Liputan6.com, Purbalingga - Memulai usaha pada tahun 2017, Catur Pratama (33) membuat terobosan untuk makanan ringan dengan bahan baku tepung beras.
Kini dengan bahan baku 800 kg per bulan Catur, pemuda Desa Majapura RT 01 RW 04 Kecamatan Bobotsari ini menjual produk manco ketan dengan brand Putkinas seharga Rp50 ribu per kg.
Advertisement
Baca Juga
Dengan semangat menjadi pengusaha yang bermanfaat bagi masyarakat, Catur kini telah memasarkan produknya di minimarket dan pasar Purbalingga, Banjarnegara, hingga Wonosobo. Peralatan sederhana yang ia miliki di rumahnya menjadi aset saat ini untuk terus bertahan dalam meraup keuntungan dari makanan ringan yang ditaburi biji wijen tersebut.
“Harapannya ingin punya alat produksi yang modern untuk menunjang produksi lebih banyak,” katanya, dikutip dari keterangan tertulis, Kominfo Purbalingga
Catur juga merasa terbantukan dengan adanya pelatihan yang diadakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga. Selain itu, UMKM yang terdaftar di Dinkopukm Purbalingga tersebut juga mendapat kemudahan dari Pemkab Purbalingga saat mendapatkan legalitas usahanya.
“Terima kasih sangat membantu terutama dalam hal legalitas dan pelatihan-pelatihan kewirausahaan,” ucap dia.
Simak Video Pilihan Ini:
Sekilas Manco: Tepung Beras vs Tapioka
Manco adalah kue kering berlapis wijen khas Purbalingga. Jika dimakan terasa renyah namun juga legit. Berikut ini ada informasi yang mesti Anda ketahui dari manco:
Manco yang ada di Purbalingga terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang berasal dari tepung ketan dan yang terbuat dari tepung tapioka. Karena bahan dasarnya lebih mahal, Manco dari tepung ketan harganya juga lebih mahal hampir dua kali lipat dari manco tepung tapioka. Dan soal rasa, tentu juga berbeda. Istilah orang Purbalingga: rega nggawa rupa, harga mahal biasanya kualitasnya juga lebih baik.
Sudarsono (39) yang beralamat di Jl AW Soemarmo Rt 03 Rw 02 Kembaran Kulon adalah salah satu produsen Manco yang cukup konsisten di Purbalingga. Darsono mengatakan, dia adalah generasi kedua dalam bisnis yang dibangun ayahnya, Sumarjo (64).
“Bapak saya sudah usaha memproduksi manco sejak masih muda, sekitar 40 tahun lalu. Setelah usaha ini maju dan beliau merasa sudah ingin istirahat,maka diwariskan kepada anak-anaknya yang jumlahnya enam, salah satu diantaranya saya,” jelas anak kedua Sumarjo ini.
Bahan membuat manco hanya tiga jenis, yaitu tepung (tapioca/ketan), gula dan wijen. Namun untuk wijen, Darsono tetap harus mendatangkan khusus dari Makasar.
Menurut Darsono, usahanya yang kini dibantu sang adik, Siti Maesaroh (32) terus mbanyu mili atau mengalir ibarat air. Tidak pernah mengalami kevakuman. Bahkan saat-saat tertentu seperti lebaran, musim hajatan dan sebagainya, omsetnya langsung melonjak tajam. Jika di hari-hari biasa dia menggoreng manco hingga 200 kg, saat musim ramai, bisa mencapai lebih dari 500 kg sehari.
Selain dipasarkan lokal, manco buatan Darsono yang mengambil merk Nona Carmel, telah menembus beberapa kota seperti Pekalongan, Pemalang, Tegal, Banjarnegara dan Purwokerto. Kebanyakan, pembeli yang datang ke Darsono memang membeli dalam julah besar atau grosir.
“Tapi kami juga melayani eceran,” jelasnya.
Untuk pemesanan dalam julah besar, diharapkan untuk menelpon dulu ke 0281 891995. Jika memang stok ada, maka bisa langsung diambil dan dibayar. Namun jika memang stok habis, maka pembeli sudah tahu kapan dia akan mendapatkan manco yang dipesannya.
Selain menjual manco produksinya sendiri, Darsono di toko kecilnya juga menjual camilan lainnya seperti macaroni, potato dan emping jagung. Bagaimana? Siap memborong?
Advertisement