Liputan6.com, Jakarta - Disamping silaturahmi bersama keluarga dan kolega di kampung halaman, wisata kuliner jadi salah satu agenda yang tidak boleh terlewat selama mudik Lebaran 2023. Jika Anda berencana pulang ke Solo dan sekitarnya, dan ingin nongkrong sehat, jangan sampai melewatkan Pasar Jamu Nguter.
Melansir laman Wonderful Solo, Kamis, 13 April 2023, pasar ini diresmikan pada 1 April 2015. Meski tidak hanya menjual jamu, dengan banyak juga penjual jajanan pasar nan khas, pasar ini jadi simbol keunikan sejarah jamu di Nguter, sebuah kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang berjarak sekitar 10 km dari pusat kota Solo.
Disebut bahwa Nguter memiliki sekitar seribu orang yang berprofesi sebagai penjual jamu gendong. Desa Nguter memiliki potensi jamu rumahan yang besar, selain terdapat lima pabrik jamu di wilayah tersebut.
Advertisement
Beragam merek jamu rumahan dengan kode usaha departemen kesehatan dan industri kecil banyak ditawarkan. Melihat ini, pemerintah Kabupaten Sukoharjo membuatkan pasar untuk menampung para pedagang jamu. Lokasinya berada di Jalan Raya Solo-Wonogiri, Pasar Nguter, Sukoharjo.
Pembaruan Pasar Nguter dimulai pada Agustus 2013 dengan dana Rp13,4 miliar. Berdasarkan data dari kantor Lurah Pasar Jamu Nguter, zona jamu mendominasi unit kios dan los di Pasar Nguter.
Untuk kios, zona jamu memiliki 55 unit di lantai atas dan bawah. Lalu, zona jamu di bagian los pasar ada 119 unit di lantai atas maupun bawah. Pasar ini juga ditempati para pedagang non-jamu seperti pedagang sembako, buah-buahan, warung makan, dan pakaian.
Â
7 Jamu Racikan
Namun, mayoritas pedagang Pasar Jamu Nguter adalah penjaja jamu. Ini termasuk tujuh produk jamu racikan yang diproduksi CV WJKW, yaitu Gujati, Sabdo Palon, Bisma, Anoman, Puntodewo, dan Narodo.
Eksistensi jamu di Sukoharjo sendiri telah mencatat sejarah panjang. Ini tidak lepas dari sosok wanita bernama Yoso Hartono asal Purwodadi yang tinggal di Solo pada 1932. Ia menjual jamu di Pasar Nguter.
Awalnya ia merugi, namun setelah memutuskan pindah, ia mencoba menjual jamu beras kencur, kunir asem, jamu pahitan, dan jamu hasil olahan yang siap diminum. Jejak sukses Yoso diikuti pedagang lain.
Selain jamu godokan, jamu kemudian berkembang jadi jamu racikan yang telah dibungkus. Kendati demikian, jamu saat itu tetap dijual secara tradisional dengan berkeliling membawa jamu godokan menggunakan tempat khusus berupa tenggok yang digendong di punggung.
Para pedagang jamu ini melakukan inovasi  dengan membuat resep dengan merek sendiri-sendiri walau khasiatnya sama. Seiring waktu, industri jamu di Nguter mengalami pertumbuhan. Salah satu penanda pertumbuhan industri jamu di Nguter adalah munculnya koperasi jamu Indonesia (KOJAI) yang diketuai Murtejo.
Â
Advertisement
Pionir Jamu Racikan di Nguter
Ide pembentukan KOJAI dimunculkan salah satu anak Yoso Hartono, Eko Cahyono, dan mendapat dukungan penuh dari Lurah Desa Nguter, Paimo, dan Camat Nguter, Haryanto. Selain Eko, sejumlah anak Yoso juga jadi penanda kesuksesan industri jamu di Nguter.
Di antaranya adalah Yulianingsih (Cik Nelly) yang bersama suaminya, Slamet Riyadi, mendirikan perusahaan pengolahan jamu yang bernama CV. Wisnu Joglo Kresna Wisnu (WJKW) yang berada di sisi timur Pasar Nguter.
Yoso akhirnya dikenal sebagai pionir industri jamu, khususnya jamu racikan (godokan), di Nguter. Pada 1983, ia meninggal dunia dan pengelolaan industri jamunya diteruskan anak-anaknya.
Masih di Jawa Tengah, jika tujuan mudik Lebaran 2023 Anda adalah ke Demak, jangan sampai melewatkan jamu coro untuk dicicip. Melansir situs web Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, Jumat, 7 April 2023, jamu coro dijelaskan sebagai minuman khas wilayah tersebut yang konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Demak Bintoro. Minuman tradisional itu jadi salah satu sajian dalam acara keraton Demak Bintoro.
Jamu Coro dari Demak
Jamu coro hingga saat ini masih dilestarikan masyarakat Demak, termasuk dengan eksisnya sentra jamu coro di Desa Rejosari, Kecamatan Karangtengah, Demak. Bahan dasar jamu ini adalah tepung yang dipadukan dengan aneka ragam rempah.
Ini termasuk jahe, kayu manis, serai, santan kelapa, dan gula merah. Perpaduan itu membuat rasa jamu coro, yang teksturnya mirip bubur, disebut "sedikit pedas, manis, dan menghangatkan badan." Secara tradisional, jamu coro dijajakan di kampung-kampung di pagi hari.
Uniknya, jamu ini dijajakan berkeliling dengan wadah khas berupa kendil yang terbuat dari tanah liat dan ditutup segumpal kain yang terbungkus plastik. Untuk mengambilnya dari dalam kendil, penjual jamu menggunakan potongan bambu kecil bergagang kayu.Â
Kemasan jamu coro yang demikian disebut bertujuan menjaga kehangatan minuman rempah tradisional tersebut. Di samping, berjualan jamu coro dengan cara tersebut juga berarti melestarikan ilmu warisan nenek moyang. Jika diulik secara bahan, jamu coro salah satunya menggunakan jahe, rempah serbaguna yang punya segudang manfaat.Â
Â
Advertisement