Sukses

Putus Kontrak dengan Spotify, Meghan Markle Dirumorkan Akan Jadi Wajah Dior

Meghan Markle dan Pangeran Harry bersepakat mengakhiri kemitraan dengan Spotify setelah mereka hanya berhasil memproduksi podcast satu musim.

Liputan6.com, Jakarta - Media Inggris, Mail on Sunday mengembuskan rumor perihal Meghan Markle selepas ia kehilangan kontrak dengan Spotify. Media tersebut menuliskan Duchess of Sussex itu 'mungkin berada di ambang penandatanganan kesepakatan besar dengan rumah mode adibusana Prancis Dior untuk menjadikannya wajah perusahaan'.

Namun, pernyataan tersebut dinyatakan tak terbukti oleh Page Six. Juru bicara untuk pasangan Sussex juga membantah klaim tersebut kepada Telegraph, dengan sumber dalam Dior menambahkan bahwa rumah mode tersebut 'bingung bagaimana cerita itu bisa muncul'.

Sebelumnya, Mail menyampaikan soal desas-desus yang berkembang jadi gosip liar tentang Meghan akan menandatangani kontrak dengan Spotify selama beberapa minggu terakhir. Media itu mengklaim mengutip seorang 'sosialita terkenal Beverly Hills'.

"Jika dia melakukannya, maka tidak ada yang akan ingat bahwa podcast kecilnya yang konyol dibatalkan setelah satu musim," kata sumber Mail on Sunday itu.

Pernyataan itu tidak sepenuhnya salah. Nama-nama populer berhasil mendapatkan bayaran tinggi dari kemitraan dengan rumah mode tersebut.

Menurut Variety, Johnny Depp memperoleh bayaran lebih dari 20 juta dolar AS lewat kesepakatan terbaru dengan Dior. Sementara, Jennifer Lawrence mendapatkan antara '15--20 juta USD' pada 2014 setelah memperpanjang kontraknya dengan merek tersebut.

Namun, kemungkinan Meghan direkrut untuk kampanye Dior di masa depan maupun bersisian dengan duta Dior yang lebih dulu eksis, seperti Rihanna, Jennifer Lawrence, dan Natalie Portman, tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Meski begitu, ibu Archie dan Lilibet itu dikenal sudah lama menjadi penggemar riasan dan busana Dior. 

 

2 dari 4 halaman

Jejak Dior yang Dikenakan Meghan Markle

Meghan dikabarkan memulas wajahnya dengan produk Dior Beauty di hari pernikahannya pada 2018. Ia lalu memilih rok lebar warna biru laut saat menghadiri acara Angkatan Udara Kerajaan Inggris pada 2018.

Meghan kembali kedapatan mengenakan busana rancangan Dior, yakni gaun berwarna krem selama tur kerajaan ke Maroko pada 2019. Selanjutnya, ia memakai gaun mantel putih dan topi warna senada untuk menghadiri kebaktian Thanksgiving selama Jubilee Platinum Ratu Elizabeth II pada 2022.

Markle juga mengenakan Dior untuk momen yang lebih pribadi, seperti selama pembaptisan Pangeran Archie pada 2019 dan mengenakan topi Stephen Jones untuk Dior di upacara pemakaman Ratu Elizabeth II pada 2022. Pangeran Harry, sementara itu, mengenakan setelan Dior tiga lapis dalam penobatan ayahnya pada Mei lalu, dan memilih label yang sama untuk tampil di pengadilan pada Maret 2023.

Sumber Sussex mengatakan kepada Telegraph bahwa "hubungan lama sang duke dengan rumah" diwarisi dari mendiang ibunya, Putri Diana, dan bahwa Harry pun "suka bekerja dengan Dior, dan mengenakan pakaian mereka". Dior adalah label favorit Diana.

Pada pertengahan tahun 90-an, dia sering difoto membawa salah satu tas tangan khasnya, bahkan,merek tersebut menamainya Lady Dior untuk menghormati Putri Diana. Tas tersebut kini disukai para pesohor dunia, seperti Angelina Jolie dan Jisoo BLACKPINK.

3 dari 4 halaman

Kontrak dengan Spotify Berakhir

Sebelumnya, Archewell Audio, perusahaan yang dimiliki Meghan dan Harry, mengeluarkan pernyataan bersama dengan Spotify terkait berakhirnya kesepakatan multi-tahun pada akhir pekan lalu. "Spotify dan Archewell Audio telah sepakat untuk berpisah dan bangga dengan seri yang kami buat bersama," bunyi pernyataan tersebut, dikutip dari The Guardian.

The Sussex adalah salah satu tokoh audio Spotify yang paling menonjol, setelah mengumumkan kemitraan eksklusif dengan layanan tersebut pada Desember 2020. Dalam pernyataan pers mereka saat itu, Spotify menyebut mantan pasangan kerajaan itu akan 'memandu dan memproduksi siniar yang membangun komunitas lewat berbagi pengalaman, cerita, dan nilai'.

esepakatan dengan Spotify ini adalah salah satu perjanjian komersial utama yang dibuat Pangeran Harry dan Meghan Markle setelah mundur dari tugas kerajaan dan pindah ke Amerika Serikat (AS) pada 2020. Pada Desember 2022, Archetypes memenangkan penghargaan podcast paling top di Penghargaan People's Choice di Los Angeles.

Pasangan Sussex juga membuat kesepakatan jangka panjang dengan Netflix tak lama setelah pindah ke AS. Kesepakatan itu menghasilkan enam episode serial dokumenter tentang mereka sendiri yang berjudul Live to Lead. Di dalamnya menampilkan wawancara dengan sejumlah figur terkenal, seperti mantan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan mendiang hakim Mahkamah Agung Ruth Bader Ginsburg.

 

4 dari 4 halaman

Pasangan Sussex Disebut Penipu

Berakhirnya kesepakatan antara Sussex dan Spotify tidak ditanggapi baik oleh salah satu eksekutif Spotify sekaligus podcaster populer Bill Simmons. Ia bahkan menuding Harry dan Meghan sebagai 'grifter' alias penipu. Pernyataan itu terlontar setelah kemitraan jangka panjang mereka dengan Spotify berakhir pada Jumat, 16 Juni 2023.

"Aku harap aku dilibatkan dalam negosiasi keluarnya Harry dan Meghan dari Spotify," kata Simmon dalam siniar pribadinya yang tayang Jumat lalu, dikutip dari CNN, Selasa (20/6/2023).

"Semestinya ada podcast yang kami luncurkan bersama mereka. Suatu malam saya harus mabuk dan menceritakan kisah Zoom yang saya lakukan dengan Harry untuk mencoba dan membantunya dengan ide podcast. Itu salah satu cerita terbaik saya ... Persetan dengan mereka. Para grifter," celotehnya lagi.

Kemitraan yang terjalin antara Archewell Audio, perusahaan yang dimiliki Harry dan Meghan, serta Spotify dimaksudkan untuk memproduksi banyak program. Namun, hanya satu seri dan edisi spesial liburan saja yang diproduksi hingga kontrak berakhir.

Archewell Audio dan Spotify mengumumkan bahwa mereka “bersepakat untuk berpisah,” hanya dua minggu setelah perusahaan streaming audio tersebut mengatakan telah memangkas 200 pekerjaan dalam unit podcastnya. Jumlahnya sekitar dua persen dari total pekerja globalnya untuk 'penyesuaian strategis'.