Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota New York Eric Adams reami menandatangani undang-undang larangan diskriminasi di New York City berdasarkan tinggi dan berat badan seseorang. Undang-undang menambahkan dua kategori itu ke daftar karakteristik yang dilindungi dari diskriminasi bersama ras, jenis kelamin, usia, agama, dan orientasi seksual.
UU ini nantinya juga akan memberlakukan perlindungan serupa pada pekerjaan, perumahan, dan akses ke akomodasi publik, dilansir dari New York Times, Selasa, 30Â Mei 2023. Adams telah menyatakan dukungan untuk RUU tersebut, yang disetujui Dewan Kota New York, awal Mei 2023.
Baca Juga
Adams, yang menerbitkan buku pada 2020 tentang menurunkan berat badan hampir 16kg dengan pola makan nabati, mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan membuat tempat kerja lebih inklusif dan orang yang melamar pekerjaan tidak boleh diperlakukan berbeda.
Advertisement
"Ilmu pengetahuan telah menunjukkan bahwa tipe tubuh tidak berhubungan dengan apakah Anda sehat atau tidak sehat," katanya. "Saya pikir itu keliru ketika kita benar-benar salah mengartikannya."
Undang-undang tersebut merupakan bagian dari kampanye nasional yang berkembang untuk mengatasi diskriminasi berat badan, dengan anggota parlemen di New Jersey dan Massachusetts mempertimbangkan tindakan serupa. Michigan dan Negara Bagian Washington sudah melarangnya, seperti halnya beberapa kota di Negeri Paman Sam.
Warga New York bersaksi di sidang Dewan Kota awal tahun ini tentang didiskriminasi karena berat badan mereka. Seorang mahasiswa di Universitas New York mengatakan, meja di ruang kelas terlalu kecil untuknya.
Seorang penyanyi soprano di Metropolitan Opera mengatakan bahwa ia menghadapi rasa malu dan tekanan, sehingga mengembangkan gangguan makan.
Â
Tingkat Obesitas Meningkat di AS
Beberapa pemimpin perusahaan telah menyatakan keprihatinan tentang RUU tersebut, termasuk Kathryn S. Wylde, presiden Kemitraan untuk New York City, sebuah kelompok advokasi bisnis, yang mengatakan bahwa itu bisa jadi mandat yang berat bagi perusahaan dan akan membebani regulator, juga sistem peradilan.
Tingkat obesitas telah meningkat di Amerika Serikat selama dua dekade terakhir, dan lebih dari 40 persen orang dewasa AS dianggap obesitas. Gerakan penerimaan tubuh dan aktivis plus-size yang menggambarkan diri berusaha mengurangi bias dan rasa malu seputar berat badan.
Podcast seperti "Maintenance Phase" telah menyebarkan kesadaran bahwa tidak semua orang yang kelebihan berat badan tidak sehat. Kota New York telah jadi pusat aktivisme plus-size setidaknya sejak tahun 1960-an, ketika kerumunan 500 orang mengadakan "fat in" di Central Park.
Tigress Osborn, ketua National Association to Advance Fat Acceptance, sebuah kelompok advokasi nirlaba, mengatakan ia berharap kota-kota lain akan menyetujui undang-undang serupa untuk mengirim pesan bahwa diskriminasi ukuran tubuh adalah "ketidakadilan yang serius."
Â
Advertisement
Mengubah Cara Berpikir tentang Berat Badan
Sponsor RUU tersebut, Shaun Abreu, seorang anggota dewan dari Manhattan, mengatakan bahwa berat badannya bertambah selama pandemi dan memperhatikan bahwa orang-orang memperlakukannya secara berbeda. Ia mengatakan, undang-undang tersebut akan membuat pengusaha berpikir dua kali untuk mendiskriminasi orang yang lebih berat dan meningkatkan kesadaran tentang masalah tersebut.
"Ini juga tentang mengubah budaya dalam cara kita berpikir tentang berat badan," katanya.
Keluhan tentang diskriminasi berat badan akan diselidiki Komisi Hak Asasi Manusia kota itu, yang telah memeriksa keluhan tentang ras, jenis kelamin, dan masalah lain. Anggota parlemen negara bagian di New York juga sedang mempertimbangkan undang-undang diskriminasi berat badan. Hukum kota akan berlaku dalam 180 hari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengeluarkan panduan baru perihal penggunaan gula substitusi, yakni melarang dipakai untuk program penurunan berat badan.
WHO mengatakan, berdasarkan kajian sistematis menurut bukti yang tersedia menyimpulkan bahwa penggunaan pemanis non-gula (NSS) "tidak mengakui manfaat jangka panjang dalam mengurangi lemak tubuh pada orang dewasa atau anak-anak."
Berdampak dalam Jangka Pendek, tapi ...
Francesco Branca, direktur departemen nutrisi dan keamanan pangan WHO, melansir CNN, 16 Mei 2023, berkata, "Kami memang melihat penurunan ringan pada berat badan dalam jangka pendek (ketika mengonsumsi gula subsitusi), tapi itu tidak akan bertahan lama."
Ia menyambung, panduan itu berlaku untuk semua orang, kecuali pengidap diabetes. Pasalnya, tidak ada penelitian dalam tinjauan yang menyertakan penderita diabetes dan penilaian tidak dapat dilakukan.
Tinjauan tersebut juga menunjukkan bahwa mungkin ada "potensi efek yang tidak diinginkan" dari penggunaan gula sibsitusi dalam jangka panjang, seperti peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Namun, Branca menyebut, rekomendasi ini tidak dimaksudkan untuk mengomentari keamanan konsumsi.
"Apa yang dikatakan panduan ini adalah jika kita mencari pengurangan obesitas, pengendalian berat badan atau risiko penyakit tidak menular, sayangnya itu adalah sesuatu yang tidak dapat ditunjukkan sains," katanya. "Itu tidak akan menghasilkan efek kesehatan positif yang mungkin dicari beberapa orang."
Â
Advertisement