Sukses

Keroyokan Cari Solusi Krisis Iklim Melalui Climate Project Liputan6.com

Climate Project merupakan komitmen jangka panjang Liputan6.com dengan berbagai aktiviasi terkait isu krisis iklim.

Liputan6.com, Jakarta - Krisis iklim sudah di depan mata, dan tidak dapat lagi dihindari. Demi menahan laju dampak perubahan iklim, yang sudah dirasakan masyarakat dunia, upaya keroyokan perlu diinisiasi berbagai pihak.

Berangkat dari urgensi ini, Liputan6.com merilis "Climate Project." Wakil Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Elin Yunita Kristanti, menyebut bahwa gagasan ini dibentuk untuk "membantu dan mencari solusi bersama publik." "Bukan menggurui, tapi mengajak untuk sama-sama (menginisiasi) apa yang bisa dilakukan," katanya dalam tayangan Liputan6 Update, Jumat (16/6/2023).

Ia menyambung, "Dengan kompleksnya topik perubahan iklim, mungkin yang disuarakan ilmuwan tidak sampai ke bawah (publik). Karena itu, kami ingin membuat isu ini (krisis iklim) lebih mudah dicerna masyarakat."

Sementara Climate Project sebenarnya menyasar publik secara luas, Elin berkata, Gen Z jadi sasaran pemberdayaan terbesar. "Kami mengajak generasi muda yang cerdas dan punya kekuatan sebagai pengubah (permainan)," sebutnya.

Keikutsertaan aktif dalam mencari solusi perubahan iklim penting karena manusia adalah penyebab utama bencana itu terjadi. Elin berkata, "Kita punya tanggung jawab, sekaligus mengakui bahwa kita semua adalah kontributor luar biasa terhadap perubahan ilim. Saat ini, kita tidak bisa balik ke masa lalu, (ke masa) sebelum revolusi industri, tapi kita fokus apa yang bisa kita lakukan sekarang (untuk masa depan)."

Ia juga berkata bahwa Climate Project merupakan komitmen jangka panjang Liputan6.com. Ini dimulai dari menjalankan peran ekspertis sebagai media, yakni dengan cara menyebarkan informasi. "Banyak sekali konten yang akan kita buat agar (isu krisis iklim dan lingkungan) mudah dicerna. Kami juga bekerja sama dengan banyak pihak dengan visi yang sama: menahan laju krisis iklim," ujar dia.

 

2 dari 4 halaman

Berdayakan Komunitas

Terdapat pula aktivasi (terkait isu perubahan iklim) yang salah satunya akan melibatkan sederet komunitas, termasuk Cek Fakta Liputan6.com. "Harapannya, Liputan6.com bisa bergandengan tangan dengan publik, berdiskusi, mencari solusi bersama, bahkan dari hal terkecil," katanya lagi.

"Ayo kita bekerja sama menyelesaikan masalah Bumi kita!" tandasnya.

Suhu rata-rata global pada awal Juni 2023 adalah yang terhangat yang pernah tercatat untuk periode tersebut, mengalahkan rekor sebelumnya dengan "margin yang substansial," kata unit pemantauan iklim Uni Eropa, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (16/6/2023).

"Dunia baru saja mengalami rekor terpanas pada awal Juni (2023)," kata Samantha Burgess, wakil direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S). "Suhu udara permukaan rata-rata global untuk hari-hari pertama Juni 2023 adalah yang tertinggi dalam catatan data ERA5 untuk awal Juni dengan selisih yang substansial."

Temperatur telah turun sejak itu, tapi para ahli mengatakan lonjakan singkat pada awal Juni 2023 menandai rekor panas global baru untuk bulan itu dan menunjukkan lebih banyak potensi cuaca ekstrem di masa depan saat planet ini memasuki fase El Nino yang dapat berlangsung bertahun-tahun. Para peneliti di unit Copernicus UE melaporkan bahwa pada awal Juni 2023, suhu udara permukaan global naik 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri untuk pertama kalinya.

3 dari 4 halaman

Suhu Bumi Meningkat

Itu adalah ambang batas yang menurut pemerintah akan mereka coba pertahankan pada KTT 2015 di Paris. Menurut data, suhu rata-rata global harian berada pada atau di atas ambang batas 1,5 derajat celcius antara 7--11 Juni 2023, mencapai maksimum 1,69 derajat celcius pada 9 Juni 2023.

Unit tersebut mengatakan bahwa pada 8 dan 9 Juni 2023, suhu harian rata-rata global sekitar 0,4 derajat celcius lebih hangat dari rekor sebelumnya untuk hari yang sama. "Ketika suhu rata-rata global terus meningkat dan lebih sering melebihi batas 1,5 derajat celcius, efek kumulatif dari pelampauan tersebut akan jadi semakin serius dan harus dipantau secara hati-hati," kata unit tersebut.

Hari-hari yang dihabiskan pada ambang batas 1,5 derajat celcius datang selama fase La Nina tiga tahun-an, yang cenderung meredam efek pemanasan global. Copernicus baru-baru ini mengumumkan bahwa lautan global lebih hangat bulan lalu daripada rekor bulan Mei tahun-tahun sebelumnya. "Tahun 2024 diperkirakan akan lebih panas dari 2023 karena El Nino terus berkembang," kata Burgess.

“Kita tahu juga semakin panas iklim global, semakin besar kemungkinan kita mengalami cuaca ekstrem dan semakin parah cuaca ekstrem itu,” katanya. "Jadi ada korelasi langsung antara tingkat pemanasan global dan frekuensi, serta intensitas cuaca ekstrem."

 

4 dari 4 halaman

Bencana Perubahan Iklim

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa dunia berpacu menuju bencana perubahan iklim, menggambarkan tanggapan global sangat tidak memadai. Kebijakan iklim saat ini akan menyebabkan suhu rata-rata 2,8 derajat celcius di atas masa pra-industri pada akhir abad ini, hampir dua kali lipat dari target PBB untuk kenaikan 1,5 derajat celcius, kata Guterres.

"Itu berarti malapetaka. Namun tanggapan kolektif tetap menyedihkan," kata Guterres. "Kita meluncur menuju bencana, mata terbuka lebar, dengan terlalu banyak yang bersedia mempertaruhkan semuanya pada angan-angan, teknologi yang belum terbukti, dan solusi peluru perak. Sudah waktunya untuk bangun dan melangkah,” kata Sekjen PBB itu.

Ia mengatakan bahwa industri bahan bakar fosil harus melakukan bukan hanya transisi, tapi transformasi besar-besaran saat bergerak menuju energi bersih dan " menjauh dari produk yang tidak sesuai kelangsungan hidup manusia."

“Negara-negara jauh dari jalur dalam memenuhi janji dan komitmen iklim. Saya melihat kurangnya ambisi, kurangnya kepercayaan, kurangnya dukungan, kurangnya kerja sama, dan banyak masalah seputar kejelasan serta kredibilitas," kritiknya.