Sukses

Cara Pilih Bahan dan Alat yang Tepat untuk Membuat Ramuan Jamu Herbal

Upaya pertama untuk membuat jamu segar yang baik, dimulai dari memilih bahan baku yang bagus

Liputan6.com, Jakarta - Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) melalui Ketua Umum Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania, M.Si membagikan kiat memilih bahan hingga alat untuk membuat ramuan herbal yang benar dan baik guna menjaga kesehatan tubuh.

Dalam sebuah webinar kesehatan, Inggrid mengatakan bahwa dalam membuat jamu, Anda harus memastikan bahan yang digunakan segar dan tidak tercemar misalnya bakteri, jamur, rumput dan hama penyakit.

Menurut Inggrid, meski terbuat dari bahan segar, tetap ada risiko jamu dapat tercemar. Oleh karena itu, upaya pertama untuk membuat jamu segar yang baik, dimulai dari memilih bahan baku yang bagus seperti rimpang, kulit batang, daun, bunga, biji dan buah. Selain itu, bahan pembuatan juga bisa didapatkan dari pasar, bukannya menanam sendiri.

Pada ramuan yang memanfaatkan rimpang-rimpangan seperti jahe, maka pastikan kulit rimpang tampak halus, tidak kisut, tidak mengkilat, tidak ada patahan, tidak bertunas, tidak rusak, penampang melintangnya cerah, tidak busuk dan tidak ada bagian lunak atau bonyok. Memotong sedikit bagian rimpang dapat menjadi cara memastikan kondisinya bagus.

Melansir laman Antara dan akun Instagram @pdpotji_official, untuk daun, pilih yang segar, tidak layu, sementara untuk bunga atau biji, buah-buahan carilah yang tidak kisut dan kulitnya tidak mengkilat. Bahan-bahan yang sudah dipilih itu kemudian disortir kembali lalu dicuci dengan air mengalir dan tiriskan.

Sumber air bisa dari sumur, PAM, atau air isi ulang asalkan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Untuk herbal-herbal yang tidak direbus atau mentah, pastikan air yang digunakan dalam kondisi matang.

Sedangkan untuk alat-alat, Inggrid merekomendasikan peralatan yang sudah terstandarisasi layak digunakan (food grade) atau aman untuk kesehatan. Panci yang dipakai untuk merebus, misalnya, terbuat dari stainless steel, panci kaca, gerabah atau tanah liat.

 

 

2 dari 4 halaman

Manfaat Jamu

Dia melarang penggunaan panci berbahan aluminium karena bisa berinteraksi dengan zat aktif di dalam herbal. Lalu, wadah untuk menyimpan jamu sebaiknya dalam botol kaca atau botol plastik yang food grade.

Botol kemasan air mineral tidak boleh dipakai karena ada risiko zat-zat karsinogenik keluar dari plastik dan bercampur dengan jamu. Selain itu, jagalah kebersihan saat menyiapkan dan lingkungan di sekitar. Inggrid mengatakan dari sisi manfaat, jamu sudah terkonfirmasi secara empirik dan eksperensial. Tetapi dia mengaku, efeknya tidak secepat obat kimia konvensional.

"Jamu biasanya takarannya tidak berupa konsentrat, jadi kandungan senyawa walau banyak tapi dalam volume yang sedikit. Tidak seperti obat konvensional yang satu zat aktif tetapi sebetulnya besar, berupa konsentrat," terangnya.

Ramuan herbal yang biasanya dibuat pada level rumah tangga merupakan jamu segar yaitu baru dibuat, segar dari sisi bahan ramuan tumbuhan obat, segera dikonsumsi dan dibuat untuk satu hari konsumsi. Jamu gendong termasuk dalam jenis ini. Namun sebenarnya jamu segar dapat dibuat untuk tiga hari, asalkan disimpan dalam lemari es.

Selain jamu segar, ada juga dalam bentuk lain seperti jamu godogan yakni rebusan dari bahan-bahan herbal yang sudah dikeringkan. Jenis lainnya berupa seduhan, olesan, pil, tablet atau kapsul. Jamu segar untuk yang dewasa dapat dicampur anggur jamu, kuning telur, madu ataupun produk jamu bungkusan asal tahu persis campuran yang dimasukkan sehingga tidak ada kandungan yang berlebihan.

3 dari 4 halaman

Takaran Herbal Segar

Inggrid mengatakan, untuk membuat ramuan herbal seseorang harus memiliki pengetahuan yang memadai mulai dari jamu yang akan dibuat hingga bahannya. Informasi dari Badan POM (BPOM), Kementerian Kesehatan dan PDPOTJI dapat menjadi sumber referensi yang tepat.

Dari sisi takaran, herbal segar punya rentang keamanan yang luas, sama halnya saat mengonsumsi buah dan sayur. Saat jumlahnya berlebihan, maka timbul efek samping semisal perut menjadi sakit dan diare.

Jadi, orang-orang disarankan menggunakan takaran misalnya dalam bentuk gram alih-alih sekadar menyebut semisal satu ruas jempol dan lainnya. Jahe contohnya. Bentuk jahe yang beragam terkadang menyulitkan orang menentukan ukuran satu ruas jempol.

"Kalau ukuran rumah tangga kadang-kadang masih boleh dengan takaran misalnya jempol. Tapi takaran jempol dari yang minum bukan dari yang bikin, menurut ilmu pengobatan tradisional,” kata Inggrid.

Namun, takaran tak mesti presisi yang artinya sedikit lebih atau kurang tak akan mengurangi khasiat dan mempengaruhi keamanan. Misalnya dalam takaran tertulis 10 gram jahe, tetapi orang memasukkan 8-9 gram atau 11-12 gram, maka tidak menjadi masalah. Masalah bakal muncul bila takaran menjadi 100 gram untuk sekali minum pada beberapa orang yang sensitif pada kandungan shogaol dalam jahe.

4 dari 4 halaman

Ramuan Herbal Bisa Dikonsumsi Setiap Hari

Efek yang dapat dirasakan seperti perut menjadi panas dan diare, Sementara pada mereka yang tak memiliki sensitivitas terhadap shogaol atau kandungan di dalam jahe, maka konsumsi 100 gram jahe dikatakan aman. Walau begitu, Inggrid mencatat, takaran pada bahan kering dan ekstrak harus presisi.

Dari sisi waktu minum, jamu segar dan jamu godogan umumnya disiapkan untuk 24 jam konsumsi. Anda sebenarnya boleh menyiapkan untuk kebutuhan tiga hari, dengan catatan botol yang digunakan sebagai wadah terbagi tiga.

Selain itu, ramuan yang sudah disimpan dalam lemari es juga bisa dihangatkan saat akan diminum. Inggrid lalu mengatakan, ramuan herbal dapat dikonsumsi setiap hari tanpa jeda lantaran pembuktian empirik menyatakan aman. Dia menyarankan akan lebih ideal adanya variasi herbal yang dikonsumsi yang disesuaikan kebutuhan.

Saat seseorang mengalami pegal misalnya, maka bisa meminum beras kencur selama tiga hari sampai sepekan, kemudian menggantinya dengan jamu puyang untuk mengatasi keluhan lain seperti nyeri otot.

 

Video Terkini