Sukses

Tragedi Bayi Usia 38 Hari Meninggal Dunia Diduga Akibat Kaget Dengar Ledakan Petasan

Bayi berusia 38 hari itu sempat kejang-kejang setelah mendengar suara ledakan petasan. Dia sempat dibawa ke rumah sakit sebelum kemudian meninggal dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Cerita pilu baru saja terjadi di Gresik. Seorang bayi berusia 38 hari meninggal dunia karena diduga kaget setelah mendengar suara petasan. Diketahui, bayi itu berasal dari Desa Jatirembe, Kecamatan Benjeng, Gresik, Jawa Timur.

Bayi itu mengalami kejang-kejang setelah kaget mendengar suara petasan yang dinyalakan tetangganya, pada Sabtu, 22 April 2023. Mengutip kanal Youtube Tribunnews, Jumat (28/4/2023), bayi 38 hari tersebut merupakan anak kedua dari pasangan Nur Hasim (34) dan Nur Faizah (28) dan lahir dua hari sebelum bulan Ramadan.

Korban saat kejang-kejang langsung dilarikan ke bidan dan kemudian dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya semakin parah. Bayi itu juga sempat menjalani tindakan medis di rumah sakit di jalan Sudirohusodo, tapi kemudian dirujuk lagi ke RS Muhammadiyah Lamongan Jawa Timur.

Bayi bernama N itu dibawa ke rumah sakit di Lamongan untuk mendapatkan perawatan karena alat medisnya lebih lengkap. Nufus, perwakilan dari keluarga korban mengatakan, saat diperiksa, diketahui bayi N mengalami pecah pembuluh darah.

"Dari hasil CT scan, pembuluh darahnya pecah diduga karena ada benturan. Kaget suara mercon sampai pembuluh darahnya pecah. Kejang nafas berbunyi krok-krok," jelas Nufus.

Namun, bayi N tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia di RS Muhammadiyah Lamongan, Kamis, 27 April 2023. Nufus menceritakan, saat kejadian, bayi N sedang tidur.  Namun, tetangga berinisial T (45) menyalakan petasan berukuran besar. T diduga menyalakan petasan berlokasi dua rumah dari kediaman korban.

Petasan meletus dengan suara yang keras, dan membuat bayi N kaget. Mata sebelah kanan tidak bisa terbuka dan lidahnya ke atas sehingga tidak bisa diberi minum. 

2 dari 4 halaman

Keluarga Bayi Tempuh Jalur Hukum

Saat itulah, bayi N dibawa ke bidan untuk mendapatkan pertolongan pertama. Nufus juga mengatakan, tidak ada itikad baik dari T, bahkan tidak menjenguk hingga melayat.

"Besok pagi kami laporkan ke polisi," ujar Nufus, Kamis (27/4/2023).  Menurut Nufus, pihaknya telah melaporkan hal tersebut ke ketua RT setempat ..

Sampat saat ini, tetangganya belum meminta maaf atas apa yang diperbuatnya. Akibat tidak ada itikad baik sama sekali dari T, pihak keluarga bayi N memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan melaporkannya ke polisi.

Umumnya bayi cukup sensitif terhadap berbagai bunyi-bunyian. Meski begitu, bayi juga bisa mengalami gangguan pendengaran atau tuli. Gangguan ini bisa dialami siapa saja, termasuk anak-anak, bahkan bayi. Pada bayi, salah satu gangguan pendengaran yang bisa terjadi adalah tuli kongenital.

Melansir kanal Disabilitas Liputan6.com, menurut dr. Muhammad Iqbal Ramadhan dari Klikdokter, tuli adalah kondisi tak bisa mendengar suara baik sebagian maupun sepenuhnya, pada satu atau kedua telinga. Penuaan dan paparan suara kronis adalah faktor yang berkontribusi pada ketulian. Faktor lainnya, seperti kotoran telinga berlebih, juga bisa menghambat telinga saat proses menerima suara.

 

3 dari 4 halaman

Tuli Bawaan Sejak Lahir

Sedangkan, gangguan pendengaran tuli kongenital merupakan jenis tuli bawaan yang dimiliki sejak lahir. Kehilangan pendengaran ini terjadi saat lahir atau beberapa saat setelah kelahiran, disebabkan oleh faktor genetik atau non genetik yang memengaruhi janin saat dalam kandungan.

"Faktor non-genetik yang dimaksud adalah penyakit seperti virus rubella yang mungkin menyerang ibu selama kehamilan," jelas Iqbal.

Secara garis besar kelainan tuli kongenital meliputi:

1. Kelainan daun telinga (mikrotia atau anotia) yang bervariasi derajatnya.

2. Kelainan liang telinga (atresia liang telinga).

3. Kelainan telinga tengah, yaitu tidak terbentuknya tulang pendengaran, rangkaian tulang terputus atau terfiksasi.

4. Kelainan telinga dalam (gangguan koklea).

 

Gejala tuli kongenital umumnya berupa suara yang teredam, sulit mendengar di keramaian, sulit mendengar huruf konsonan, dan sering meminta orang lain untuk mengulang pembicaraan. Penyandang tuli kongenital juga sering mengeraskan volume suara saat menonton atau mendengarkan sesuatu, enggan berkomunikasi, menghindari beberapa situasi sosial, beberapa suara terdengar terlalu keras, kesulitan mengikuti pembicaraan saat dua orang atau lebih sedang berbicara.

Gejala lainnya, merasa pusing atau tidak seimbang, merasa ada tekanan di telinga (akibat akumulasi cairan di belakang gendang telinga), serta telinga berdenging (tinnitus). 

4 dari 4 halaman

Gejala Tuli Kongenital pada Bayi

Gejala tuli kongenital pada bayi, bisa terlihat ketika bayi tidak mengalami refleks kaget jika ada suara, serta tidak mengedipkan mata atau mengerutkan wajah saat ada suara. Selain itu, bayi juga mengalami keterlambatan bicara sesuai usianya.

Untuk mengatasi kondisi ini, ada terapi yang bisa dilakukan. Terapi tuli kongenital bergantung pada penyebab dan derajat keparahan gangguan pendengaran yang dialami. Beberapa cara penanganannya antara lain:

1. Mengeluarkan kotoran telinga. Dokter akan mengeluarkannya dengan menyemprotkan minyak, kemudian membilasnya, menyeka, atau menyedot kotoran.

2. Operasi, mungkin diperlukan jika ada cedera telinga traumatis atau infeksi berulang.

3. Bantuan pendengaran. Jika tuli disebabkan oleh kerusakan di telinga dalam, alat bantu pendengaran dapat membantu dengan cara memperkuat suara agar lebih mudah didengar.

4. Implan koklea. Jika gangguan pendengaran yang cukup serius, implan koklea dapat menjadi pilihan karena dapat membantu mengatasi bagian telinga yang tidak bekerja.

"Bila anak menampakkan gejala-gejala di atas, segera bawa ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat," pungkasnya.

 

Video Terkini