Sukses

Pengakuan Pembeli Cokelat Kena Pajak Rp9 juta oleh Bea Cukai, Ternyata karena Bawa Tas Chanel

Warganet yang mengaku ditagih pajak sebesar Rp9 juta saat membeli cokelat seharga Rp1 juta itu ternyata juga membeli barang lain yaitu tas.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini seorang warganet membagikan video yang menampilkan keluh-kesahnya saat dipungut pajak oleh Bea Cukai dengan nilai yang lebih tinggi daripada barang yang dibelinya. Dalam video tersebut, warganet itu mengaku ditagih pajak sebesar Rp9 juta saat membeli cokelat seharga Rp1 juta.

Video itu diunggah oleh akun TikTok @ferrerfranciz. "Beli coklat sehrg 1jt kena bea cukai 9jt50rb. Mbuh ra ngurus wes," tulis akun tersebut dalam keterangan videonya.

Terkait video tersebut, pihak Bea Cukai kemudian memberikan penjelasan melalui sebuah video yang diunggah di akun Tiktok @beacukairi. Melansir laman resmi Bea Cukai, Kasubdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana mengungkapkan, selain cokelat senilai Rp1 juta dari luar negeri, ternyata terdapat barang lain berupa tas mewah senilai Rp17 juta dalam kirimannya.

"Perlu diluruskan, pemilik akun menyatakan bahwa dirinya mengirim makanan berupa cokelat senilai 1 juta rupiah dari luar negeri. Tapi nyatanya, selain cokelat terdapat barang lain berupa tas senilai 17 juta rupiah dalam kiriman tersebut," ungkapnya.

Hatta menjelaskan, terkait besaran pajaknya itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.  Artinya, pungutan dikenakan sesuai nilai yang tertuang dalam bukti pembayaran (invoice) barang kiriman dengan resi EE844479556TW tersebut.

Tercatat ada 20 bungkus makanan senilai 40 dolar AS atau sekiar Rp600 ribu dan sebuah tas merek Chanel senilai 1.108 dolar AS atau sekitar Rp16,6 juta. "Untuk barang kiriman berupa cokelat dikenakan tarif bea masuk sebesar 7,5% dan PPN 11%, sedangkan untuk tas dikenakan tarif bea masuk sebesar 20%, PPN 11%, dan PPh 15%,” terang Hatta.

"Atas keseluruhan barang kiriman dikenakan pungutan negara sejumlah Rp8.859.000. Perlu dipahami bahwa dari seluruh tagihan tersebut, juga terdapat pembayaran lain-lain yang bukan merupakan pungutan dari Bea Cukai," lanjutnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Klarifikasi Pembeli Cokelat dan Tas

Setelah videonya viral dan mendapat penjelasan dari Bea Cukai, pemilik akun Tiktok @ferrerfranciz kembali mengunggah video klarifikasi. Ia mengakui bahwa tas yang dikirimnya merupakan barang tiruan (KW) dan invoice-nya pun palsu.

"Kepada bapak Bea Cukai yang terhormat, saya ingin klarifikasi tas saya itu tas KW. Hanya kotaknya saja yang bagus dengan invoice palsu di dalamnya. Itu memang kesalahan saya. Kalau bapak minat ambil aja buat bapak itu tasnya sama cokelatnya sekalian buat lebaran," tulis akun tersebut.

Atas kejadian ini, Hatta menegaskan bahwa terdapat ketentuan yang harus ditaati dalam melakukan pengiriman barang dari luar negeri. Salah satunya, pemilik barang harus mampu menunjukkan/menyertakan bukti pembayaran atas transaksi jual beli barang kiriman.

Alasannya, bukti pembayaran tersebut dapat dijadikan salah satu dasar oleh Bea Cukai untuk menetapkan nilai pabean. Kemudian, jika atas barang kiriman tersebut dipungut bea masuk dan PDRI, pungutan dibayarkan menggunakan kode billing ke rekening kas negara.

 

3 dari 4 halaman

Melacak Barang Kiriman dari Luar Negeri

Untuk melacak barang kiriman dari luar negeri, Bea Cukai menyediakan tracking system melalui laman resmi mereka di bagian barang kiriman.. Hatta pun mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati ketika menerima informasi, yaitu dengan mencari tahu kebenarannya atau menghubungi layanan informasi yang resmi.

"Kita berharap masyarakat untuk bersikap bijak ketika menerima informasi, terutama dari media sosial. Selalu cari tahu terlebih dulu kebenarannya. Untuk pertanyaan terkait aturan kepabeanan dan cukai, masyarakat dapat menghubungi layanan informasi Bravo Bea Cukai 1500225," pungkasnya.

Beberapa hari lalu, Bea Cukaij juga sempat jadi sorotan. Hal ini setelah beredarnya video tentang turis Taiwan kena palak petugas Bea Cukai. Berdasarkan narasi video yang diunggah akun TikTok @lylien59, turis Taiwan tersebut mendapatkan perlakukan kurang mengenakkan saat berkunjung ke Bali.

Menurut turis asal Taiwan itu, ia diminta membayar denda sebesar 4.000 dolar AS atau sekitar Rp60 jutaan. Petugas Bea Cukai itu juga mengancam, dia akan dideportasi ke negaranya bila tidak membayar.

Petugas mendenda turis asal Taiwan tersebut karena kedapatan mengambil foto saat tiba di area Bea Cukai bandara untuk mengabari pihak yang menjemputnya.

 

4 dari 4 halaman

Pengambilan Foto di Area Bandara

Menanggapi hal ini, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana mengatakan kejadian tersebut bukan di area Bea Cukai. Bahkan perekaman sidik jari dan stempel paspor juga bukan bagian dari wewenangnya.

"Kami meyakini bahwa kejadian di Bali tersebut tidak terjadi di Bea Cukai, karena kami tidak punya wewenang untuk melakukan perekaman sidik jari dan stempel/cap pada paspor," jelas Hatta dalam keterangannya, Kamis, 13 April 2023, mengutip kanal Bisnis Liputan6.com.

Hatta mengatakan pengambilan foto di area terbatas bandara yang diatur peraturan Permenhub No. PM 80/2017 yang bukan bagian dari kewenangan Bea Cukai. Sama halnya dengan kewenangan untuk melakukan repatriasi pun bukan merupakan kewenangan Bea Cukai.

"Namun, demikian kami tetap akan berusaha berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk kemudian dapat mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya dan berkomunikasi dengan yang bersangkutan," kata dia.

"Dapat kami sampaikan pula, saat ini kami dalam proses berkoordinasi dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei," tutupnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini