Liputan6.com, Jakarta - Kebersihan dan keamanan makanan bukanlah sesuatu yang bisa ditawar. Karena itu, baik sebagai produsen maupun konsumen, penting untuk memahami, serta mempraktikkan standardisasi kebersihan dan keamanan makanan.Â
Secara aturan, merujuk pada situs web Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), dikutip Sabtu (17/8/2023). peraturan pangan secara umum termasuk UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan PP Nomor 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
Menurut PP Nomor 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, dalam penyelenggaraan keamanan makanan, komponennya termasuk sanitasi pangan. Di pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa persyaratan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit berupa:
Advertisement
- penghindaran penggunaan bahan yang dapat mengancam Keamanan Pangan di sepanjang Rantai Pangan;
- pemenuhan persyaratan Cemaran Pangan;
- pengendalian proses di sepanjang Rantai Pangan;
- penerapan sistem ketertelusuran bahan; dan
- pencegahan penurunan atau kehilangan kandungan Gizi Pangan.
Sementara, aturan praktik higiene sanitasi makanan merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Bab II Bagian pertama mengatur tentang sanitasi pangan, yaitu pasal 4 sampai 8.
Penjabaran lebih lanjut mengenai pasal-pasal tersebut dijelaskan dalam PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Khusus untuk industri pangan siap saji, kegiatan higiene dan sanitasinya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyarataan Higiene Sanitasi Jasa Boga, sebut Badan POM.
Pangan Siap Saji yang Aman
Demi menghasilkan pangan siap saji yang aman, Industri Pangan Siap Saji (IPSS) diwajibkan berpedoman pada Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik (CPPSSB). Diagram alir pangan siap saji dimulai dari penerimaan bahan pangan, dilanjutkan dengan penyimpanan bahan pangan, penyiapan, pengolahan, dan penyajian, kata Badan POM.
"Beberapa jenis pangan masih memerlukan pendinginan, penyimpanan, pembekuan, pelelehan, dan pemanasan kembali sebagai tahapan prosesnya," sambung mereka. "Di setiap tahap pada diagram alir tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi, baik oleh bahan kimia maupun mikroba. Karena itu, perlu adanya penerapan CPPSSB yang konsisten dan terus-menerus."
Di dalam PP No. 28 Tahun 2004 Pasal 9 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik dijelaskan bahwa cara produksi harus dilakukan untuk:
- mencegah tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan;
- menghambat atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
- mengendalikan proses antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan serta cara penyajian.
Sejalan dengan itu, Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat- obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati, menjelaskan bahwa saat melakukan audit sertifikasi halal, pihaknya akan memeriksa implementasi keamanan pangan.
"Hal paling utama yang kami cek adalah adanya sertifikat keamanan pangan yang dimiliki pelaku usaha, seperti sertifikat layak sehat untuk Restoran maupun sertifikat Good Manufacturing Product (GMP) untuk pabrik yang memproduksi makanan dan minuman," ungkapnya melalui pesan pada Liputan6.com, Jumat, 16 Juni 2023.
Advertisement
Implementasi Sistem Jaminan Mutu
Muti menyambung, "Kami juga akan melihat audit eksternal terhadap lokasi tersebut. Jika pelaku usaha tidak memiliki sertifikat keamanan pangan, kami melakukan pengecekan fasilitas berdasarkan standar internasional maupun nasional, yaitu fasilitas yang digunakan bebas hama dan apakah ada upaya perlindungan dari hama."
Kemudian, memastikan personel yang menangani produk makanan dan minuman sehat, serta menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) dengan baik. Juga, mampu menangani makanan dan minuman dengan baik, sambungnya.
Standardisasi kebersihan makanan dan minuman, menurut pihaknya, dilakukan melalui implementasi sistem jaminan mutu di antaranya melibatkan sosialisasi mengenai pentingnya kebersihan makanan dan minuman, pelatihan yang memadai, prosedur yang standar dan mudah dipahami setiap pihak yang berkepentingan, serta adanya audit internal dan kaji ulang manajemen.
"Kami menyarankan konsumen untuk mengonsumsi produk yang memiliki sertifikat halal dan sertifikat keamanan pangan," ujar dia. "Jika datang ke restoran, konsumen bisa menanyakan sertifikat yang dimiliki restoran tersebut, seperti sertifikat layak sehat yang diperoleh dari Dinkes setempat."
Produk dari Pabrik sampai Gerai Makanan
Lebih lanjut Muti berkata, "Untuk produk yang dihasilkan pabrik, masyarakat perlu memastikan izin edar BPOM RI MD, dalam negeri maupun BPOM RI ML, luar negeri. Selain itu, penting juga bagi konsumen Muslim untuk memperhatikan label halal pada kemasan atau kepemilikan sertifikat halal pada sebuah produk atau restoran."
"Dengan adanya sertifikat halal, sebuah produk tidak hanya dinyatakan halal, melainkan juga tayib atau aman dikonsumsi," tandasnya.
Dari sisi produsen, Corporate PR & Communication PT Map Boga Adiperkasa Tbk., Avolina Raharjanti, menyebut bahwa pihaknya menyesuaikan standardisasi kebersihan dan keamanan makanan yang diterapkan di sebuah negara, mengingat mereka adalah pemegang lisensi banyak brand makanan dan minuman internasional.
"Namun, kami tetap memenuhi standar global juga," katanya melalui pesan, Jumat, 16 Juni 2023. "PT Map Boga Adiperkasa Tbk memiliki kebijakan dan prosedur ketat terkait kebersihan dan keamanan produk makanan, serta minuman."
"Hal ini meliputi standar sanitasi yang tinggi, penggunaan bahan baku berkualitas, dan prosedur pemrosesan yang aman. Dengan menjaga dan meningkatkan standardisasi kebersihan dan keamanan dan minuman, kami dapat melindungi konsumen, membangun kepercayaan publik, dan memajukan industri makanan dan minuman secara keseluruhan," tutupnya.
Advertisement