Sukses

6 Fakta Menarik Guinea-Bissau, Negara yang Disebut Tanah Kulit Hitam

Guinea-Bissau atau Republik Guinea merupakan negara di Afrika barat yang terletak di pantai Atlantik.

Liputan6.com, Jakarta - Guinea-Bissau atau Republik Guinea merupakan negara di Afrika Barat yang terletak di pantai Atlantik. Negara dataran rendah ini tanahnya sebagian besar berupa dataran rendah pesisir dengan rawa-rawa hutan bakau

Nama Guinea tetap menjadi sumber perdebatan, kemungkinan diambil dari kata Amazigh (Berber) yang berarti "tanah orang kulit hitam". Negara itu juga menggunakan nama ibu kotanya, Bissau, untuk membedakannya dari Guinea, tetangganya di timur dan selatan.

Mengutip dari Britannica, Jumat, 5 Mei 2023, di abad ke-15 dan awal abad ke-16, Portugis menguasai seluruh pantai barat Afrika. Lambat laun monopoli mereka digantikan oleh serbuan oleh Prancis, Belanda, Inggris, dan kekuatan Eropa lainnya.

Prancis menekan perbatasan utara dan selatan yang sekarang disebut Guinea-Bissau dan menempatkan wilayah Casamance di Senegal selatan sepenuhnya di bawah kekuasaan Prancis setelah akhir abad ke-19. Inggris menyaingi otoritas Portugis di pesisir, khususnya di Bolama; perselisihan jangka panjang antara kedua kekuatan mengakibatkan Guinea-Bissau di bawah kekuasaan Portugis.

Meskipun Bissau adalah ibu kota negara dan kota terbesar saat ini, kota Bolama dan Cacheu penting selama perdagangan budak dan di era kolonial. Masih banyak hal tentang Guinea-Bissau, berikut enam fakta menarik Guinea-Bissau yang dirangkum Liputan6.com pada Jumat, 5 Mei 2023. 

1. Etnis di Guinea-Bissau 

Populasi Guinea-Bissau didominasi oleh lebih dari 20 etnis Afrika, termasuk Balante, salah satu kelompok etnis terbesar di negara itu, banyak suku Fulani dan banyak subkelompoknya, Diola, Nalu, Bijagó, Landuma, Papel ( Pepel), dan Malinke. Ada juga minoritas kecil Tanjung Verde dengan campuran Afrika, Eropa, Lebanon, dan Yahudi.

Selama masa kolonial, penduduk Eropa sebagian besar terdiri dari orang Portugis tetapi juga termasuk beberapa kelompok orang Lebanon, Italia, Prancis, dan Inggris, serta anggota dari negara lain. Tidak pernah ada populasi pemukim yang substansial di Guinea-Bissau, seperti di koloni Portugis lainnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2. Portugis Bahasa Resminya

Di antara bahasa-bahasa Afrika yang digunakan di Guinea-Bissau, sekitar 20 bahasa dan dialek yang diklasifikasikan dalam cabang Atlantik dan Mande dari bahasa Niger-Kongo mendominasi. Meskipun bahasa Portugis adalah bahasa resmi dan formal negara, itu adalah Crioulo sebuah kreol yang muncul selama perdagangan budak yang diucapkan sebagai lingua franca dan memberikan pengaruh pemersatu di daerah pedesaan.

3. Tradisi Memanen Garam

Selain bertani, beternak, dan menangkap ikan, masyarakat yang tinggal di desa Farim di Guinea Bissau juga memiliki tradisi panjang dalam memanen garam, meski tinggal jauh dari pantai Atlantik. Varietas garam lokal yang disebut Farim berasal dari Sungai Cacheu, sebuah teluk laut yang mengalir melalui daerah tersebut dan membentuk cekungan berisi air asin.

Selama musim kemarau, yang berlangsung dari November hingga Mei. Pasang surut, bersama dengan angin panas dan kering yang bertiup dari timur, menyebabkan sungai surut, sehingga memungkinkan terbentuknya kerak garam di permukaan dasar sungai.

Panen garam kemudian dimulai, dan secara tradisional, para wanitalah yang mengumpulkan tanah asin, kemudian disaring melalui kain, atau, lebih jarang. Melalui pot tanah liat yang dilubangi sebelum direbus dalam panci logam besar, datar, di atas api berbahan bakar kayu bakar mangrove. 

3 dari 4 halaman

4. Mayoritas Beragama Islam

Sekitar dua per lima populasi adalah Muslim. Di antara orang Kristen, yang merupakan seperlima dari populasi, Katolik Roma mendominasi. Sekitar seperenam dari populasi mempraktekkan kepercayaan tradisional, yang mencakup pemujaan leluhur, kepemilikan, dan animisme, serta khususnya tersebar luas di sepanjang pantai dan di wilayah tengah.

Kekristenan dan Islam diperkaya dengan kepercayaan tradisional Afrika, yang menghasilkan sinkretisme agama yang unik. Saat hari orang suci, misalnya, dapat dirayakan dengan genderang, prosesi, topeng, dan tarian tradisional.

5. Tempat Wisata Sejarah di Guinea-Bissau

Wisata menarik di negara ini yaitu di Conakry sebagai tempat wisata yang unik. Di wilayah ini terdapat situs bersejarah St. Marie Cathedral, tempat ibadah umat Kristen Conakry. Bangunannya bewarna kuning dan merah serta arsitektur yang mengesankan.

Kemudian, ada juga tempat ibadah untuk umat Muslim yaitu Conakry Grand Mosque. Masjid ini merupakan masjid terbesar keempat di Afrika dan terbesar di Afrika Sub-Sahara. Di taman masjid terdapat Mausoleum Camayanne dan makam pahlawan nasional, Samori ture, Sékou Touré, serta Alfa Yaya.

 

4 dari 4 halaman

6. Kuliner Guinea-Bissau

Mengutip dari laman tasteatlas, Jumat. 5 Mei 2023, Cafriela de frango adalah hidangan tradisional Bissau-Guinea yang terdiri dari potongan ayam yang diasinkan, dimasak, lalu dipanggang. Bumbunya biasanya terdiri dari cabai pedas, bawang putih yang dihancurkan, bawang merah, jus lemon, garam, dan minyak.

Saat daging sudah kecokelatan, disajikan dengan sisa saus wajan yang dituangkan di atasnya. Disarankan untuk memasangkan cafriela de frango dengan nasi putih yang lembut di sampingnya.

Selain itu ada Abacate com tuna, makanan pembuka yang sehat, bergizi, dan menarik secara visual dari Guinea Bissau. Hidangan dibuat dengan alpukat matang, tuna, kelapa parut, susu evaporasi, dan tomat cincang. Untuk menyiapkannya, alpukat harus dipotong menjadi dua dengan bijinya dibuang.

Tuna kemudian dipadukan dengan bahan lain, dan kombinasi tersebut dibumbui dengan garam dan merica. Kulit alpukat diisi dengan isian, dan hidangan siap disajikan, sebaiknya dengan irisan lemon di sampingnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini