Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Persatuan Nasional, Sarwono Kusumaatmadja meninggal dunia di Penang, Malaysia pada Jumat (26/5/2023) pukul 17.15, waktu Malaysia. Jenazah mantan anggota DPR tersebut akan diterbangkan ke Indonesia malam ini. Kabar meninggalnya Sarwono Kusumaatmadja pun dibenarkan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto.
"Iya benar infonya," kata Doni kepada Liputan6.com, Jumat (26/5/2023). "Innalillahi wa inna'illaihi rojiun. Pak Sarwono Kusumaatmadja telah meninggalkan kita semua siang hari ini di Penang Hospital, Malaysia. Semoga diampuni salah & khilaf almarhum dan diterima segenap amal ibadahnya oleh Allah SWT," demikian pesan yang diterima Liputan6.com, Jumat (26/5/2023).
Mengutip Merdeka.com, Sarwono Kusumaatmadja merupakan salah satu contoh pejabat yang citranya tidak bergelimang harta. Di usia yang tak lagi muda, mantan menteri di era Presiden Soeharto ini memilih hidup sederhana. Bahkan, tak ada rumah atas nama Sarwono.
Advertisement
Kediamannya sekarang rupanya bukan milik pribadi, seperti yang terungkap dari kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel. Padahal, Sarwono adalah sosok yang beberapa kali dipercaya menjabat sebagai menteri. Sejak era pemerintahan Presiden Soeharto di masa Orde Baru, ia sudah terjun berpolitik.
Saat menjabat sebagai menteri menjelang akhir kekuasaan Presiden Soeharto atau Pak Harto pada Mei 1998, namanya termasuk yang banyak dibicarakan publik. Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti, penjarahan yang marak di mana-mana, kondisi ekonomi yang serba tertekan, serta wacana reshuffle kabinet yang tak direspons banyak pihak merupakan serial kejadian yang mendorong Presiden untuk mundur. Dari berbagai situasi itu, wawancara Sarwono Kusumaatmaja di SCTV pada acara Liputan 6 Siang, Minggu, 17 Mei 1998, menjadi penanda awal keberanian kalangan elite politik berbicara terbuka bahwa pemerintahan Soeharto sudah tak dapat dipertahankan lagi.
Sarwono Sarankan Presiden Soeharto untuk Mundur
Saat itu, Sarwono yang baru saja menyelesaikan jabatannya sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup secara tersirat menyarankan agar Pak Harto segera mengundurkan diri, sesuatu yang dianggap sangat berani dan takut dibicarakan banyak orang di masa Orde Baru. Dalam situasi publik yang marah dan kecewa akibat penembakan mahasiswa Trisakti, penjarahan, kematian sejumlah orang yang terbakar saat menjarah, Sarwono diwawancarai Ira Koesno.
Akun Liputan6.com mengunggah video wawancara Ira Koesno dengan Sarwono yang kemudian dibagikan ulang di sejumlah akun Youtube, salah satunya akun INDONESIA TEMPO DOELOE pada 19 Januari 2017. Saat itu, Sarwono mengenakan blazer cokelat muda dan polo shirt biru tua. Di lengan kiri Sarwono terlilit pita hitam sebagai tanda berkabung.
Ira Koesno pun mengajukan berbagai pertanyaan seputar ide reshuffle kabinet. Sarwono, mengatakan reshuffle atau pergantian menteri tak akan mengubah keadaan. Ira tetap berusaha mengarahkan ke soal reshuffle, Sarwono tetap tak terpancing.
Buat dia, reshuffle adalah penyelesaian politik, sementara sekarang dibutuhkan penyelesaian moral. Akhirnya, setelah dua menit, Sarwono bilang, "Kayaknya saya juga gak boleh terus terang….kita pakai analogi gigi…reshuffle itu tambal gigi. sedangkan kita ini perlu cabut gigi, supaya gigi baru bisa tumbuh. Jadi, reformasi itu hanya bisa dilakukan dengan kalo kita mengambil tindakan moral, mencabut gigi itu…"
Advertisement
Sarwono Tetap Sarankan Cabut Gigi
Setelah itu Ira masih berusaha menanyakan soal kemungkinan reshuffle, tapi lagi-lagi Sarwono menjawab kita harus mencabut gigi dan itu sudah tidak bisa ditawar lagi. "Menurut saya, langkah cabut ggi itu konstitusional, apapun langkah yang sehat untuk bangsa ini pasti akan kita dukung," ujarnya.Â
"Saya masih tetap optimis terhadap bangsa ini, tapi tidak optimis terhadap mereka yang sekarang mengurus bangsa ini," lanjutnya.
Empat hari setelah penayangan wawancara, Soeharto mengundurkan diri. Publik mengakui, wawancara itu berdampak besar, mendorong opini bahwa pergantian kepemimpinan nasional memang tak terhindarkan.
Mengenai sosoknya, pria kelahiran 24 Juli 1943 tersebut meraih gelar sarjana pada 1974 dari Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB). Sarwono menamatkan pendidikan tingkat atas di Kolese Kanisius. Selain menjabat sebagai anggota DPR periode 1971--1988, Sarwono juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Golkar pada 1983--1988.
Sarwono Memilih Hidup Sederhana
Ia pernah juga menjabat sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998). Jauh sebelum itu, Sarwono lebih dulu mengemban amanah sebagi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan V era Soeharto (1988-1993).
Ia juga pernah jadi anggota Partai Keadilan dan Persatuan (Indonesia) pada Pemilu 1999.Sarwono juga melamar sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta masa jabatan 2007--2012 melalui PDI Perjuangan. Ia bahkan menempati peringkat teratas dibandingkan enam bakal calon gubernur di partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu.
Di akhir hayatnya, ia lebih memilih hidup lebih santai. Salah satu buktinya, yakni Sarwono memilih untuk tak memiliki hunian. Rumah yang ditempatinya itu adalah milik anaknya. "Rumah ini yang punya anak. Anak membeli tanah di sini, ada bangunan rusak," ungkapnya.
Hunian nyaman tersebut juga jadi tempat tinggal Sarwono. Sebelumnya, ia resmi menyerahkan harta berupa tanah miliknya pada sang anak. Sarwono lebih dulu meminta pada anaknya apakah ia diizinkan tinggal di sana."Kata saya, 'papah bikinin rumah baru buat kamu dengan sarat papah boleh tinggal di rumah itu seumur hidup'. 'ooh oke' saya nggak punya (rumah)," lanjutnya.
Advertisement