Sukses

Toko Buku Kekinian, Bisa Baca Terbitan Indie Sambil Ngopi

Toko buku kekinian menawarkan opsi yang beragam, baik dari kategori buku hingga jadi destinasi membaca yang menyuguhkan sajian dan kopi di dalamnya. Transformasi wajah toko buku ini beriringan dengan pendekatan anak muda juga melanjutkan asa membaca.

Liputan6.com, Jakarta - Toko buku kekinian menawarkan opsi yang beragam, baik dari kategori buku hingga jadi destinasi membaca yang menyuguhkan sajian dan kopi di dalamnya. Transformasi wajah toko buku ini beriringan dengan pendekatan anak muda juga melanjutkan asa membaca.

Kecintaan pada membaca tak jarang menjadi pemacu semangat untuk hadirnya toko buku berkonsep menarik. Salah satunya Warung Sastra, sebuah toko buku yang berlokasi di kawasan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Warung Sastra didirikan oleh Ari Bayu Panuntun dan Andrean Ilham Listiady. Di toko buku ini, pengunjung dapat membeli dan membaca buku sembari ngopi atau menyantap penyetan.

"Salah satu visinya memperkenalkan sastra dunia karena kalau ke toko buku mayor, biasanya penulis yang dipromosikan nama-nama besar dan sudah best seller, kalau gitu bagaimana kita bisa memperkenalkan karya sastra dunia," kata Bagus saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 Mei 2023.

Sebagai lulusan Sastra Prancis Universitas Gadjah Mada, Bagus menyebut ingin memperkenalkan karya sastra Prancis yang bermutu dan bisa lebih dikenal masyarakat. Semangat itu pula yang akhirnya jadi ciri khas Warung Sastra hingga kini.

Buku-buku di Warung Sastra awalnya memang didominasi buku sastra. Seiring berjalannya waktu, Andrean Ilham Listiady menyebut, mereka juga tetap mengamati isu-isu lain, seperti psikologi, filsafat, sampai sejarah ditawarkan ke pembaca.

"Karena dengan ke arah isu-isu tersebut kita juga mendekatkan ke pembaca pemula, karena mereka minatnya macam-macam tak hanya sastra, ternyata juga senang buku filsafat, psikologi populer, ada yang suka sejarah dunia dan Indonesia," ungkap Andre.

Bagus melanjutkan, buku-buku yang cukup laris di tema filsafat, politik, sejarah dan agama. "Bisa dibilang karya tema filsafat salah satu yang paling laris," jelasnya.

"Kami rutin sampai sekarang kalau ada bacaan ringan dalam setiap tema selalu kami rekomendasikan via medsos kami, terutama TikTok, Instagram, dan Twitter," kata Bagus.

2 dari 4 halaman

Buku Terbitan Indie dan Ngopi

Selain itu, Andre mengungkapkan bahwa Warung Sastra didominasi juga dengan deretan buku dari penerbit indie. "Mungkin sekitar 70 persen, sisanya didominasi dari penerbit mayor seperti Gramedia dan Bentang Pustaka," katanya.

Ia menjelaskan pembaruan buku di toko buku ini mengikuti penerbit. "Kita ngikut penerbit biasanya setiap bulan masing-masing penerbit rata-rata bikin buku baru 1--2 judul, di situ pembaruan buku baru, apa yang hot release di dunia perbukuan," katanya.

Di sisi lain, Andre menjelaskan soal pengunjung Warung Sastra yang variatif. "Rata-rata mereka memang mencari tempat buat nongkrong, imbasnya adanya dari Instagram benar-benar mau beli buku, kalau masyarakat sekitar penasaran ada penyetan dan kopi akhirnya berkunjung. Beli makan dan kopi dulu setelah itu tanya-tanya buku di sini dijual atau tidak," ungkapnya.

Bagus menambahkan, "Toko buku buku offline dari Februari 2020, tapi fokusnya ke toko buku. Pertengahan tahun lalu kami buka konsep baru bikin Warung Sastra dan konsep warung itu bisa juga. Bikin kafe dengan tagline 'Warung Sastra, buku, kopi, penyetan'."

Bagus menyebut bahwa keluarganya dan Andre memiliki latar belakang barista dan jual penyetan. Mereka pun memutuskan untuk menggabungkan keduanya menjadi satu di Warung Sastra.

"Jadi kalau ke Warung Sastra itu ada toko buku dan perpustakaan, teman-teman juga bisa ngopi berbagai varian kopi ala kafe dan ada menu penyetan juga," tuturnya.

Dikatakan Bagus, Warung Sastra juga punya visi untuk menjadi tempat pertemuan kegiatan sastra di Yogyakarta, mengingat komunitas sastra di sana cukup banyak. Ada acara BaKar atau Bahas Karya, mengundang penulis-penulis baru untuk karya dibaca bersama. Kedua, acara MaBu atau Malam Buku, menjadi wadah bagi penerbit-penerbit indie yang baru menerbitkan buku agar buku bisa didiskusikan.

3 dari 4 halaman

POST Bookshop

Ada sederet toko buku yang wajib dikunjungi ketika berada di Jakarta, salah satunya, POST Bookshop yang berlokasi di upper floor Pasar Santa, Jakarta Selatan. Toko buku indie ini didirikan oleh pasangan penulis, Teddy W. Kusuma dan Maesy Angelina.

Kehadiran POST sendiri tidak lepas dari kecintaan Teddy dan Maesy dalam hal membaca buku dan menulis. Keduanya punya cita-cita untuk memiliki toko buku suatu hari nanti hingga pada 2014, keinginan mereka berhasil terwujud.

"Sebagai pembaca, kita selalu haus akan bacaan-bacaan yang lebih luas dan alternatif. Senang kalau bisa ketemu pilihan-pilihan tambahan terhadap karya toko buku," kata Teddy saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 Mei 2023.

Teddy menjelaskan bahwa pada 2014 lalu, toko buku online belum begitu banyak sehingga pilihan jatuh dengan membeli buku ke toko buku di mal. Saat itu pula, kata Teddy, buku-buku bahasa Indonesia memang ruang untuk menyajikan buku pilihan dari penerbit-penerbit kecil atau indie, belum ada.

"Kami memang senang dengan banyak karya dari penerbit-penerbit independen Indonesia. Selain itu, kami juga pembaca bahasa Inggris ingin mendapat pilihan tambahan buku bahasa Inggris," terangnya.

Teddy menyebut karya-karya penerbit indie tidak selalu bisa cocok dengan toko buku mayor. Hal tersebut merujuk dari sisi jumlah oplah dan topik buku yang diterbitkan.

4 dari 4 halaman

POST Bookshop

Jelang 9 tahun usia POST, Teddy menjelaskan ada beberapa hal yang dirasanya berbeda. Salah satunya tentang pengunjung yang kian beragam. Awalnya didominasi anak muda mahasiswa atau pekerja muda Jakarta, kini banyak keluarga yang turut berkunjung.

"Ini satu yang menyenangkan karena yang kami ingin menyajikan pengalaman ke toko buku fisik sebagai acara rekreasi keluarga juga. Banyak pembaca ingatan masa kecilnya pergi ke toko buku adalah ingatan yang menyenangkan," ungkapnya.

Selain itu, Teddy menyebut selama pandemi mereka lebih mengaktifkan lagi jualan online. Juga, buku-buku tersebut banyak menjadi hadiah personal kepada orang-orang terkasih.

"Kami bisa membuat online lebih aktif. Memang toko buku untuk bisa bertahan harus kombinasi antara kegiatan offline maupun online," jelas Teddy.

Tak hanya menjual buku, POST juga menjadi bertindak sebagai penerbit dan telah menerbitkan delapan judul buku. "Termasuk beberapa di antaranya buku yang sudah bisa dibaca pembaca anak-anak, salah satu buku terbitan kami Na Willa," tambahnya.

Saat ini, setidaknya sudah ada sekitar 700--800 judul buku di POST dengan buku bahasa Inggris dan berbahasa Indonesia jumlahnya masing-masing 50 persen. Terkait pembaruan, Teddy mengatakan setiap minggu selalu ada buku baru.

"Kalau dari luar kami kebetulan ada batch pengiriman baik itu buku baru dan buku lama yang perlu restock. Setidaknya dalam dua minggu pasti ada judul baru," terangnya.