Liputan6.com, Jakarta - Sampah di laut ASEAN masih jadi persoalan besar. Sejumlah upaya yang dilakukan untuk menekan produksi sampah belum sebanding dengan kecepatan produksi sampah yang dihasilkan. Meski begitu, Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut (PPKPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago menyebut semua negara anggota ASEAN sudah aktif mengatasi persoalan itu.
Dalam Seri Kedua Workshop Regional ASEAN bertajuk 'Preventing Marine Plastic Pollution for a Stronger Circular Economy in ASEAN' di Bali, Senin, 22 Mei 2023, Dasrul mengklaim upaya pencegahan sampah ke laut oleh negara-negara ASEAN kemajuannya signifikan. Dalam contoh kasus Indonesia, ia menyebut lebih dari 200 ribu ton kebocoran sampah plastik ke laut berhasil dikurangi sejak 2018 hingga 2022.
Baca Juga
"Sebagian besar sampah laut berasal dari darat, khususnya kegiatan domestik dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, solusinya mengurangi sampah dari mulai dihasilkan, termasuk mengubah perilaku masyarakat, dan mengurangi kemasan-kemasan yang mengarah ke plastik semua," katanya dalam rilis yang diterima Liputan6.com.
Advertisement
Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki Rencana Aksi Nasional Sampah Plastik Laut 2017--2025. Meski kemajuannya terlihat, Dasrul meyakini bahwa lebih banyak hal lain yang harus dilakukan secara cepat agar masalah sampah tidak terus menumpuk. Ia mendorong seluruh negara ASEAN untuk terlibat aktif dalam workshop tersebut.
"Dalam merancang, menggali, menyusun langkah-langkah dan intervensi regional untuk memperkuat implementasi Rencana Aksi Regional ASEAN untuk memerangi sampah laut di negara-negara Anggota ASEAN pada 2021 -2025," ujar Dasrul.
Â
3 Tujuan Utama Lokakarya
Ia menyebut ada tiga tujuan yang hendak dicapai melalui lokakarya tersebut. Pertama, mengumpulkan informasi tentang posisi negara anggota ASEAN saat ini terhadap perjanjian plastik global yang akan datang dan rekomendasi tentang langkah apa yang harus diambil Asean untuk terlibat dalam proses negosiasi perjanjian.
Kedua, kompilasi praktik baik dan pembelajaran tentang inisiatif pencegahan plastik laut berbasis darat dari kawasan ASEAN. Ketiga, kompilasi praktik dan inisiatif seputar Extended Producers Responsibility (EPR) dan perubahan perilaku serta proposal terkait untuk tindakan guna mendukung implementasi Rencana Aksi Regional ASEAN (Regional Action Plan/RAP).
Salah satu isu penting dalam agenda besar ini adalah bagaimana melibatkan para mitra dengan lebih baik dalam kaitannya dengan implementasi ASEAN RAP. Menurut Deputy Secretary-General (DSG) of ASEAN for Socio-Cultural Community (ASCC) Ekkaphab Phanthavong, kegiatan itu akan berkontribusi sangat besar dalam langkah ke depan dan bagaimana 3RproMar dapat berkontribusi pada RAP.
“Implementasi ASEAN RAP akan membutuhkan tindakan yang terkoordinasi," ujarnya.
Advertisement
Dorong Ekonomi Sirkular di Tingkat Regional
Pada kesempatan tersebut, Ekkaphab juga mengapresiasi workshop yang digelar untuk mendorong laju ekonomi sirkular di ASEAN. "Hal ini menunjukkan bahwa kita bertekad dan sama-sama menyadari kebutuhan mendesak untuk mengatasi sampah laut, dan komitmen terhadap semangat gotong royong untuk menanggapi krisis ini," katanya.
Deputy Head of Mission Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia, Thomas Graf, mengaku gembira melihat upaya negara-negara ASEAN dalam membuka jalan ke depan dengan mengadopsi serangkaian kerangka kerja dan deklarasi. Upaya ini menegaskan kembali komitmen ASEAN dalam penguatan kerja sama regional untuk pengelolaan sampah laut.
"Ketika plastik masuk ke lautan, bukan hanya menjadi perhatian masyarakat yang tinggal di Bali. Kita semua bergantung pada sumber daya dari laut," ujarnya.
Dia berharap workshop tersebut dapat merangsang diskusi tentang bagaimana memperkuat upaya mengatasi sampah laut berbasis darat di tingkat regional, nasional, dan lokal serta mengkaji potensi kontribusi 3RproMar dalam implementasi ASEAN RAP. Dalam workshop itu juga diluncurkan "The 3RProMar Knowledge Partnership for Marine Litter Prevention in ASEAN" sebagai bagian dari komponen regional proyek dan menyebarluaskan pembelajaran dari pelaksanaan proyek 3RproMar.
Prediksi Mengerikan soal Sampah di Laut di Masa Depan
Menurut data International Union for Conservation of Nature, sebanyak 80 persen pencemaran di laut berasal dari plastik dengan 8--14 metrik ton plastik berakhir di laut setiap tahunnya. Jumlah itu belum termasuk 50--75 triliun keping plastik dan mikroplastik di lautan.
Jumlah sampah plastik diperkirakan akan melebihi jumlah ikan di laut pada 2050. Masalah ini berdampak serius, tak hanya bagi kehidupan ekosistem laut, tetapi juga pada ketahanan pangan dan kesehatan manusia.
Dalam sambutannya, Duta Besar Australia untuk ASEAN, H.E. Will Nankervis mengatakan bahwa, masalah sampah laut tidak akan terpecahkan tanpa partisipasi terus menerus dari generasi muda. Di ajang East Asia Summit Hackathon, generasi muda dari negara-negara anggota East Asia Summit pun berkompetisi dalam menciptakan inovasi berupa aplikasi digital yang akan membantu memonitor sampah laut lebih akurat.
Kompetisi juga diharapkan mendorong pelaku bisnis untuk meminimalisir penggunaan plastik dan melakukan daur ulang, di mana polusi plastik laut telah menjadi isu lingkungan hidup yang masif. "Untuk memerangi isu ini, kesadaran dan partisipasi yang sebesar-besarnya dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat adalah hal yang krusial," ujar Duta Besar India untu ASEAN, H.E. Jayant Khobragade dikesempatan yang sama, Jumat, 16 Desember 2022.
Advertisement