Sukses

Perairan Paling Dingin di Dunia Kian Memanas dan Menyusut, Bukti Perubahan Iklim Nyata di Depan Mata

Sebuah laporan menyebut volume air dingin di dasar laut terdingin di dunia tersebut telah menyusut sebanyak lebih dari 20 persen selama tiga dekade terakhir dan menghangat empat kali lebih cepat daripada lautan global lainnya. Hal itu merupakan imbas perubahan iklim dan berdampak pada kemampuan lautan menyerap karbon.

Liputan6.com, Jakarta - Air laut terdalam di Antartika saat ini sedang memanas dan kian menyusut. Hal ini dapat memberikan konsekuensi serius untuk perubahan iklim dan ekosistem laut dalam, menurut penelitian yang diterbitkan Senin, 12 Juni 2023, oleh British Antarctic Survey.

Dalam laporan tersebut, dinyatakan bahwa volume air dingin di dasar laut tersebut telah menyusut sebanyak lebih dari 20 persen selama tiga dekade terakhir. Selain itu, ditemukan bahwa perairan laut yang dalamnya dari 2.000 meter telah menghangat empat kali lebih cepat daripada lautan global lainnya.

Dilansir dari CNN pada Kamis, 15 Juni 2023, "Air dasar Antartika" atau “Antarctic bottom water” adalah air terdingin dan paling asin di planet ini. Perairan ini berperan penting sebagai penyangga perubahan iklim dengan menyerap kelebihan panas dan polusi karbon yang disebabkan oleh manusia. Mereka juga mengedarkan nutrisi ke semua penjuru lautan.

Namun, di Laut Weddell yang terletak di bagian timur Semenanjung Antartika, perairan penting ini mengalami penyusutan. Alasan penyusutan perairan dalam ini adalah karena perubahan pembentukan es laut yang disebabkan oleh melemahnya angin.

Angin yang lebih kencang cenderung mendorong es menjauh dari lapisan es, yang menyebabkan daerah air terbuka untuk pembentukan es lebih banyak. Angin yang lebih lemah berarti celah ini lebih kecil, sehingga memperlambat proses pembentukan es laut.

Padahal, pembentukan es laut baru sangat penting untuk menciptakan air asin yang sangat dingin di Laut Weddell. Saat air membeku, garamnya dikeluarkan dan saat air asin lebih padat, air tersebut tenggelam ke dasar lautan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kemampuan Laut Menyerap Karbon Melemah

Penemuan ini didapatkan para ilmuwan dengan menggunakan data sampel puluhan tahun yang diambil oleh kapal dan juga dari satelit untuk mengukur volume, suhu, dan tingkat keasinan dari Samudra Antartika yang dalam ini.

"Beberapa daerah Samudra Antartika yang sampelnya diambil dikunjungi pada tahun 1989 silam dan menjadikannya sebagai daerah dengan sampel yang paling komprehensif di Laut Weddell," ujar Povl Abrahamsen, ahli kelautan fisik di  British Antarctic Survey dan penulis laporan dalam sebuah pernyataan.

"Dulu kami berpikir bahwa perubahan di laut dalam hanya bisa terjadi selama berabad-abad. Tetapi pengamatan kunci dari Laut Weddell ini menunjukkan bahwa perubahan di perairan yang gelap dan dalam ini dapat terjadi hanya dalam beberapa dekade," kata Alessandro Silvano dari University of Southampton di Inggris, dan salah satu penulis studi tersebut.

Silvano mengunkapkan bahwa perubahan di perairan dalam ini dapat memiliki konsekuensi yang luas. Air laut Antartika adalah bagian penting dari sirkulasi laut global, yang berfungsi mengangkut polusi karbon yang disebabkan manusia ke laut dalam, tempat karbon disimpan selama berabad-abad.

3 dari 4 halaman

Laut Berfungsi Menyerap 90 Persen Panas Dunia

"Jika sirkulasi dalam ini melemah, lebih sedikit karbon yang dapat diserap oleh laut dalam, sehingga membatasi kemampuan laut untuk mengurangi pemanasan global," kata Silvano. Lautan telah menyerap lebih dari 90 persen kelebihan panas dunia sejak tahun 1970-an dan menyerap hampir sepertiga polusi karbon yang dihasilkan manusia.

Air yang dingin dan padat ini juga berperan penting dalam memasok oksigen ke perairan laut dalam. "Bagaimana dan apakah ekosistem laut dalam dapat beradaptasi dengan lebih sedikit oksigen belum dapat diketahui," tambah Silvano.

Holly Ayres, seorang peneliti di departemen meteorologi di Reading University, Inggris yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa penelitian British Antarctic Survey merupakan langkah maju dalam menambah pengetahuan kita tentang air laut dalam di Antartika.

"Menggabungkan pengamatan berbasis kapal dan data satelit selama beberapa dekade merupakan lompatan besar dalam pemahaman kita tentang proses pembentukan, dan mungkin membantu dalam pemahaman kita tentang bagaimana dasar air Antartika akan terbentuk di masa depan," kata Ayres.

4 dari 4 halaman

Ekosistem Bawah Laut Berpotensi Rusak

Sementara penyusutan perairan laut dalam Antartika yang diidentifikasi studi adalah hasil dari variabilitas iklim alami, perubahan iklim juga berdampak pada perairan dalam Antartika. Dalam sebuah studi pada Maret 2023, para ilmuwan menemukan bahwa pencairan es merusak kadar garam di lautan dan memperlambat sirkulasi air laut dalam di Antartika. Kegagalan untuk membatasi polusi yang memanaskan planet dapat menyebabkan rusaknya sirkulasi air laut dalam, dengan konsekuensi yang berpotensi merusak iklim dan kehidupan laut.

Shenjie Zhou, seorang ahli kelautan di British Antarctic Survey dan penulis utama studi tersebut, mengatakan bahwa studi terbaru ini merupakan "peringatan dini". "Perubahan yang sedang berlangsung di lapisan air dalam di Antartika sudah terjadi dan tidak mengarah ke arah yang kita inginkan," ungkapnya.

Di samping itu, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperingatkan dalam laporan terbarunya bahwa dampak dari peningkatan suhu global sudah lebih parah daripada yang diperkirakan. Tanpa perubahan yang segera dan serius, dunia menuju konsekuensi perubahan iklim yang semakin berbahaya dan tidak dapat dikembalikan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini