Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Allergy Awareness Week 2023 ditandai Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia dengan edukasi terkait alergi susu sapi yang berkaitan dengan stunting. Menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), angka kejadian alergi susu sapi (ASS) sekitar 2--7,5 persen.
Kasus tertinggi terjadi pada usia awal kehidupan. Beberapa hasil studi terkini mengungkap ketidakcukupan asupan nutrisi pada anak alergi susu sapi dapat berpotensi menyebabkan stunting.
Baca Juga
Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi Zahrah Hikmah menjelaskan bahwa alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh salah mengartikan protein susu sapi sebagai zat asing yang berbahaya bagi tubuh. "Alergi susu sapi gejalanya mulai dari saluran cerna, diare, kolik infantil. Di kulit, urtikaria dengan Dermatitis atopik, di saluran napas itu banyak mengalami asma dan rinitis," kata Zahrah dalam bincang daring pada Rabu, 31 Mei 2023.
Advertisement
Zahrah melanjutkan ada pula gejala klinis umum, yaitu anafilaksis. "Anak mendadak biru, mendadak tensinya turun, atau tiba-tiba pingsan, hati-hati itu ada reaksi alergi susu sapi yang berat," lanjutnya.
Gejala kulit pada anak yang alergi susu sapi ditandai dengan eksim. "Walaupun 35 persen saja gejala kulit masuk dalam bagian alergi makanan atau alergi susu sapi, tapi ini juga harus hati-hari karena ini banyak terjadi pada anak- anak di bawah usia 1 tahun, ada kulit kering, ruam, kadang-kadang seperti bernanah ataupun basah," terangnya.
Gejala di Kulit
Gejala kulit lainnya bernama urtikaria atau biduran, yakni kondisi ruam kulit yang menonjol dan ada pembengkakak pada bibir, mata, lidah, atau dalam tenggorokan. "Sehingga menyebabkan seorang anak bisa tidak bernapas karena suatu alergi," lanjutnya.
Gejala lain alergi susu sapi pada anak yang berusia lebih dari 4 tahun, yakni bernama rinitis alergi. "Ada gerakan menggosok hidung karena gatal, di bawah mata terkadang didapatkan bawah mata hitam, ada garis di hidung dan dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan pernapasan," katanya.
Zahrah menyebut, "Ini menimbulkan anak bisa mengorok bahkan bernapas terus dalam waktu lama lewat mulut sehingga anak tidak konsentrasi, ada gangguan tidur, ada gejala mengorok, yang ini cukup bahaya. Yang sekarang sering terjadi anak di bawah 1 tahun yaitu gejala asma."
Gejala dari saluran cerna, dikatakan Zahrah, meliputi diare, kram perut, kolik, terkadang tinja disertai darah. Sehingga pada proses kronik bahkan bisa menimbulkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan karena anemia dalam jangka waktu lama.
Advertisement
Bedakan dengan Gejala Intoleransi Laktosa dan Infeksi
"Ini harus kita bedakan dengan intoleransi laktosa. Intolerasi laktosa adalah seorang anak yang tidak tahan atau tidak bisa memproses laktosa dan ini tidak melalui sistem imun. Gejala karena infeksi, contoh infeksi amoeba yang bisa menimbulkan gejala diare, kolik abdomen, atau BAB yang ada darahnya, bisa karena infeksi," lanjut Zahrah.
Selain gejala, orangtua juga perlu mengetahui cara-cara mendeteksi kasus alergi, yakni:
- Apa saja keluhannya (eksim/batuk/pilek?)
- Bagaimana ciri gejalanya?
- Apakah cukup lama?
- Apakah sering berulang dengan pemicu yang sama?
- Apakah ada riwayat keluarga alergi? (ayah, ibu, saudara kandung?)
Bila gejalanya batuk atau pilek, lantas bagaimana membedakan itu alergi atau infeksi? "Kalau disertai demam, atau siang lebih dominan dibandingkan dengan malam dan ada riak atau ingus kental atau berwarna, itu jangan dianggap alergi, kemungkinan besar infeksi," ungkap Zahrah.
Ia melanjutkan, "Tapi kalau tidak ada demam, lebih sering ke pagi hari, riak atau ingus jernih dan mengalir kemungkinan besar alergi."
Zahrah menjelaskan bahwa stunting adalah suatu kondisi serius ditandai dengan tinggi badan anak di bawah rata-rata atau anak sangat pendek serta tubuhnya tidak bertumbuh dan berkembang dengan baik sesuai usianya dan dalam jangka waktu lama. Namun, tak semua anak pendek itu stunting.
Kaitannya dengan Stunting
"Untuk mendiagnosa stunting, kita harus melihat tumbuh kembangnya, berat badannya, lingkar lengannya, lingkar kepalanya. Stunting sering terjadi gangguan kecerdasan pada anak dikarenakan kurang gizi kronis," lanjut Zahrah.
Sedangkan sumber nutrisi anak terdiri atas banyak hal untuk tumbuh dan kembang, mulai dari karbohidrat, protein, lemak. Ada pula kebutuhan pada makanan alergen seperti susu, ikan, telur itu mengandung protein dan lemak yang penting.
"Anak alergi ini sering sakit, sehingga otomatis dia butuh nutrisi lebih banyak dibanding anak normal. Penggantian makanan anak alergi susu sapi harus adekuat sehingga dappat menjamin tumbuh kembang anak dan mencegah terjadinnya penyakit akibat kekurangan nutrisi mikro seperti riketsia," lanjutnya.
Alergi:
- Penghindaran makanan dengan protein tinggi dalam jangka waktu lama.
- Penghindaran tanpa dasar yang jelas sehingga banyak makanan penting dihindari.
- Napsu makan menurun karena pilihan makanan terbatas.
- Pemilihan makanan pengganti yang tidak pas.
- Sering sakit sehingga napsu makan berkurang.
- Kurang tidur.
- Radang saluran cerna - malabsorbsi.
Stunting:
- Terutama anak alegi di bawah usia 3 tahun.
- Tidak bisa catch up growth bila lebih dari 3 tahun.
- Dampak stunting adalah memperlambat perkembangan otak, dampak jangka panjang keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.
Advertisement