Sukses

Hari Bakcang 2023, Simak Asal-usul dan Sejarah Tragis di Baliknya

Hari Bakcang atau Hari Peh Cun diperingati setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Khongcu Lek. Itu berarti, perayaan Hari Bakcang 2023 jatuh pada Kamis, 22 Juni 2023 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Hari Bakcang atau Hari Peh Cun diperingati setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Khongcu Lek. Itu berarti, perayaan Hari Bakcang 2023 jatuh pada Kamis, 22 Juni 2023 mendatang.

Bakcang sendiri adalah sajian khas berbahan dasar ketan yang berisi daging cincang yang sangat lekat dengan masyarakat Tionghoa. Penetapan Hari Bakcang tidak lepas dari perayaan Peh Cun yang berkaitan erat dengan cerita legenda yang menyangkut Qu Yuan.

Lantas, bagaimana sejarah Hari Bakcang? Berdasarkan buku bertajuk "Hari Raya Twan Yang (Hari Kehidupan)" yang diterbitkan perkumpulan Klenteng Boen Tek Bio, Qu Yuan dikenal sebagai tokoh terkemuka. Ia merupakan seorang menteri besar yang dikenal tangguh dan sangat berpengaruh.

Menurut riwayatnya, Qu Yuan berhasil mempersatukan enam negeri ke dalam Negeri Cho untuk menyerang Negeri Chien. Orang-orang Negeri Chien lantas menyerang balik dengan menyebar fitnah.

Fitnah itu membuat Qu Yuan harus terusir dari negerinya sendiri. Dalam keterasingannya, Qu Yuan mendengar kabar Ibu Kota Negeri Cho hancur diserang Negeri Chien.

Mendengar kabar itu, dalam amarahnya, Qu Yuan membacakan sajak berjudul "Li Sao" atau "Jatuh dalam Kesukaran" di depan banyak orang. Orang-orang tertegun mendengar sajak Qu Yuan yang mencurahkan perasaan cinta terhadap Tanah Air dan rakyatnya.

Setelah usai membacakan sajak, Qu Yuan dengan menggunakan perahu pergi ke Sungai Bek Lo. Ia menjauh dari keramaian orang lalu menceburkan diri ke dalam arus sungai yang mengalir deras.

 

 
2 dari 4 halaman

Bakcang Bermakna Filosofis

Beberapa orang yang sempat melihatnya berusaha menolong dan mencari, tapi usaha tersebut gagal. Setelah kejadian itu, pada tahun berikutnya, seorang nelayan bernama Gi Hu membawa tempurung bambu berisi beras yang dikenal dengan Bakcang lalu menyebarkannya ke sungai sebagai bentuk penghormatan terhadap Qu Yuan.

Kejadian sejarah inilah yang lantas menjadi latar belakang perayaan Hari Bakcang di kalangan keturunan Tionghoa. Bakcang memiliki makna filosofis yang mendalam, keempat sudutnya punya makna tersendiri.

Sudut pertama Zhi zu (berpuas diri) dengan apa yang dimiliki dan tidak boleh serakah. Sudut kedua Gan En (Bersyukur) dengan berkah dan tidak boleh iri.

Lalu, sudut ketiga bermakna Shan Jie (Pengertian) menilai seseorang dari sisi baik. Lantas, sudut terakhir bermakna Bao Rong (Merangkul) dengan mengembangkan cinta kasih kepada sesama.

Sementara, Festival Bakcang dan Lamang Baluo yang digelar di Kawasan Kota Tua, Jalan Batang Arau, Padang, Sumatera Barat (Sumbar), sukses memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Festival yang digelar pada 6--7 Juni 2019 itu mencatatkan rekor pembuatan Bakcang dan Lamang Baluo terbanyak untuk dua jenis makanan dari etnis Tionghoa dan Minang masing-masing 10 ribu.

3 dari 4 halaman

Bakcang dan Laman Baluo

Dalam keterangan tertulis Kementerian Pariwisata yang diterima Liputan6.com, 10 ribu Bakcang dipamerkan di atas gerobak hias berkepala naga. Sedangkan, 10 ribu Lamang Baluo berada di atas gerobak hias berkepala kerbau. Kedua makanan tersebut dibagikan kepada wisatawan yang datang.

Keberhasilan Kota Padang dalam mencatatkan namanya tersebut diutarakan oleh Senior Manager MURI Awan Rahargo dalam festival tersebut di Padang, Jumat, 7 Juni 2019.

"Festival budaya di Kota Padang ini telah berhasil meraih rekor MURI sekaligus telah dicatat sebagai rekor atas kreasi atas hasil karya anak bangsa Indonesia," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Tim Pelaksana Calendar of Event (CoE) 2019 Kementerian Pariwisata Raseno Arya mengatakan untuk pertama kalinya, dua budaya yang berbeda antara Tionghoa dengan Minang disatukan dalam upaya memecahkan rekor MURI.

"Selain mencatatkan rekor MURI. Festival Ini diharapkan bisa menjadi contoh keberagaman dalam kerukunan dan menjadi pertama di Indonesia," kata Raseno. Raseno juga menyebutkan, festival ini rencananya akan digelar setiap tahun dan dijadikan kalender pariwisata nasional.

4 dari 4 halaman

Alasan Digelar Saat Lebaran

Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemkot Padang untuk menyelenggarakan kegiatan yang dapat menarik wisatawan berkunjung ke Padang tiap tahun. "Ini menunjukkan persatuan dan kesatuan Indonesia dan event ini akan masuk ke dalam Calender of Event 2020. Apalagi, ini menjadi event pertama pada libur lebaran, sehingga kian memperkaya keindahan Indonesia," katanya.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Barat saat itu, Irwan Prayitno meminta kepada seluruh masyarakat jangan melihat jumlahnya namun hakekat penghargaan tersebut menandakan perbuatan untuk Indonesia di mata dunia.

"Kegiatan ini untuk melestarikan dan menjaga budaya melalui jalur kuliner untuk senantiasa dirasakan oleh masyarakat Indonesia bukan hanya di Kota Padang saja," ujar Irwan.

Terlebih, Sumatera Barat kaya akan kulinernya. Meskipun dalam etnik Minangkabau dan Tionghoa memiliki banyak perbedaan, hal itu justru menjadi kelebihan dari Sumatera Barat termasuk kuliner Lamang Baluo dan Bakcang Ayam.

"Apalagi, kuliner ini bisa menjadi kenangan serta menjadi aset yang harus dijaga karena hasil dari nenek moyang kita yang muncul dari kreativitas masyarakat," ulasnya dengan nada bangga.

Pada kesempatan yang sama, Wali Kota Padang Mahyeldi mengatakan festival ini memang bertujuan untuk menarik wisatawan datang berkunjung ke Padang. Untuk itu, jadwal pelaksanaannya bertepatan dengan libur Lebaran.

"Festival ini menunjukkan adanya kerukunan yang luar biasa antara etnis Tionghoa dengan Minang di Padang. Mereka sudah lama hidup rukun berdampingan. Festival ini ditargetkan bisa mendatangkan kunjungan wisatawan sebanyak 15 ribu orang baik dari etnis Tionghoa maupun lainnya," kata Mahyeldi.

 

Video Terkini