Liputan6.com, Jakarta - Di antara beragam jamu gendong, ada delapan jenis yang kehadirannya seolah menjadi keharusan. Salah satu jenis jamu gendong tersebut adalah kudu laos yang berbahan utama buah mengkudu.
Dikutip dari "Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat" oleh Sukini, Rabu, 14 Juni 2023, nama jamu kudu laos diambil dari bahan utama yangdigunakan untuk membuatnya. Kudu berasal dari kata mengkudu, sedangkan laos sebutan lain untuk lengkuas.
Sesuai dengan namanya, bahan utama untuk membuat jamu ini adalah buah mengkudu dan rimpang lengkuas. Namun, untuk menambah manfaat jamu kudu laos untuk kesehatan, ada bahan-bahan lain dapat ditambahkan untuk membuat jamu ini.
Advertisement
Dikutip dari Kanal Pengetahuan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, buah mengkudu yang mempunyai nama ilmiah Morinda citrifolia L. Bagian akar, batang, buah, dan daun dari tanaman yang juga dikenal dengan sebutan "Noni" ini secara tradisional sering dimanfaatkan untuk terapi terhadap artritis, sakit kepala, diabetes, hipertensi, dan beberapa penyakit infeksi (Ali dkk., 2016).
Tanaman ini tumbuh dengan baik di Indonesia yang beriklim tropis sehingga ketersediaan tanaman bukanlah masalah yang berarti. Senyawa kimia yang terkandung dalam suatu herbal sangat menentukan efektivitas farmakologinya.
Senyawa biokimiawi dalam buah mengkudu, yakni asam organik, alkohol, fenolik, antrakuinon, karotenoid, triterpenoid, flavonoid, lakton, iridoid, lignan, sterol, dan nukleosida (Saminathan dkk., 2013; Assi dkk., 2017), senyawa organo sulfur (Ali dkk., 2016), kumarin (misalnya skopoletin) (Wang, dkk., 2016); alkaloid (Almeida, dkk., 2019); asam lemak serta ester (Wei, dkk., 2011).
Â
Tentang Buah Mengkudu
Menurut Repository Poltekkes Denpasar, buah mengkudu punya banyak nama di berbagai wilayah di Indonesia. Mengkudu (Morinda citrifolia) atau keumeudee (Aceh); pace, kemudu, kudu (Jawa); cangkudu (Sunda); kodhuk (Madura); tibah (Bali) berasal daerah Asia Tenggara, tergolong dalam famili Rubiaceae.
Nama lain untuk tanaman ini adalah noni (Hawaii), nono (Tahiti), nonu (Tonga), ungcoikan (Myanmar) dan ach (Hindi) (Wikipedia, 2016). Asal usul mengkudu tidak terlepas dengan keberadaan bangsa Polinesia yang menetap di Kepulauan Samudra Pasifik.
Bangsa Polinesia dipercaya berasal dari Asia Tenggara. Pada 100 SM, bangsa yang terkenal berani mengembara. Tanpa sebab yang jelas mereka menyeberangi lautan meninggalkan tanah air mereka. Ada kesan para pengembara itu di kecewakan oleh suatu hal dan maksud menjauhkan diri dari kehidupan sebelumnya.
Setelah lama mengembara, mereka sampai di sekitar Polinesia, yaitu kepulauan di sekitar Pasifik Selatan. Para petualang tersebut langsung jatuh hati saat melihat indahnya pemandangan, kondisi pantai, dan pulaunya.
Tumbuhan ini berbentuk pohon dengan tinggi 4--8 cm. Batang berkayu, bulat, kulit kasar, percabangan monopoidal.
Daun tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing. Panjang 10--40 cm. Bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai, benang sari 5. Buah bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging, panjang 5--10 cm, hijau kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Advertisement
Bahan-Bahan hingga Manfaat Kudu Laos
Simak bahan-bahan, cara membuat, hingga manfaat dari jamu kudu laos berikut ini:
Bahan-bahan jamu kudu laos:
- 100 gram buah mengkudu/pace
- 50 gram lengkuas muda
- 3 siung bawang putih
- 3 buah cabe jamu
- 25 gram asam jawa
- 3 lembar daun pandan
- 1 sendok teh biji kedawung
- 5 butir merica
- 250 gram gula batu
- 1/4Â sendoh teh garam
- 3 liter air
Â
Langkah-langkah pembuatan:
- Cuci semua bahan hingga bersih, kecuali gula dan garam.
- Kupas buah mengkudu dan lengkuas, kemudian iris tipis-tipis.
- Tumbuk atau gerus buah mengkudu, lengkuas, cabe jamu, bawang putih, asam jawa, biji kedawung, dan garam.
- Didihkan air, lalu masukkan bahan-bahan yang sudah ditumbuk.
- Tambahkan daun pandan, gula batu, dan butiran merica.
- Masak jamu hingga matang dan airnya sedikit menyusut sambil diaduk-aduk pelan.
- Saring jamu.
- Jamu kudu laos siap disajikan.
Â
Manfaat jamu kudu laos, antara lain sebagai berikut:
- Menurunkan tekanan darah.
- Melancarkan peredaran darah.
- Menghangatkan badan.
- Membuat perut terasa nyaman.
- Menambah nafsu makan.
- Melancarkan haid.
- Menyegarkan badan.
Asal-usul Jamu Gendong
Jamu gendong adalah jamu hasil produksi rumahan. Jamu gendong dipasarkan dengan cara memasukkannya ke dalam botol-botol. Kemudian, botol-botol disusun di dalam bakul. Penjual jamu biasa menggendong bakul tersebut saat berjualan. Inilah alasan jamu ini dikenal sebagai jamu gendong.
Penjual jamu gendong juga menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling setiap hari. Mereka kebanyakan adalah perempuan lantaran dulu tenaga laki-laki lebih diperlukan untuk bertani.
Konsep berjualan dengan menggendong barang dagangan ini menjadi sesuatu yang terbilang menarik. Penjual jamu gendong biasa menggendong bakul jamunya dengan kain panjang, baik kain batik maupun lurik, sebagai salah satu ciri khas perempuan Jawa ketika membawa sesuatu.
Para perempuan Jawa, khusus pada zaman dahulu atau di daerah pedesaan, pun membawa aneka barang dengan cara menggendongnya, seperti membawa kayu bakar, air di dalam jerigen, bahan-bahan pangan, dan hasil pertanian. Inilah yang menjadi asal-usul jamu gendong di Indonesia.
Ternyata ada makna dari membawa sesuatu dengan cara digendong ini. Menggendong identik dengan seorang ibu yang membuai bayinya dalam gendongan. Karena itu, para perempuan Jawa yang membawa barang dagangannya dengan cara digendong dimaknai mereka membawa barang dagangan seperti halnya membawa anaknya sendiri.
Barang dagangan merupakan sarana mencari rezeki sehingga harus dibawa dengan baik, ditawarkan dengan baik, dan disajikan dengan baik. Rezeki pun dicari dengan niat dan cara yang baik. Dengan demikian, usaha mencari rezeki dan apa yang didapat diharapkan memperoleh berkah dari Tuhan.
Diyakini bahwa tradisi meracik dan meminum jamu telah ada sejak ratusan tahun silam pada masa kerajaan Hindu dan Buddha. Seiring zaman berganti, orang-orang keraton mulai mengenalkan jamu kepada masyarakat luas.
Pengenalan jamu keluar keraton diperkirakan sudah terjadi di periode akhir Kerajaan Majapahit. Kemudian, tradisi berlanjut pada masa kerajaan-kerajaan setelahnya dan terus berjalan hingga pada masa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Dulu, jamu hanya dibuat oleh orang-orang yang dianggap mempunyai kekuatan spiritual, seperti wiku atau dukun. Pada masa itu, praktik-praktik pengobatan banyak dilakukan oleh wiku. Para wiku ini umumnya mengobati menggunakan ramuan jamu dan doa-doa.
Para wiku sering kali mengirimkan jamu racikannya kepada orang-orang yang membutuhkan atau berdasarkan pesanan. Saat itu, jamu dikirimkan melalui para laki-laki yang menjadi utusan. Sementara, penjualan jamu dengan cara digendong diperkirakan telah dimulai pada masa Kerajaan Mataram Islam.
Â
Advertisement