Sukses

Studi Baru Temukan Hubungan Antara Paparan Bahan Kimia Forever dengan Penambahan Berat Badan

Paparan bahan kimia forever ini diteliti melalui pengamatan terhadap sejumlah diet yang bermaksud menurunkan berat badan.

Liputan6.com, Jakarta - Paparan bahan kimia forever dapat berkontribusi terhadap penambahan berat badan, bahkan obesitas, sebuah studi baru menunjukkan. Penelitian asal Denmark yang diterbitkan dalam jurnal penelitian, Obesity, pekan lalu, memaparkan hubungan antara PFAS beracun, atau dikenal sebagai bahan kimia forever, dan hambatan penurunan berat badan.

PFAS, atau zat per dan polifluorinasi, adalah keluarga besar bahan kimia buatan manusia. Mereka dikenal sebagai "bahan kimia forever" karena tidak terurai secara alami di lingkungan. Bahan kimia tersebut telah digunakan sejak tahun 1940-an karena sifatnya yang tidak lengket, anti-air, panas, dan anti-noda.

Mereka ditemukan dalam segala hal, mulai dari pakaian hingga panci anti lengket dan kemasan makanan. Dalam beberapa tahun terakhir, PFAS telah dikaitkan dengan masalah kesehatan yang serius, termasuk cacat lahir dan kanker.

Hal ini menyebabkan peraturan lebih ketat dan penghapusan PFAS. Beberapa masih dianggap aman untuk digunakan, meski beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia yang disetujui dapat bocor dari kemasan ke dalam makanan.

Para ilmuwan dari University of Southern Denmark dan University of Copenhagen mulai mempelajari dampak paparan PFAS terhadap berat badan. Mereka menggunakan data dari uji coba tahun 2011 yang meneliti hubungan antara berbagai diet dan risiko kardiovaskular.

Studi asli melibatkan peserta dengan obesitas dari delapan negara Eropa: Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Jerman, Yunani, Belanda, Spanyol, dan Inggris.

 

2 dari 4 halaman

Efek Lebih Signifikan pada Peningkatan Berat Badan

Setelah ditugaskan untuk menurunkan delapan persen dari berat badan mereka, para responden secara acak ditempatkan dalam lima kelompok diet berbeda. Beberapa di antaranya bertujuan mendorong penurunan berat badan selama 26 minggu.

Para peneliti Denmark memeriksa tingkat lima jenis PFAS dalam plasma dari 381 peserta tersebut. Mereka menemukan hubungan yang signifikan antara peningkatan berat badan dan tingkat kimiawi, terlepas dari pola makannya.

Dua kelompok bahan kimia: PFOA dan PFHxS, hampir dua kali lipat sejalan dengan kenaikan berat badan 1,5 kg di semua kelompok diet. Penambahan berat badan yang terkait dengan paparan PFAS juga ditemukan lebih signifikan daripada penambahan berat badan yang dikaitkan dengan diet suboptimal.

Karena itu, paparan racun lingkungan tertentu dapat menjelaskan keberhasilan variabel dari beberapa diet, seperti diet rendah karbohidrat. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa PFAS dapat mengubah metabolisme energi, kontrol glukosa, dan homeostasis hormon tiroid, yang semuanya berimplikasi pada berat badan.

3 dari 4 halaman

Studi Lainnya tentang Bahan Kimia Forever

Studi terbaru yang diterbitkan dalam JHEP Reports adalah yang pertama menunjukkan hubungan yang jelas antara PFAS dan karsinoma hepatoseluler nonviral (jenis kanker hati yang paling umum) pada manusia. "Ini dibangun di atas penelitian yang ada, tapi membawanya satu langkah lebih jauh," kata Jesse Goodrich, peneliti kesehatan masyarakat pascadoktoral di Keck School of Medicine of the University of Southern California, dikutip dari New York Post, 18 Agustus 2022.

Ia menyambung, "Kanker hati adalah salah satu titik akhir paling serius pada penyakit hati dan ini adalah studi pertama pada manusia yang menunjukkan bahwa PFAS terkait dengan penyakit ini."

Menunjukkan hubungan antara PFAS dan kanker pada manusia bukanlah hal yang mudah bagi para ilmuwan. "Sebagian alasan mengapa hanya ada sedikit penelitian pada manusia adalah karena Anda memerlukan sampel yang tepat,” tambah profesor Fakultas Kedokteran Keck Veronica Wendy Setiawan.

"Ketika melihat paparan lingkungan, Anda memerlukan sampel jauh sebelum diagnosa karena kanker membutuhkan waktu untuk berkembang," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Hubungan PFAS dengan Kanker

Demi membuat lompatan ini, para peneliti diberi akses ke database Studi Kelompok Multietnis, yang mencakup survei perkembangan kanker di lebih dari 200 ribu penduduk Hawaii dan Los Angeles, California, yang dirangkum Universitas Hawaii.

Pencarian mereka dipersempit jadi 100 peserta survei, dengan 50 di antaranya mengidap kanker hati dan sisanya tidak. Para peneliti mencari jejak bahan kimia "forever" yang ada di dalam tubuh sebelum kelompok penderita kanker jadi sakit.

Mereka dilaporkan menemukan beberapa jenis PFAS di antara peserta, dengan PFOS muncul paling menonjol di antara mereka dalam kelompok dengan kanker hati. Penyelidikan tersebut mengungkap bahwa mereka yang termasuk dalam 10 persen teratas dari paparan PFOS 4,5 kali lebih mungkin mengembangkan karsinoma hepatoseluler dibandingkan dengan mereka yang paling sedikit paparan.

Hubungan yang jelas antara PFAS dan kanker pada manusia sangat penting untuk dibuktikan dalam studi lebih lanjut tentang bagaimana bahan kimia ini mengganggu proses biologis. Berdasarkan temuan saat ini, para ilmuwan USC percaya bahwa paparan konsentrasi tinggi PFOS telah mengganggu kemampuan hati untuk memetabolisme glukosa, asam empedu, dan asam amino.