Liputan6.com, Jakarta - Seorang karyawan di China yang bekerja di sebuah perusahaan teknologi tinggi telah kehilangan pesangonnya lebih dari 600.000 yuan atau setara Rp1,2 miliar yang semestinya dia terima karena dipecat. Hal tersebut terjadi setelah karyawan itu terlihat berada di pulau China, Hainan, untuk berlibur, padahal dia mengambil cuti medis selama sekitar dua minggu.
Dikutip dari AsiaOne, Selasa (25/4/2023), pada pertengahan April 2023, pengadilan di Beijing memutuskan bahwa keputusan untuk memecat karyawan itu sudah tepat. Ini menyusul sebuah kisah panjang yang dimulai pada 2019.
Baca Juga
Kasus Dugaan Penipuan Paket Wisata ke Korea Selatan oleh Influencer Malaysia, Kerugian Capai Rp1,64 Miliar
Viral Pungli Joki Pemandu Jalur Alternatif Puncak Bogor Rp850 Ribu, Apakah Permintaan Maaf Pelaku Cukup Loloskan dari Jerat Hukum?
Wajah Baru Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta Jelang Tahun Baru 2025, Lebih Hijau dan Bisa Drop Bagasi Mandiri
Pria bermarga Xu itu awalnya mengajukan cuti tahunan pada 2019 dari akhir Juli hingga pertengahan Agustus. Diketahui, dirinya berencana membawa anaknya ke Hainan, menurut sebuah laporan di National Business Daily.
Advertisement
Namun, permintaannya ditolak karena proyek vital membutuhkan tenaga kerja, lapor The South China Morning Post. Selanjutnya, ia mengambil cuti medis antara 18 hingga 31 Juli karena sakit kepala dan kondisi punggung serius yang menghambat mobilitasnya, menurut catatan medis.
Ia juga direkomendasikan untuk "bed rest" dan senam leher. Namun saat libur kerja, rekan Xu melihatnya di bandara di Hainan.
Pada Agustus 2019, manajer Xu meneleponnya untuk menanyakan di mana dia selama cuti medis. Dalam rekaman percakapan, Xu terdengar mengatakan dia tetap di rumah di Beijing.
Dua hari kemudian, Xu dipecat dari pekerjaannya karena ketidakjujuran dan penipuannya. Awalnya, pengadilan tenaga kerja memutuskan bahwa perusahaan teknologi tinggi harus memberikan pesangon kepada Xu lebih dari 600.000 yuan atau setara Rp1,2 miliar karena melanggar undang-undang tenaga kerja.
Saling Ajukan Banding
Sebagai tanggapan, perusahaan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Chaoyang, yang membatalkan putusan sebelumnya. Xu kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Rakyat Menengah Ketiga, dengan mengatakan bahwa dia tidak menipu mantan perusahaannya karena dia adalah pemilik sebuah flat di Hainan.
Karena itu, ia pergi ke sana untuk sembuh dari penyakitnya. Tetapi, pengadilan menunjukkan bahwa Xu telah mengabaikan nasihat medis untuk beristirahat dan telah bepergian.
Sebelumnya, kasus terkait liburan di Negeri Tirai Bambu juga sempat membuat seorang siswa dihukum sekolah. Siswa sekolah menengah di China yang dihukum sekolahnya karena mengunggah swafoto di media sosial selama liburan musim panas telah memulai perdebatan tentang privasi dan kebebasan pribadi.
Siswa yang tidak disebutkan namanya itu berasal dari Panjin, Provinsi Liaoning, China timur laut. Ia dilaporkan dihukum karena melanggar larangan sekolah dalam penggunaan aplikasi media sosial WeChat, Xinyuan Video melaporkan, seperti dikutip dari SCMP, Sabtu, 30 Juli 2022.
Advertisement
Siswa di China Dihukum Sekolah karena Unggah Foto Selfie Saat Liburan
Pada hari pertama liburan musim panas, siswa tersebut pergi bersama teman-temannya dan mengunggah swafoto di WeChat Moments. Keesokan harinya ketika bangun, ia melihat ada pesan grup WeChat dari gurunya.
"Kemarin ada dua siswa yang membuat unggahan di WeChat Moments, dan banyak siswa lain yang berinteraksi dengan mereka. Karena ini sangat melanggar peraturan sekolah yang melarang penggunaan WeChat, pemberitahuan akan diedarkan pada siswa-siswa ini dan hukuman dijatuhkan ketika masa sekolah dilanjutkan," bunyi pesan itu.
Siswa tersebut mengatakan pada Xinyuan Video dalam sebuah wawancara, "Mereka mendesak saya dan teman sekolah lain yang membuat unggahan untuk mengisi formulir ketika kami kembali ke sekolah." Guru juga mengingatkannya dalam pesan bahwa tidak ada unggahan WeChat yang diperbolehkan selama liburan sekolah, termasuk saat liburan musim panas, dan ponsel hanya untuk belajar.
Siswa tersebut mengatakan bahwa di masa lalu, siswa telah berbagi unggaahan di WeChat, dan dilihat guru sekolah, tapi tidak dihukum. Ini berubah karena ada seorang wali kelas baru dengan gaya mengajar lebih ketat.
Aturan Ketat dari Sekolah
Siswa itu berkata, "Setelah memeriksa peraturan sekolah, saya sekarang sadar bahwa berselancar di internet dilarang. Karena tidak ada yang menyebutkannya pada saya sebelumnya, saya tidak tahu."
Sekolah telah menerapkan aturan keras tentang kapan dan bagaimana siswa dapat mengakses internet, baik di sekolah maupun di rumah. Ini termasuk larangan penggunaan ponsel pintar, pemantauan ketat dan pengawasan aktivitas online siswa, serta mengharuskan siswa menyerahkan catatan penggunaan telepon mereka, termasuk panggilan, pada guru setiap bulan.
Setiap siswa yang melanggar aturan untuk pertama kalinya akan diberikan hukuman, skorsing tiga hari, dan penyitaan telepon. Pelanggar kedua kali akan ditahan dan tambahan dua hari penangguhan, sementara yang ketiga kalinya akan membuat mereka dikeluarkan dari sekolah.
Biro pendidikan setempat mengatakan sekolah tidak melakukan kesalahan karena berusaha mendorong siswa menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar. Namun, cerita tersebut telah menyebabkan reaksi kontra terhadap sekolah dan aturannya di media sosial China.
Advertisement