Sukses

Toko Batik Khas Cirebon Legendaris Ada di Singapura, Berdiri Sejak 1978

Toko tersebut adalah Wellie Batik Fashions, dengan pemilik berusia 97 tahun, yang dikenal pelanggan sebagai Uncle Wellie, dengan nama asli Ang Kum Siong. Bukan sekadar pedagang, Wellie juga merupakan desainer dan penjahit untuk batik-batiknya.

Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya di Indonesia, sebuah toko batik legendaris juga dapat ditemukan di Singapura. Di lantai tiga Holland Road Shopping Centre, Singapura terdapat sebuah toko penuh kain dan batik Indonesia yang berdiri sejak 1978. 

Toko tersebut adalah Wellie Batik Fashions, dengan pemilik berusia 97 tahun, yang dikenal pelanggan sebagai Uncle Wellie, dengan nama asli Ang Kum Siong. Bukan sekadar pedagang, Wellie juga merupakan desainer dan penjahit untuk batik-batiknya. 

Dalam video yang diunggah @ourgrandfatherstory pada 19 Mei 2023, Wellie tampak masih sangat segar di usia senjanya, menceritakan dalam bahasa Mandarin produk-produk batik karyanya. Ia menunjukkan sebuah tote bag dengan batik bernuansa merah dan berkata, "Saya membuat yang ini sendiri. Idenya muncul dari saya sendiri."

Wellie tak hanya menjual kain batik, tapi ia dan anaknya, Eric Ang, juga membuat kreasi produk turunan dari kain batik. Eric selaku generasi kedua pemilik Wellie Batik berkata, "Kita bisa membuatnya menjadi gaun, kita bisa membuatnya menjadi celemek. Kita bisa membuatnya menjadi kemeja, tas. Apa pun!"

Produk batik yang telah dibuat Wellie sejak 1978 ada kain yang dililit menyerupai rok, yang mirip dengan cara pakai kain jarik. Eric menunjukkan kain batik yang unik dengan motif kucing di antaranya. 

45 tahun berdiri, toko ini telah menjadi terkenal dan legendaris di Singapura dengan pilihan batik Indonesia yang mengesankan dari daerah Jawa Tengah, terutama berasal dari kota-kota seperti Solo, Klaten, Pekalongan, dan utamanya batik Cirebon, yang banyak menampilkan motif yang terinspirasi dari budaya Tionghoa. 

2 dari 4 halaman

Awalnya Berjualan di Pasar Malam

Sebelum menempati toko di Holland Road Shopping Centre, Wellie mengaku menjual batik di sebuah pasar malam. "Dulu saya berjualan baju Batik di pasar malam. Saat pertama kali memulai, kami tidak punya uang, jadi semuanya sulit," ucapnya. 

Dikutip dari Vogue Singapore pada Kamis, 25 Mei 2023, Wellie lahir di Singapura namun menghabiskan sebagian besar tumbuh kembangnya di Nan'an, Fujian, Tiongkok. Kembali ke Singapura setelah Perang Dunia II, ia membantu ayahnya sebagai pedagang asongan dan pedagang pakaian bekas, termasuk menangani sarung batik yang diperoleh dari pegadaian.

Setelah kematian ayahnya, Wellie yang merupakan anak tertua dari sembilan bersaudara menjadi satu-satunya pencari nafkah bagi keluarganya. "Tidak ada waktu untuk memikirkan apa yang ingin saya lakukan selain melanjutkan apa yang saya miliki," katanya kepada Vogue Singapura.

Wellie mulai menjual tekstil dan pakaian batik di pasar malam di sekitar Singapura. Pada saat itu, dia tidak memiliki izin, dan seringkali harus melarikan diri dengan barang-barangnya setiap kali pihak berwenang menggerebek kios-kios jalanan yang ilegal.

3 dari 4 halaman

Mesin Jahit Kesayangan

Mendirikan tokonya sendiri juga penuh dengan tantangan. "Saya mengambil semua tabungan saya sebesar 5.000 dolar Singapura (Rp55,3 juta) untuk mendirikan toko saya. Saya hampir tidak bisa mendapatkan cukup uang untuk membayar sewa selama enam bulan pertama. Sekarang, semuanya sudah berlalu, ”tambahnya.

Anaknya, Eric Ang menjadi saksi perjuangan ayahnya. "Ayah adalah sosok yang sangat pekerja keras. Jadi sepanjang hidupnya adalah tentang mencari uang dan memberi makan keluarga," ujarnya. 

Secara otodidak, Wellie belajar menjahit sendiri menggunakan mesin penjahit jadul. Eric menunjukkan mesin penjahit Butterfly legendaris milik ayahnya. "Ini bayinya, sahabatnya saat ini. Mesin ini sudah ada sejak tahun 1978," ujar Eric mengomentari mesin penjahit bekas itu. 

Menjahit dengan mesin jahit tua merupakan tantangan tersendiri karena harus menggunakan pedal, namun Wellie mencari cara untuk mengakalinya. "Ayah orang yang pintar. Untuk menjahit lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak, dia mencari tahu tentang mesin motor dan belajar memasangnya ke mesin jahit."

Dalam sehari, mesin itu bisa membuat 20 hingga 30 gaun. Wellie mengaku tidak pernah kesulitan menggunakan mesin tua itu sehari-hari. 

4 dari 4 halaman

Melahirkan Keluarga Penjahit

Anak kedua Wellie, Pauline Ang memilih membuka usaha batiknya sendiri bernama Batik Concepts. Namun, tak ingin jauh dari ayahnya, kios batik milik Pauline berhadapan langsung dengan kios ayahnya di Holland Road Shopping Centre. 

Darah penjahit mengalir deras di keluarga Wellie. Pauline Ang berkata, "Ayah saya menjahit produknya sendiri. Seluruh keluarga kami belajar menjahit sendiri."

"Sejak muda, saya akan membeli bahan murah dan menjahit sendiri. Kemudian ketika saya menikah dan memiliki anak, saya mulai menjahit gaun-gaun untuk anak perempuan saya. Dari situ saya belajar menjahit," sambungnya.

Saking cintanya Wellie dengan dunia menjahit batik, ia belum pensiun di usia yang sebentar lagi menginjak satu abad. "Bekerja sudah menjadi kebiasaan bagi saya. Jika Anda meminta saya untuk pensiun sekarang dan tinggal di rumah, saya tidak terbiasa," ucapnya.

Menurutnya, selama ia masih bisa menggerakkan tangan dan kakinya, otaknya akan terus berfungsi dengan baik. Hingga saat ini, warga lokal Singapura hingga turis asing banyak berbelanja di Wellie Batik Fashions karena pilihannya yang tak terbatas. "Berbisnis di sini seperti berkumpul dengan keluarga," tutup Wellie.