Sukses

Martha Tilaar: Saya Mengedarkan Sendiri Brosur Martha's Salon, Ternyata Laris Manis

Martha Tilaar menerima penghargaan sebagai Pioneer in Technology Tahun 2012 yang diserahkan Presiden SBY sebagai apresiasi atas dedikasinya .

Liputan6.com, Jakarta - Nama Martha Tilaar dan Sari Ayu seolah tak bisa dipisahkan. Sosok Martha Tilaar sangat identik dengan brand kecantikan Sari Ayu yang sudah dikenal publik Tanah Air. Tak terasa, 45 tahun sudah Sari Ayu menjadi kebanggaan dan kepercayaan wanita Indonesia untuk urusan kecantikan.

Tapi, siapa sangka wanita kelahiran Gombong, Karanganyar, Jawa Tengah pada 4 September 1937 ini di masa kecilnya kerap bertingkah seperti lelaki dan enggan merawat diri. Tak heran sang ibu kerap menegurnya dan menitipkan Martha pada seorang ahli kecantikan tradisional di Yogyakarta, Titi Poerwosoenoe, yang kemudian mengajarinya cara bersolek.

Usai menamatkan pendidikan di sekolah umum, Martha sempat mengikuti kursus kecantikan dan menjadi guru sekolah dasar sebelum kemudian kuliah di IKIP Jakarta. Setelah meraih gelar Sarjana Pendidikan dari IKIP Jakarta, ia sempat mengajar di almamaternya selama tiga tahun untuk kemudian mengikuti suaminya, Dr. Henry A. Rudolf Tilaar yang bertugas ke Amerika Serikat.

Di sanalah ia belajar dengan mengambil kuliah kecantikan dan lulus dari Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat. Ia kemudian bekerja selama tiga tahun di Campes Beauty Salon, Universitas Indiana, Amerika Serikat.

Kembali ke Jakarta pada 1969, Martha membuka salon kecil dan sederhana di garasi rumah milik sang ayah, Yakob Handana, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dengan modal Rp 1 juta hasil menabung selama tinggal dan bekerja di Amerika Serikat serta bantuan dari keluarga, pada 3 Januari 1970 berdirilah Martha’s Salon di ruang berukuran 6x4 meter. 

Pada 1972, Martha berangkat ke Eropa belajar ramu-ramuan. Ia mengunjungi pabrik Yves Rocher di Prancis, Mary Quant di Inggris, dan Hartleben di Jerman Barat. Kembali ke Indonesia empat tahun kemudian, dia mendirikan Martha Griya Salon yang memperkenalkan perawatan tradisional.

Pada 1977, Martha menjajaki kerja sama dengan Kalbe Farma dan sepakat membuat perusahaan kosmetik dan jamu bernama PT Martina Berto, dan meluncurkan Sariayu Martha Tilaar sebagai produk pertama. Tahun 1996, PT Martina Berto menjadi pabrik kosmetika pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikat mutu ISO 9001.

Sebagai apresiasi atas dedikasi memperjuangkan budaya lokal serta pemberdayaan perempuan, Martha menerima penghargaan sebagai Pioneer in Technology Tahun 2012 yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di tahun yang sama, PT Martina Berto Tbk mendapat penghargaan dalam Asia Responsible Entrepreneurship Awards 2012 untuk kategori Green Leadership. Pada 2016, Martha Tilaar menerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Pemerintah Republik Indonesia.

Kini, Martha mulai mengalihkan kepemimpinan grup usahanya kepada Kilala Tilaar yang menjabat CEO sekaligus Chairman of corporate Creative and Innovative Martha Tilaar Group. Putra Martha Tilaar ini diumumkan sebagai CEO baru Martha Tilaar Group (MTG) pada 27 Juli 2020, jelang peringatan HUT ke-50 MTG.

Kilala yang berlatar belakang pendidikan Master Of Business Administration dari Suffolk University, Boston, dan menyelesaikan pendidikan Management & Administration dari Harvard University, Amerika Serikat pada 2004 bertugas mengelola portofolio 10 merek kecantikan terkemuka MTG bersama 68 spa dan lebih dari 20.000 titik ritel di Indonesia.

Lantas, bagaimana kiat Martha Tilaar dan Kilala Tilaar menghadapi persaingan yang makin ketat serta membawa warisan lokal bangsa ke pasar global?

Berikut petikan wawancara Martha Tilaar dan Kilala Tilaar dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.

2 dari 6 halaman

Berawal dari Salon Berukuran 4x6 Meter

Bagaimana cerita awal Ibu Martha punya keinginan menciptakan produk kecantikan serta perawatan tubuh?

Pertama, saya mendapat kesempatan untuk bersama suami ke Amerika, selama 5 tahun saya berada di sana. Ketika itu saya mulai memahami bahwa Indonesia itu kaya betul dengan kekayaan alam, sementara Amerika justru mengimpor semuanya, dari India dan dari negara lainnya.

Ketika pulang ke Indonesia, saya bertekad untuk menciptakan kosmetik untuk mempercantik perempuan Indonesia, Asia, dan seluruh dunia dengan kekayaan alam Indonesia. Saya memulainya kecil-kecilan dari ruangan 4x6 meter di rumah orangtua di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Selama tinggal di Amerika saya kan enggak bisa bekerja karena tak punya working permit, jadi saya jadi baby sitter untuk 13 orang anak. Dan karena saya guru, para orangtua di sana percaya banget sama saya.

Uang dari bekerja sebagai baby sitter saya kumpulin untuk belajar di beauty academy di Amerika selama dua tahun.

Apa tantangan yang Ibu hadapi saat memulai membuka salon di Jakarta?

Dengan bekal dari American License Beautician, saya mulai memasarkan salon saya. Tapi jangan bayangkan saya memasang iklan di televisi atau media lain, boro-boro, soalnya belum punya uang.

Saya memasarkannya dengan mengedarkan brosur sekaligus memperkenalkan diri, I'm American License Beautician. Waduh, semua orang pada kerubutan, akhirnya salon saya laris manis.

Dari sini pula awalnya Ibu tergerak untuk memberdayakan kaum perempuan?

Saya itu kan seorang guru, jadi saya melihat kalau kita para perempuan tidak ada ilmu atau keterampilan, maka kita tidak bisa maju. Padahal perempuan Indonesia itu lebih banyak ya dari kaum prianya.

Kemudian saya juga kerap mendengar kaum perempuan yang mengeluh tak punya pekerjaan. Ketika itulah muncul pemikiran untuk mentransfer ilmu yang saya bawa dari Amerika untuk para perempuan Indonesia.

Nah di situlah saya mulai antusias untuk mendidik anak-anak yang tidak mampu, tidak sekolah, untuk saya didik. Sampai sekarang sudah hampir 7.000 anak perempuan. Semua gratis.

 

3 dari 6 halaman

Mengupas Konsep Kecantikan Rupasampat Wahyabiantara

Martha Tilaar Group juga memberikan edukasi tentang konsep kecantikan Rupasampat Wahyabiantara, apa maknanya?

Saya kan belajar dari ilmu-ilmu tradisi, ternyata banyak sekali pembelajaran dari Rupasampat Wahyabiantara. Maknanya adalah perlu ada keseimbangan antara lahiriah dan batiniah, seperti Yin dan Yang. Karena saya percaya bahwa kecantikan sejati merupakan perpaduan yang seimbang antara yang lahiriah dan batiniah.

Jadi tidak hanya lahiriah, tapi juga batiniah. Dan saya pelajari dari sejarah di Indonesia, yaitu mengenai Dewi Saraswati. Beliau adalah idola saya yang memancarkan perpaduan yang harmonis antara outer beauty dan inner beauty itu.

Di situlah kecantikan Dewi Saraswati terpancar dari simbol-simbol kesempurnaan perempuan yang digambarkan melalui empat tangan yang masing-masing melambangkan suatu hal. Satu bunga, yaitu keperempuanan. Dua sitar, yaitu keharmonisan dalam tutur kata, tingkah laku dan kemampuan berkomunikasi. Terus tiga tasbih, spiritual dan ketaqwaan. Kemudian daun lontar, pendidikan dan ilmu.

Kalau mengikuti era kekinian, sebagian orang kerap mengidentikkan cantik itu warna kulit yang putih. Kalau dari sudut pandang Ibu, cantik bagi wanita Indonesia itu yang seperti apa?

Kalau saya, cantik itu adalah cantik lahir dan batin. Meskipun kulitnya putih, hidungnya mancung, cantik, tetapi dia sombong, buat apa? Kalau ditegur enggak mau, pokoknya enggak mau bergaul, seolah-olah hanya aku yang cantik, kamu jelek.

Kita tahu, di Indonesia itu banyak suku, ada pula yang keturunan Cina, ada keturunan India, ada keturunan Afrika barangkali. Nah jadi ada yang hitam, ada yang kuning, ada yang bule. Jadi bukan soal warna kulit.

Ibu beberapa kali diundang oleh PBB dan sejumlah organisasi global lainnya sebagai perwakilan perempuan Indonesia. Bagaimana perasaan Ibu ketika itu?

Saya terus terang ya kaget juga, sebagai seorang perempuan yang kita sebut bakul jamu, kok bisa diundang ke PBB gitu lho. Jadi yang sangat menarik mengapa saya diundang di mana-mana karena saya mendirikan Kampung Jamu, yang koleksi Kampung Jamu.

Di mana lokasinya, Bu?

Itu dulu di Cikarang. Tapi sekarang kita sudah mempunyai yang baru, karena di Cikarang kan tempat pabrik-pabrik gitu, jadi tidak sesuai dengan alamlah. Sekarang kita mempunyai di Sukabumi, di situ udaranya dingin dan tanahnya subur ya. Luasnya 12 hektare, kalau di Cikarang hanya 10 hektare, itu sebetulnya yang menjadi perhatian banyak orang.

Lantas apa pesan yang Ibu sampaikan di forum-forum tersebut?

Pesan yang ingin saya sampaikan adalah menghargai dan melestarikan kekayaan alam dan budaya negeri sendiri lewat kerja nyata di mana kami mendedikasikan lebih dari 10 hektare di Kampung Djamoe Organik untuk mengkonservasi tanaman asli Indonesia, terutama tanaman obat, kosmetik, dan aromatik.

Pentingnya melakukan pendampingan pada petani dalam rangka melakukan konservasi alam terutama tanaman asli Indonesia, obat, kosmetik dan aromatic melalui Kampung Jamu Organik yang sekarang kami kembangkan di Sukabumi. Demikian pula pentingnya pendidikan dan pemberdayaan perempuan.

4 dari 6 halaman

Dikerjai Sang Ibu Sebelum Jadi CEO

Sekarang kita beralih ke Mas Kilala Tilaar selaku CEO Martha Tilaar Group. Kalau dilihat background Mas Kiki memang pas ya untuk menempati posisi CEO?

Saya backgroundnya adalah bisnis. Saya ngambil S1 S2-nya, sekarang juga doktoral juga di bidang bisnis. Tapi sejak kecil, karena saya anak paling kecil mungkin ya, dan biasanya anak laki-laki kan lengket sama ibunya. Jadi ditenteng-tentenglah kita ke mana-mana, ke luar negeri, ke daerah, ke mana-mana sama Ibu kan.

Itu belajar sih, dari kecil sudah dicekokin atau di-brain wash lah gitu. Bawa kosmetik, kosmetik, kosmetik, kosmetik gitu. Jadi sejak umur kecil pun mungkin untuk membedakan eye shadow yang bagus mungkin sejak kecil saya sudah bisa.

Kemudian selalu di-brain wash harus melanjutkan ya, karena ini kan perusahaan keluarga dan sebagainya. Jadi itu sudah masuk dan menjadi passion sebetulnya. Jadi kebiasaan untuk melihat-lihat kosmetik waktu saya di luar negeri pun tetap saya lakukan.

Mungkin kadang terlihat aneh ya, laki dengan tampilan dan model seperti ini, botak pula, cuma bergerak di bidang kecantikan. Tapi I don't think it matters gitu. Yang penting adalah bagaimana kita bisa sustaine our passion dan kita bisa kerja keras untuk bisa belajar terus gitu.

Karena kalau enggak punya passion itu kita stop belajar gitu. Ini passion saya kebetulan di kosmetik. Jadi karena di kosmetik itu perlu belajar terus dan belajar terus begitu ya, akhirnya lama kelamaan juga bisa.

Tapi Mas Kiki tidak sempat merasakan beratnya membangun di awal, sejak dari ruangan berukuran 4x6 meter?

Saya sih sudah nggak ngalamin, karena anak paling kecil dan Beliau sudah jadi pengusaha sukses ketika saya lahir. I'm born with the golden spoon, yang udah enak hidupnya. Cuma didikan Beliau itu keras sekali. Jadi bukan hanya mentang-mentang kita anak owner atau apa, tapi Beliau mendidik kita sangat keras, jadi sangat disiplin.

Beliau punya way of life itu namanya DJITU, itu ejaan lama ya, DJITU. Itu artinya yang pertama adalah Disiplin, kemudian Jujur, kemudian Innovation atau Iman kalau kita sudah makin tua, maka kita mungkin berimanlah, kalau pemuda Innovation-lah gitu kan. Kemudian Tekun dan Ulet.

Karena mereka ini adalah guru, mereka ngajarin kita itu saya dan kakak-kakak saya cukup keras. Ibaratnya kata singkatnya itu adalah ojo dumeh gitu, atau jangan mentang-mentanglah. Itu yang kita pegang, yang kita diajarin dari kecil, dari karier juga demikian.

Jadi dari staf biasa, kami bukan dari langsung direktur tapi perlu proses. Saya kurang lebih 17 tahun proses bisa sampai ke posisi ini, bukan pulang dari Amerika langsung jadi presiden direktur atau direktur.

Ada proses pembelajaran yang cukup menyakitkan, kalau enggak bikin bingung, enggak bikin gusar itu berarti bukan pembelajaran. Proses itu kan sakit ya. Kalau kupu-kupu itu mau jadi kupu-kupu dari kepompong juga kayanya struggle kan.

Tapi ya inilah ilmu yang Beliau berikan kepada saya, yang kalau saya lihat waktu jalaninnya memang menyebalkan, tapi kayaknya kalau saya enggak digituin pasti saya akan menjadi ceroboh dan menjadi tidak disiplin dan tidak menghargai proses dan sebagainya.

Selama menapak karier di Martha Tilaar Group itu, sempat tidak kepikiran untuk banting setir atau keluar dari perusahaan?

Pernah dong, bayangin dari saya waktu itu dikasih jadi staf gudang. Baru pulang dari Amerika, saya sengaja dikerjain gitu ya. Saya pakai dasi, saya pakai jas, saya ke kantor. Saya pikir kantornya bagus nih, jadi direktur kan. Ternyata saya ditaruhnya di gudang, yang panasnya itu 40 derajat.

Kemudian dites lagi ke spa, juga bukan dijadiin sebagai manajer waktu itu. Kamu bikin spa deh, ini perusahaan yang belum, perusahaan baru, belum menguntungkan kan gitu. Coba kamu buat untung dulu, buktiin. Selalu begitu, terus begitu, terus begitu sampai 17 tahun.

Yang terakhir, dua yang terakhir itu yang lebih membikin gemes gitu ya. Saya orang bisnis, Mba. Tiba-tiba dibilang, kayaknya kamu stop jadi marketing saja, kamu sekarang ke R&D. Lho saya tahu apa? Saya nggak ngerti kimia, saya nggak ngerti biologi, saya nggak ngerti matematika gitu kan, kenapa saya musti ke sana gitu.

Di situlah dibilang, kalau kamu kepingin ngerti tentang bisnis kosmetik, kamu harus belajar dapurnya. Dapurnya yang tadi Beliau bilang. Untuk menjadi relevan sampai 50 tahun, brand ini harus berinovasi, dapurnya adalah R&D itu, research and development.

Nah, di situlah saya struggle, sempat nangis-nangi. Nangis-nangis sempat mau keluar lho. Saya kebetulan dapat tawaran dari sebuah perusahaan multinasional base in Singapura. Saya bilang saya mau keluar, saya nggak tahan. Tapi Bapak saya kan juga seorang pendidik, kasih motivasi. Akhirnya dipaksa-paksa ternyata bisa juga lho.

Bahkan sekarang saya malah dianggap sebagai salah satu expert dunia dalam bidang formulasi R&D. Dari orang yang nggak ngerti apa-apa sekarang menjadi juri internasional untuk R&D. Misalnya kemarin baru pulang dari Barcelona menjadi juri Innovation in Cosmetic Global di Barcelona. Untuk menilai 250 formulasi-formulasi bahan baku perusahaan-perusahaan top dunia.

Jadi bisa dibilang belajarnya itu karena dicemplungin Ibu ya?

Mereka ini guru, jadi learning by doing. Karena menurut mereka edukasi itu memang harus ada sebagai dasar saja, yang mereka ajari, Ibu dan Bapak saya, adalah ilmu langitnya, ilmu jalanannya. Dan ini sangat berguna pada waktu saya diangkat itu pada pas Covid.

Jadi posisi sebagai CEO ini masih terbilang baru?

Baru 2020. Jadi pas Covid, kami juga semua orang di seluruh Indonesia, di dunia juga lagi berantakan, di situlah dia mengangkat saya sebagai CEO gitu. Selama tiga tahun perusahaan yang 50-an tahun ini sudah berjalan, bagaimana dengan napas baru, dengan manajemen baru kita bisa survive krisis Covid 2020.

Karena manajemen ini kan manajemen yang sudah cukup lama ya, 50 tahun berjalan tentunya pasti ada kebiasaan lama yang tidak mau berubah. Kemudian cara-cara perhitungan yang masih kolot dan sebagainya. Sistem yang belum tersambung antara satu departemen dengan satu departemen lain sehingga menyebabkan working capital yang semestinya tidak perlu dikeluarkan, menjadi dikeluarkan dan sebagainya itu.

Itu yang kita beres-beres, justru Covid ini adalah refleksi untuk kita untuk berbenah dan menggunakan Covid ini, semuanya juga lagi tiarap, untuk kita betulin perusahaan ini supaya 50 tahun ke depan masih sustaine. Jadi kan kayak apa ya? Kemarin dikasihnya pas saya 2020 itu adalah 50 tahunnya Martha Tilaar Group.

Apa strategi yang dipakai Mas Kiki untuk membesarkan perusahaan?

Sebetulnya strategi saya simple saja. Yang pertama adalah cashflow. Bagaimana kita bisa hidup itu adalah kalau kita mempunyai cashflow yang lancar atau cashflow positif. Kalau misalnya cashflow itu bagaimana caranya kita bisa menghemat atau memperlancar ekspor?

Yang pertama harus tepat guna. Apa pun yang kita keluarkan itu harus tepat guna. Bukan berarti biaya marketing nggak boleh, tapi harus yang tepat guna. Kemudian yang dulunya kita punya banyak tanah, misalnya gitu kan, yang apa namanya aset yang tidak digunakan, kita gunakan.

Misalnya kita jualkah? Kita kerjasamakan kah? Kita join-kan dan sebagainya. Sehingga itu bisa memperkuat cashflow kita. Dan kemudian secara operasional tentunya kita banyak efisiensi kan. Jadi untuk supply chain misalnya kita biasa beli selalu berlebih, kita benar-benar tepat, kita hitung benar-benar tepat sehingga tidak ada barang-barang yang ibaratnya nganggur di gudang saja atau tidak dipakai, dan banyak hal.

Itu strategi yang memang benar-benar kita jalanin. Tapi kuncinya adalah kerja sama antara pimpinan dengan seluruh pegawai. Bagaimana seorang CEO itu bisa meyakinkan anak buahnya, semuanya dari tukang sapu sampai direktur untuk kita bisa jalan di satu arah, satu direction yang lebih baik.

 

5 dari 6 halaman

Sudah Mulai Mengekspor Bahan Kosmetik

Apa upaya yang Mas Kiki lakukan biar kosmetik lokal tidak ketinggalan zaman?

Jadi kita sadari bahwa memang brand kita kan sudah berusia 50 tahun, sudah heritage brand ya, mungkin dari mama, omanya pakai dan sebagainya. Tapi kuncinya untuk tetap bisa eksis dalam dunia ini adalah di dunia kosmetik ini adalah relevansi. Bagaimana brand yang heritage tadi tetap bisa relevan terhadap gaya hidup sekarang.

Cara-caranya sudah banyak. Yang paling pertama yang paling penting adalah research and innovation. Research and innovation yang semacam apa? Riset dan innovation yang selalu mendengarkan kebutuhan pasar. Itu yang memang harus kita tetap lakukan dengan adanya pembaruan-pembaruan, dari segi formulasi, tekstur, sensorial, dan juga dari segi keinginan pasar seperti apa?

Tentunya rohnya kami adalah perusahaan kosmetika nasional yang mengusung nilai-nilai kelokalan. Oleh karena itu kami konsisten untuk melakukan research di berbagai macam tanaman-tanaman Indonesia yang mempunyai benefit untuk tadi, kosmetik, aromatik dan obat.

Jadi memasukkan unsur-unsur Indonesia di dalam formulasi-formulasi yang kekinian sekarang, gitu. Jadi dari segi formulanya juga harus bagus, tetapi ada nilai lokalnya.

Yang kedua, tampilannya juga ngga boleh ya kebayang dong masa packaging tahun 70 dipakai sampai sekarang kan nggak mungkin. Jadi kita tetap harus bisa kreatif. Kemudian komunikasi. Saya percaya apa pun formulanya, sebagus apa pun ingredients-nya, kalau nggak ada komunikasinya maka engga akan jalan gitu. Karena nobody knows kamu punya barang bagus.

Kayanya kita juga sekarang ini juga lebih banyak mendekatkan diri, berkomunikasi lewat kanal-kanal yang dekat dengan Gen Z dan Milenial, misal TikTok, Instagram dan teman-temannya. Jadi kita tetap maunya begitu. Jadi kuncinya adalah relevansi tadi, bagaimana sebuah perusahaan yang sudah berumur ini bisa tetap berinovasi untuk dekat dengan target marketnya.

Kalau Kampung Jamu itu seperti apa, Mas?

Kampung Jamu itu sebetulnya kegiatan kita, is our passion lah. Ini kan misinya adalah bagaimana mempercantik dunia dengan menggunakan tanaman lokal, mimpinya Beliau, Ibu Martha. Nah itu nggak bisa kita lakukan tanpa melakukan, pertama konservasi terhadap alam ini sendiri. Karena kan banyak sekali pembalakan hutan, kemudian untuk palm oil, untuk tambang dan sebagainya, maka hutan-hutan di Indonesia itu berkurang kan drastis.

Nah ini yang perlu kita selamatkan untuk bagaimana tanaman-tanaman itu meskipun hutannya sudah nggak ada, tapi tanamannya tetap ada. Jadi Kampung Jamu itu adalah yang pertama adalah konservasi. Nah, kita mencoba untuk mengkonservasi 33 ribu spesies Indonesia. Mimpi besar iya, tapi kita harus lakukan.

Jadi sekarang sudah kumpul mungkin 600-an tanaman, baik yang langka maupun yang sudah hampir punah. Kita bekerja sama sekarang dengan BRIN untuk bisa mengembangkan tanaman itu di kultur jaringan. Jadi bukan dari tanaman aslinya, tapi dari pembiakan cawan gitu. Habis itu kita domestifikasi di situ.

Yang kedua perannya Kampung Jamu itu adalah riset. Setelah ditanam didomestifikasikan, diperbanyak, kemudian kita melakukan penelitian. Penelitian tentang apa? Khususnya ya untuk tanaman obat, aromatik dan kosmetik, gitu. Misalnya kalau di kosmetik formulasi biasanya kita pakai apa namanya, chamomile untuk iritasi dan untuk meredakan peradangan kulit.

Ternyata di Indonesia juga ada yang keren. Kalau bahasa kerennya itu, apa namanya? Kemangi. Kalau bahasa latinnya adalah, bahasa Inggrisnya adalah lemon basil. Nah, lemon basil ini, secara phytochemistry itu mempunyai kegunaan yang mirip dengan chamomile ini.

Jadi sebenarnya kita tidak harus impor lagi untuk bahan-bahan yang sebenarnya sudah tersedia di Indonesia?

Jadi industri kosmetik Indonesia itu 85 persen dari packaging dan raw material itu dari impor. Indonesia itu kan kaya dengan tanaman dan keilmuannya. Oleh karena itu,kita mencoba untuk mensubstitusikan dengan itu. Misalnya, salah satu contoh yang gampang, misalnya chamomile di dalam formulasi kosmetik itu dipakai sebagai anti-iritan supaya kulit tidak ada peradangan dan sebagainya.

Tapi kan chamomile itu kita ambil dari Cina atau ambil dari India. Nah kita bisa ganti ini dengan tanaman yang mempunyai benefit yang sama, yaitu si kemangi, yang biasa buat pecel lele itu, enak buat makan pecel lele, ternyata dia mempunyai anti-iritan yang cukup baik. Yang kayak begitu itu kita bisa pelajari kalau kita benar-benar mempunyai tanamannya, kemudian kita melakukan riset secara saintifik mengenai phytochemistry yang ada di dalam tanaman itu.

Sehingga Kampung Jamu yang tadi Mba bilang itu adalah sangat strategis untuk ketahanan bahan baku, bukan hanya konservasi, tapi ketahanan bahan baku nasional untuk kosmetik yang nantinya mimpinya Pak Jokowi kan kita harus punya nilai tambah ya, bukan hanya kita jual simplisia atau daun kering, tapi kita juga bisa menghasilkan ingredients-ingredients kosmetik yang bisa kita ekspor ke luar negeri.

Sekarang kita bekerja sama dengan Clariant karena kita punya 40 paten mengenai tanaman-tanaman ini dan manfaatnya yang sudah kita uji secara klinis ini kita bekerja sama dengan satu perusahaan raksasa di Swiss, namanya Clariant. Dia adalah pemasok kimia terbesar di dunia nomor 2.

Nah, kita sudah mulai menjual bahan-bahan itu, misalnya enzim pepaya, kemudian kita menjual lidah buaya, kemangi ini ke 200 negara. Jadi kita sudah mulai ekspor sekarang untuk memenuhi banyak sekali di Eropa, misalnya multinasional yang sudah pakai ingredients asli daripada Indonesia ini. Nantinya mudah-mudahan Indonesia juga semakin ramai industri kosmetiknya semakin banyak juga yang memakai juga ingredients yang asalnya dari kita.

 

6 dari 6 halaman

Menjamurnya Brand Kosmetik Lokal yang Berkualitas

Menurut Mas Kiki apa tantangan terberat industri kosmetik Tanah Air?

Kalau kita lihat adalah ketahanan bahan baku. Kita nggak mungkin menang lawan kosmetika Cina dari segi harga. Why? Karena dia punya apa, infrastruktur industri kosmetik di Cina sangat lengkap, hampir semuanya barang dari Cina, ya kan? Tentunya dari segi itu kita nggak bisa lawan, tetapi dari segi uniqueness, dari segi formulasi yang natural, dari segi mentalitas anak-anak yang baru sekarang.

Anak-anak sekarang itu beda sama generasi saya gitu ya, generasi milenial sekarang jauh mencintai produk lokal. Justru yang kerennya sekarang bukan menjamurnya produk Korea atau Cina, tapi menjamurnya produk lokal.

Itu tuh sangat dahsyat menurut saya, karena apa? Karena jadinya industri kosmetik ini menjadi nyata bahwa kita punya brand-brand, banyak sekali brand-brand lokal yang bisa bersaing dengan sehat. Semakin banyak player-nya maka industrinya akan semakin berkembang dan industrinya akan semakin kompetitif tetapi juga bermanfaat untuk banyak orang.

Martha Tilaar Group sendiri tidak merasa tersaingi dengan munculnya brand-brand lokal yang baru itu?

Aku mau cerita, kebetulan kita punya satu perusahaan, anak perusahan dari Martina Berto Tbk ini yang khusus melayani membuat untuk klien-klien di luar grup. Dulu klien-klien kita itu multinasional, kita tidak sebut namanya, tapi ada yang dari Belanda, dari Amerika, dari mana-mana itu produksi di kita secara masif.

Tapi lima tahun terakhir diawali dengan satu klien yang itu namanya Mbak Ussy Sulistiawaty. Dia bikin satu lipstik dulu, namanya Dissy, bikin di kita. Nah, sejak itu banyak sekali artis dulu yang bikin produk itu banyak ke kita. Sampai sekarang pun kita melayani 650 brand lokal. Jadi sampai bingung. Blessing in disguise-nya begitu.

Jadi bukan berarti pemain-pemain baru itu ancaman. Kita harus rangkul. Saya punya infrastruktur 50 tahun, saya punya logistik, saya punya R&D, saya punya formulasi, saya punya bahan baku, saya punya kantor, misalnya. Itu kita sharing sama mereka. Kamu enggak usah bikin pabrik, aku yang bikinin, kamu fokus di penjualan.

Banyak sekali entrepreneur-entrepreneur muda yang kita bidani juga gitu. Bahkan ada satu produk dari sebuah apa namanya, skripsi. Dari sebuah skripsi mereka kumpul, mereka buat dan sekarang menjadi salah satu brand indie yang cukup kuat.

Dari perjalanan panjang Martha Tilaar Group, nilai apa yang bisa Mas Kiki ambil dari sosok Ibu Martha Tilaar?

Kalau mau sukses itu nggak ada yang instan, semuanya harus lewat proses. Jadi Beliau mengajarkan saya memang dari proses dari paling bawah itu dan semuanya berdasarkan profesionalisme.

Dan akhirnya lewat pengalaman diri kita sendiri ya kita bisa menahkodainya dengan benar gitu. Dibanding kalau misalnya kita, apa namanya direktur cangkokan. Kita benar-benar meresapi, memahami bisnis ini gitu.

Yang kedua adalah passion. Passion itu harus punya. Kalau nggak punya passion di dalam suatu bidang usaha, maka usahanya tidak akan bisa sustain. Karena usaha itu kan naik turun, bisa naik kita di atas, besok kita di bawah, besok kita di atas lagi. Nah, begitu kita di bawah, passion-lah yang men-drive kita untuk bekerja lebih keras, belajar lebih giat, yang bisa kita jadikan alasan untuk kita hidup itu ya passion itu. Tanpa passion kayanya bakal pindah kerja aja, gitu kan.

Ibu Martha sebagai founder dan juga owner dari Martha Tilaar Group, harapannya ke depan apa, Bu?

Harapannya ya tentu kita sebagai insan Indonesia harus bangga pada kebudayaan kita ya, dan juga kepada produk-produk kita yang berdasarkan atas pengetahuan nenek moyang kita.

Kalau dari Mas Kiki sebagai CEO Martha Tilaar Group, harapannya ke depan, apalagi untuk bisnis kosmetik seperti apa?

Saya rasa Indonesia mempunyai modal yang sangat baik di industri kosmetik dan personal care. Ada tadi yang saya mention ada dua. Yang pertama adalah kekayaan alam itu sendiri, di mana kita punya tanggung jawab besar dan tantangan besar ke depan untuk bisa mandiri di dalam bahan baku kosmetik.

Kedepannya kita harus mengurangi ketergantungan itu. Yang kedua adalah bagaimana kita juga bisa membikin industri kosmetik ini sekuat negara-negara lain yang sudah sukses. Misalnya Cina yang sudah mulai menggeliat nih, kemudian Korea, Jepang, dan sebagainya. Nah itu kita perlu kolaborasi, kita perlu konektivitas sama-sama untuk bagaimana kita membangun ini.

Kalau cuma dimonopoli oleh beberapa perusahaan besar, maka industri ini nggak akan berkembang. Dan Puji Tuhan bahwa saat ini generasi kita ini sangat mencintai produk-produk lokal dengan bertumbuhnya begitu banyak produk-produk lokal yang keren-keren.

Nah, ini menjadi modal utama kita nih, supaya kita juga bisa akhirnya memanfaatkan peluang yang kedua tadi adalah pasar yang besar ini, 270 juta manusia ini adalah market yang sangat besar. Jadi ya itu yang harapan saya adalah industri ini bisa makin berkembang dan Indonesia dikenal mempunyai brand-brand kosmetik yang kuat di dunia.