Liputan6.com, Jakarta - Seorang wanita sukses di Surabaya, Siti Aisyah sedang jadi sorotan usai memutuskan untuk mewakafkan hotel miliknya untuk dijadikan sekolah. Lewat video yang diunggah di kanal Youtube Cinta Quran TV, Selasa (9/5/2023), Aisyah mengaku telah mewakafkan hotel milik sang ibunya di Surabaya kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan kini telah dijadikan sekolah.
"Hotelnya diwakafkan juga ustaz. Sudah, mangkanya saya bilang, saya ini belum apa-apanya dibandingkan dengan ibu saya. Sekarang jadi sekolah Khadijah plus, Ibu Khofifah yang nerima," kata Aisyah.
Baca Juga
Siti Aisyah mengaku tak punya alasan khusus mengapa sering mewakafkan hartanya yang mencapai miliaran rupiah. Ia meyakini bahwa itu semua sudah jalan Allah.
Advertisement
Aisyah mengungkapkan bahwa kebiasaannya bersedekah dan berwakaf didapat dari ajaran dan contoh yang diberikan oleh orangtuanya. "Saya belum ada apa-apanya dibanding orangtua saya kalau masalah sedekah," ucapnya sambil tersenyum.
Di antaranya, orangtuanya selalu menghajikan guru ngaji yang belum berhaji setiap tahun sampai mewakafkah tanah dan harta. "Tanah di mana-mana, panggil…kasih. Anak-anaknya nggak ada yang dikasih (tanah). Anak harus berjuang, kata orangtua saya," ungkapnya.
Ia menegaskan, harta yang didapatnya itu merupakan titipan Allah untuk diberikan kepada yang membutuhkan."Itu tugas kita. Allah menitipkan harta itu kan bukan buat beli kapal pesiar, tas Hermes (harga Rp1 miliar) walau bisa," ungkap dia.
Aisyah menyatakan, jika diharuskan memilih uang Rp1 miliar untuk membeli tas Hermes, ia akan memilih menggunakan uang itu untuk membangun masjid. "Saya tidak punya tas branded, saya tidak punya…sama sekali tidak punya. Saya ingin dapat branded Allah saja, doakan," ujarnya.
Wakaf karena Bosan Punya Banyak Duit
Kebiasaan bersedekah dan berwakaf itu kemudian ditularkan Siti Aisyah kepada anak-anaknya. Terbukti, anaknya sempat meminta dirinya memberikan harta kepada seorang ustaz.
"Ma, kejar itu ustad, kita kasih apa yang beliau ini," katanya. Siti Aisyah mengaku tak pernah merasa kehilangan harta meski kerap bersedekah dengan jumlah yang besar. Ia justru mendapatkan kebahagiaan karena selalu bisa berbagi segitu.
"Itu menurut saya masih sangat kecil. Jadi rasa bahagia itu yang tidak ternilai dengan miliaran tadi, yang didatangkan oleh Allah," jelasnya.
Ia mengakui bahwa hartanya senilai miliaran rupiah hilang, namun Aisyah merasa hartanya tidak pernah habis. Dia menjelaskan, bahwa ketika semakin banyak bersedekah, bukan membuat harta makin berkurang.
"Kan sesuai janji Allah. Berbagi 1 diganti 10. Ada yang lebih dalam lagi Al Baqarah, 1 diganti 700 kali. Kenapa harus takut? Kenapa harus pelit di jalan Allah?" ujarnya.
"Dunia itu pasti akan kejar kita, kata Allah. Itu adalah teori yang harus dipelajari, bagaimana agar bisa dikejar dunia," lanjutnya.
Bukan hanya itu, dengan bersedekah dan selalu berbagi pula, Allah akan dengan sendirinya mendatangkan berkahnya. "Di mana pun saya berada, saya pegang apa, itu akan jadi duit. Saya tekankan, semakin kamu berbagi, kamu semakin bahagia," ucapnya.
Ia kemudian disinggung soal restoran miliknya yang juga sudah diwakafkan. "Saya bosan punya banyak duit," ucapnya sembari tertawa.
Advertisement
Pengertian Wakaf
Wakaf seperti yang dilakukan Siti Aisyah adalah suatu istilah yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi orang Islam. Wakaf kerap digunakan di Indonesia sebagai kata yang berarti seseorang memberikan berupa tanah kosong atau bangunan jadi yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitarnya.
Contoh wakaf di antaranya adalah tanah perkebunan, masjid, atau tanah kosong yang di atasnya didirikan gedung untuk kepentingan masyarakat luas dalam hal baik. Pemberian ini termasuk sedekah jariah, tidak putus pahalanya selama terus bermanfaat bagi orang banyak.
Melansir kanal Hot Liputan6.com, meski tidak wajib, anjuran wakaf tercantum pada Alquran surat Ali Imran ayat 92:
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [QS. Ali Imran: 92].
Mengutip Badan Wakaf Indonesia, kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Wakafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam” di tempat” atau tetap berdiri”. Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian yaitu Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wakaf adalah benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas. Wakaf juga dapat dimaknai sebagai tnaah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapa pun dan digunakan untuk tujuan amal.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.
Syarat Sah Wakaf
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, unsur wakaf ada enam, antara lain wakif (pihak yang mewakafkan hartanya), nazhir (pengelola harta wakaf), harta wakaf, peruntukan, akad wakaf, dan jangka waktu wakaf.
Wakif atau pihak yang mewakafkan hartanya bisa perseorangan, badan hukum, maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan muslim karena tujuan disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan orang nonmuslim tidak dilarang berbuat kebajikan. Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal.
Wakaf adalah amalan yang tentunya harus dipenuhi syarat-syaratnya. Pelaksanaan wakaf dianggap sah apabila terpenuhi syarat-syarat, berikut:
1. Wakif harus orang yang sepenuhnya menguasai sebagai pemilik benda yang akan diwakafkan. Si Wakif tersebut harus mukallaf (akil baligh) dan berwakaf atas kehendak sendiri.
2. Benda yang akan diwakafkan harus kekal dzatnya, berarti ketika timbul manfaatnya dzat barang tidak rusak. Harta wakaf hendaknya disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa dan untuk apa diwakafkan.
3. Penerima wakaf haruslah orang yang berhak memiliki sesuatu, maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya.
4. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan lisan maupun tulisan.
5. Dilakukan secara tunai dan tidak ada khiyar (pilihan) karena wakaf berarti memindahkan wakaf pada waktu itu. Jadi, peralihan hak terjadi pada saat ijab kabul ikrar wakaf oleh Wakif kepada Nadzir sebagai penerima benda wakaf.
Advertisement