Sukses

Studi Buktikan Terapi Dingin Dapat Menyembuhkan Obesitas dan Turunkan Berat Badan

Sebuah penelitian baru menemukan metode penurunan berat badan yang tidak lazim yang disebut Cryotheraphy atau terapi dingin. Metode ini dinilai ampuh mengatasi obesitas dan kolesterol tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian baru menemukan metode pengobatan penurunan berat badan yang tidak lazim yang disebut Cryotherapy atau terapi dingin. Metode ini dinilai ampuh mengatasi obesitas dan kolesterol tinggi.

Dalam pengobatan Cryotherapy, seseorang akan berdiri di dalam ruangan pembekuan selama beberapa menit untuk mendinginkan tubuh secara ekstrem. Dikutip dari New York Post pada Selasa, 23 Mei 2023, hal ini terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan glukosa darah serta mengurangi ukuran lingkar pinggang.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa menstimulasi seluruh tubuh ke suhu dingin bermanfaat dalam pengobatan obesitas," kata Dr. Jacopo Fontana dari Istituto Auxologico Piancavallo di Verbania, Italia. "Perbaikan pada lemak darah dan glukosa terlihat sangat mencolok."

Terapi dingin, seperti kompres es dan mandi air dingin, telah digunakan selama berabad-abad untuk meredakan nyeri pada sendi yang terluka dan digunakan oleh atlet profesional untuk pemulihan setelah latihan berat.

Ruang cryotherapy merupakan perangkat yang relatif baru. Mesin-mesin ini menggunakan nitrogen cair atau listrik untuk mendinginkan ruangan tertutup ke suhu minus 150 derajat Fahrenheit (sekitar minus 101 Celcius) atau bahkan lebih rendah. 

Pasien akan diminta masuk ke dalam ruangan beku ini hanya mengenakan pakaian dalam dan sepatu selama dua hingga tiga menit setiap sesi. Pada beberapa ruangan, ada lubang untuk pasien mengeluarkan kepalanya.

Deretan selebritas juga diketahui menggunakan terapi dingin ini. Di antaranya Mark Wahlberg dilaporkan menggunakan cryochamber untuk menjaga kebugaran tubuhnya, dan pendiri Twitter, Jack Dorsey, sering mandi dengan air es.

2 dari 4 halaman

Terbukti Turunkan Berat Badan dan Kadar Kolesterol

Belakangan ini, cryotherapy telah dipertimbangkan untuk mengobati berbagai kondisi, mulai dari fibromyalgia dan nyeri sendi hingga multiple sclerosis dan long COVID-19. Untuk menguji potensi cryotherapy dalam mengobati obesitas, Dr. Jacopo Fontana dan timnya mengumpulkan 29 pria dan wanita yang menderita obesitas dan membagi mereka ke dalam dua kelompok.

Kelompok pertama menerima 10 sesi cryotherapy selama dua menit pada suhu minus 110 derajat Celcius selama dua minggu, ditambah dengan program diet dan olahraga. Kelompok kedua menerima sesi cryotherapy “palsu”  dengan program diet dan olahraga yang sama.

Hasil penelitian ini, yang disampaikan dalam Kongres Eropa tentang Obesitas di Dublin, Irlandia, menunjukkan bahwa pengukuran lingkar pinggang mengalami penurunan yang jauh lebih besar pada kelompok cryotherapy, yaitu sebesar 5,6 persen. Sementara, kelompok terapi palsu hanya mengalami penurunan sebesar 1,4 persen. 

Kedua kelompok juga berhasil menurunkan kadar kolesterol, tetapi penurunan pada kelompok cryotherapy sekitar dua kali lipat dari kelompok terapi palsu. Kadar kolesterol total, misalnya, turun 20,2 persen pada kelompok cryotherapy, tetapi hanya 9,4 persen pada kelompok terapi palsu. 

3 dari 4 halaman

Risiko Cryotherapy

Dokter meyakini bahwa hasil ini mungkin disebabkan oleh suhu minus yang mengubah jaringan adiposa putih tubuh, atau yang disebut "lemak putih", menjadi jaringan adiposa cokelat, yang dapat menguraikan molekul gula dan lemak untuk menghangatkan tubuh.

Meskipun hasilnya menjanjikan, beberapa ahli memperingatkan bahwa cryotherapy adalah pengobatan yang sebagian besar belum diatur secara resmi dan belum terbukti keampuhannya. 

"Melihat minat yang semakin meningkat dari konsumen terhadap cryotherapy seluruh tubuh, Food and Drug Administration (FDA) telah secara tidak resmi meninjau literatur medis yang tersedia tentang subjek ini," kata Dr. Aron Yustein, petugas medis di Center for Devices and Radiological Health FDA Amerika Serikat, dalam suatu rilis berita.

Risiko cryotherapy meliputi kebekuan, luka bakar, cedera mata, dan hipoksia atau kekurangan oksigen, yang bisa menyebabkan seseorang pingsan. "Kami menemukan sangat sedikit bukti tentang keamanan atau efektivitasnya dalam mengobati kondisi-kondisi yang dipromosikannya," tambah Yustein.

4 dari 4 halaman

Obesitas Jadi Penyebab Kematian Utama

Dilansir dari Health Liputan6.com, obesitas terus meningkat secara global. The World Obesity Foundation mencatat bahwa hampir 1 miliar orang pada 2020 hidup dengan kegemukan yang berlebih. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa satu dari tujuh orang hidup dengan obesitas.

Angka tersebut diprediksi terus meningkat sehingga hampir satu dari empat orang hidup dengan obesitas pada 2035. Tentu saja semua pihak harus mengkhawatirkan kondisi ini. Obesitas kerap diasosiasikan dengan kondisi-kondisi seperti hipertensi dan diabetes yang merupakan faktor risiko dari penyebab kematian paling utama, yaitu penyakit kardiovaskular.

Dari hasil 'Asia Pacific Personal Habits Survey' yang dilakukan Herbalife Nutrition, sebesar 72 persen konsumen melaporkan mengalami penambahan berat badan sebagai akibat dari gaya hidup tidak sehat selama pandemi COVID-19 yang mengguncang dunia selama dua tahun.

Idealnya, kata Regional President of Herbalife Nutrition for Asia Pacific and China, Stephen Conchie, untuk mengurangi kelebihan berat badan seseorang harus melakukan diet yang baik. Diet yang baik menurut Stephen bukan dengan tidak makan sama sekali, tapi dengan mengurangi kebiasaan menyantap makanan yang diproses dan memperbanyak buah dan sayur serta protein. Imbangi juga dengan berolahraga selama 45 menit setiap hari.