan air lindi yang ditangani secara baik.
Lemahnya Pengelolaan Air Lindi di TPA Polman
Berdasarkan pantauan Liputan6.com, air lindi yang berasal dari TPA Binuang tidak dikelola secara baik, cenderung dibiarkan begitu saja dari tahun ke tahun. Tak ayal air lindi pun mencemari lingkungan seperti media pertanian (sawah), dan merusak kualitas tanaman padi warga setempat. Sebagian air lindi di TPA Binuang terinfiltrasi ke dalam tanah dan mencemari air tanah dan air permukaan sumur tanah warga.
Padahal, air lindi yang dihasilkan dari sampah domestik di TPA Binuang mengandung bahan organik yang tinggi dan dapat diproses menjadi gas bio, pupuk cair atau starter mikroba. Air lindi juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena mengandung berbagai macam bahan organik seperti nitrat, mineral dan mikroorganisme.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Provinsi Sulbar, Aco Takdir mengatakan, peran aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat penting. Pihaknya memerlukan cara agar masyarakat mau dan mampu berperan aktif atau bahkan mampu menggerakkan masyarakat lain.
"Selain peningkatan kapasitas lingkungan dan pemberdayaan masyarakat terus menerus dikembangkan, jumlah komunitas atau lembaga masyarakat peduli lingkungan juga perlu ditingkatkan. Dan memang harus diakui bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Polman melalui UPTD TPA Binuang lemah dan tidak optimal mengelola limbah domestik atau sampah, hingga air lindi yang mencemari media lingkungan, termasuk tertib administrasi penyusunan dokumen pengelolaan lingkungan hidup terkait tata kelola dan kebijakan persampahan," kata Aco usai sosialisasi hasil kajian indeks risiko TPA Binuang.
Advertisement