Sukses

Beda Sampah PS Foam dan Styrofoam yang Diklaim Bisa Didaur Ulang

Styrofoam menjadi salah satu jenis sampah yang paling banyak mencemari lingkungan. Walau mudah digunakan, styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500--1 juta tahun untuk dapat terurai oleh tanah.

Liputan6.com, Jakarta - Styrofoam menjadi salah satu jenis sampah yang paling banyak mencemari lingkungan. Walau mudah digunakan, styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500--1 juta tahun untuk dapat terurai oleh tanah. Banyak elemen masyarakat yang menolak penggunaan styrofoam karena dampak buruknya pada lingkungan. Padahal, styrofoam ternyata dapat didaur ulang dan menjadi barang bernilai.

Fakta ini dikemukakan oleh Muhamad Andriansyah, Founder & CEO Kita Olah Indonesia. "Tidak banyak yang tahu kalau sampah styrofoam itu bisa didaur ulang," ungkapnya pada acara konferensi pers yang digelar Kita Olah Indonesia dan Program Yok Yok Ayok Daur Ulang pada Rabu, 14 Juni 2023, di Kita Olah Indonesia Waste Management Site Bekasi. 

Lebih lanjut, Andri meluruskan persepsi masyarakat yang dinilainya kurang tepat tentang styrofoam. "Styrofoam itu berbeda dengan Polystyrene Foam atau yang kita sebut PS Foam. Yang biasa digunakan untuk kemasan makanan itu PS Foam karena mereka food grade, kalau styrofoam itu tidak food grade. Styrofoam itu yang biasa digunakan untuk pengganjal barang saat packing," ujarnya. 

Dengan demikian, ia menekankan bahwa yang biasa menjadi masalah lingkungan dan kerap terlihat menggenang di sungai-sungai adalah PS Foam, bukan styrofoam. Namun, Andri menekankan bahwa yang menjadi masalah utama bukanlah sampah PS Foam itu sendiri, melainkan perilaku orang yang membuang sampah sembarangan.

"Berbicara tentang sampah adalah berbicara mengenai perspektif. Di sini, barang-barang itu bukan sampah tapi merupakan raw material yang nilainya sama saja karena bisa didaur ulang. Banyak yang menganggap PS Foam adalah residu yang tidak bisa didaur ulang, padahal bisa," ujar Andri.

2 dari 4 halaman

Dipadatkan untuk Jadi Barang Bernilai

Beroperasi sejak 2021, Kita Olah Indonesia turut ambil andil dalam memproses sampah yang beredar di masyarakat. Kita Olah Indonesia kini memiliki dua tempat daur ulang sampah di daerah Rawalumbu, Kota Bekasi, dengan salah satu tempatnya lebih fokus mendaur ulang PS Foam maupun styrofoam.

Styrofoam dan PS Foam tersebut dilelehkan dengan mesin, kemudian dipadatkan atau di-press sehingga menjadi bongkahan kotak besar berat yang disebut Bekuan PS Foam. Setelah menjadi padat, PS Foam dapat dimanfaatkan menjadi aneka barang, salah satunya pigura foto. Terdapat dua jenis Bekuan PS Foam, satu berwarna putih terang dan yang satu berwarna abu-abu gelap. 

Bekuan PS Foam berwarna putih menggunakan sampah styrofoam dan PS Foam yang masih bersih, sehingga harga jualnya lebih tinggi. Diketahui dengan bobot berat 30 kg, Bekuan PS dijual seharga Rp300.000, dan Bekuan yang berwarna lebih bersih lebih mahal 30 persen dari jumlah tersebut.

Tak hanya mendaur ulang styrofoam dan PS Foam, Kita Olah Indonesia telah mendaur ulang sampah plastik mulai dari limbah plastik bernilai tinggi seperti botol-botol bekas sampo, galon air mineral, jerigen, hingga tutupnya. 

3 dari 4 halaman

Olah Berbagai Jenis Sampah Plastik

Proses yang umum dilakukan oleh Kita Olah seperti memisahkan sampah plastik berdasarkan jenisnya, hingga berdasarkan warnanya. Setelah dipilah, sampah plastik akan dicacah hingga menjadi serpihan melalui mesin pencacah untuk kemudian dilebur dan didinginkan untuk kembali menjadi bahan dasar biji plastik atau plastic pallet.

"Sejak terbentuknya, kami telah berupaya untuk memproses kurang lebih 900 ton sampah non-organik dalam satu tahun dan 3 ton per harinya, khususnya sampah plastik dalam berbagai jenis, mulai dari high value plastic waste seperti HDPE, LDPE, PET, dan PS di mana plastik-plastik tersebut sudah sepenuhnya dapat didaur ulang hingga low value plastic waste yang dianggap residu seperti multilayer," ungkap Andri.

"Setelah didaur ulang menjadi bahan dasar, plastic pallet ini dapat dimanfaatkan oleh produsen industri rumahan untuk kembali dicetak dan dibentuk menjadi produk yang baru. Bahan dasar daur ulang yang kami hasilkan ini telah dimanfaatkan untuk dijadikan produk rumah tangga, seperti salah satunya lakop sapu," sambungnya. Selain lakop sapu, plastic pallet juga bisa dibentuk menjadi botol jerigen hingga bola plastik. 

Pengelolaan sampah menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Indonesia. Dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cepat, produksi sampah terus meningkat secara signifikan. Setiap penduduk Indonesia rata-rata menghasilkan 0,7 kg sampah per hari, dan sebagian besar sampah tersebut berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

4 dari 4 halaman

Hanya 7 Persen Sampah Didaur Ulang di Indonesia

Data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) menunjukkan bahwa hanya 7 persen dari total 65 juta ton sampah di Indonesia yang berhasil didaur ulang, sementara 69 persen berakhir di TPA. Saat ini, TPA di Indonesia kesulitan mengelola jumlah sampah yang masuk. 

Perbandingan antara sampah organik dan non-organik yang masuk ke TPA tidak seimbang, menyebabkan penumpukan dan tumpukan sampah. Kesadaran masyarakat untuk membersihkan dan memilah sampah sebelum diangkut ke tempat pemrosesan perlu terus ditingkatkan.

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh berbagai institusi untuk mengurangi sampah yang berakhir di TPA, mulai dari upaya edukasi dan sosialisasi hingga pengelolaan daur ulang. Program advokasi, edukasi, dan sosialisasi daur ulang sampah plastik "Yok Yok Ayok Daur Ulang!" (YYADU!) telah ada sejak 2019 dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran dan sosialisasi tentang daur ulang sampah plastik.

Hanggara Sukandar, Director of Environment & Sustainability Affairs Responsible Care® Indonesia mengatakan, "Pada mulanya, program ini (YYADU!) terbentuk karena banyaknya anggapan masyarakat bahwa produk yang ramah lingkungan adalah produk yang dapat terurai secara alami, di mana pada faktanya dalam menentukan suatu produk itu ramah lingkungan perlu ditinjau secara menyeluruh dari awal diproduksi hingga siklus daur ulangnya. Di samping itu, pengelolaan sampah yang masih mengandalkan TPA tanpa memproses sampah terlebih dahulu juga menjadi perhatian kami."

Â